From: "JP-Sartre" <ccis@bdg.centrin.net.id>
To: "Bahtera List" <bahtera@lists.singnet.com.sg>
Subject: BT Pertanyaan etis
penerjemahan
Date: Mon, 16 Mar 1998 16:18:20
+0700
Saya sering menghadapi dilemma mengenai bagaimana harus bersikap ketika menerjemahkan. Ini karena tidak selamanya teks yang harus saya terjemahkan disusun dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Yang menjadi masalah adalah apakah sebagai penerjemah kita hanya menerima saja sebuah teks kemudian langsung kita terjemahkan ....
atau apakah kita bisa mengadakan tawar-menawar tentang susunan dari isi teks itu (dengan si penulis teks atau empunya teks) ?
Dengan kata lain apakah teks yang kita terjemahkan kita perlakukan sebagai suatu bahan yang akan kita olah dan kita tidak perlu peduli pada hal ihwal yang berkenaan dengan isinya ? atau kita harus peduli hingga perlu mengadakan intervensi pada susunan teks yang asli ?
Kadang-kadang saya suka berpikir ... hasil terjemahan yang saya buat dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris) lebih baik dari teks aslinya.
Ada pendapat ?
Sartria
Date: Mon, 16 Mar 1998 19:56:09
-0700
From: "Ahmad Rivai Subroto"
<asub1027@corp.newmont.com>
To: ccis@bdg.centrin.net.id,
bahtera@lists.singnet.com.sg
Subject: Re: BT Pertanyaan etis
penerjemahan
Buat Bung Sartria
Saya juga merasakan hal yang sama dengan Anda. Tapi Anda tak usah khawatir atas dilema yang Anda hadapi. Bagi saya, satu hal yang penting sewaktu menerjemahkan adalah message atau ide-nya sudah benar seperti yang dimaksud oleh BSu-nya. Di samping itu, hasil terjemahan tersebut mesti understandable dari BSa-nya. Jadi bila seorang native speaker (Amrik atau Inggris) yang memahami bidang tersebut dapat memahami dengan baik naskah yang Anda terjemahkan, maka hasil terjemahan Anda sudah bisa dikatakan memenuhi kualifikasi terjemahan yang baik.
Nah sekedar ini comment dari kawan baru.
Salam
Rivai
From: "JP-Sartre" <ccis@bdg.centrin.net.id>
To: "Bahtera List" <bahtera@lists.singnet.com.sg>
Subject: Re: BT Pertanyaan etis
penerjemahan
Date: Mon, 16 Mar 1998 17:29:21
+0700
Terima kasih Bung Rivai atas komentarnya.
Tapi masalah yang saya hadapi adalah hasil terjemahan saya itu (dari bhs. Indonesia ke bhs. Inggris) pada buku yang akan di cetak nanti akan disandingkan dengan teks aslinya (bhs. Indonesia).
Dengan begitu saya membayangkan pembaca nantinya akan membuat perbandingan.
Saya ikut malu dong kalau terjemahan saya ternyata susunannya jauh dari teks asli, atau parafrase yang saya lakukan ternyata sangat berkelat-kelit sehingga atmosfir teks aslinya tidak berhasil diterjemahkan dengan baik (Apalagi nama saya tercantum di halaman depan sebagai penerjemah).
Sartria.
Date: Mon, 16 Mar 1998 19:39:44
-0700
From: "Indra Listyo" <ILIS0697@corp.newmont.com>
To: bahtera@lists.singnet.com.sg
Subject: BT Pertanyaan etis
penerjemahan -Reply
Sartria:
Saya juga sering sekali menghadapi hal yang sama. Kalau saya, saya melakukan sesuai dengan pengertian pesan dan rasa, bukan struktur/bentuk kalimat.
Indra
Date: Tue, 17 Mar 1998 19:13:40
+1200
To: bahtera@lists.singnet.com.sg
From: Tim Behrend <t.behrend@auckland.ac.nz>
Subject: Re: BT Pertanyaan etis
penerjemahan
Pertanyaan Mas Sartria ttg etis penerjemahan memang sangat mengena: saya rasa kita semua pernah mengalami keganjalan menghadapi teks asli yang bahasanya (atau lebih parah lagi, isinya) cacat. Untuk mempermudah diskusi, apakah anda bisa menyertakan kalimat atau alinea contoh?
Tim Behrend
From: "drHRMTauhid-al-Amien,MSc.,GradDipHPEd."
<tauhid@iname.com>
To: <bahtera@lists.singnet.com.sg>
Subject: Re: BT Pertanyaan etis
penerjemahan
Date: Tue, 17 Mar 1998 16:28:37
+0700
Kalau saya (sering menterjemahkan abstract) selalu berusaha mendekati format aslinya dalam artian kalimat per kalimat; jika terasa kaku barulah pendekatan alinea per alinea. Yang kemudian ini jika terpaksa, misalnya BInd-nya masih kacau. Karena kebetulan saya juga menguasai bidang kajiannya, tidak jarang saya "memaksa" penulis untuk mengubah BInd sesuai dengan BIng yang sudah saya buatkan berdasar hasil penelitiannya.
Date: Wed, 18 Mar 1998 00:16:48
+1100 (EST)
To: bahtera@lists.singnet.com.sg
From: rwitton@uow.edu.au (Ron
Witton)
Subject: Re: BT Pertanyaan etis
penerjemahan (masukan Ron)
Yang penting bahwa arti teks asli terdapat dari terjemahannya, dan mudah2an dalam bahasa yang "biak" (artinya yang mengisis arti teks asli dan tidak kaku - jadi kalau susunan kalimat harus diobah, silahkan mengobahnya..
Kalau yang asli kurang jelas, mungkin (kalau penting) harus menambah Catatan Penerjemah untuk menjelaskan bahwa ada dua arti atau ynag asli kurang jelas....
pendapat saya
Ron
Date: Tue, 17 Mar 1998 18:44:31
-0700
From: "Luciana Ferrero Nicholls"
<lfer1167@corp.newmont.com>
To: bahtera@lists.singnet.com.sg
Subject: Re: BT Pertanyaan etis
penerjemahan (masukan Luci)
Sering kami mendapatkan terjemahan yang bahasa asli berantakan dari segi logika, sintaks dan tata bahasa tetapi walalupun demikian kami harus berusahah menghasilkan kalimat yang logika dan enak dibaca....yang membaca tidak akan mengerti sakit kepala pihak penerjemah dan yang akan dipuji atas laporan/surat atau buku yang jelas dan logis itu bukan penerjemah, melainkan penulis, singkatknya, apabila kita memperbaiki bahasa asal dalam terjemahan yang dipuji penulis, tetapi kalo kita ikut saja penulis yang disalahkan penerjemah.....itulah dilema kita.....profesi kita betul-betul pahlawan tanpa tanda jasa....dan orang suka bilang 'you ONLY have to translate"!!! Gileee!
Kata-kata berikut ini yang menggambarkan dengan singkat dukanya menjadi penerjemah:
MANY CRITICS, NO DEFENDERS, TRANSLATORS HAVE BUT TWO REGRETS: WHEN THEY 'HIT' NO ONE REMEMBERS, WHEN THEY 'MISS' NO ONE FORGETS!
Salam
Luci
Date: Tue, 17 Mar 1998 19:23:00
-0700
From: "Indra Listyo" <ILIS0697@corp.newmont.com>
To: bahtera@lists.singnet.com.sg
Subject: Re: BT Pertanyaan etis
penerjemahan (masukan Luci) -Reply
Saya juga sependapat dengan Luci.
Menurut saya sifat pekerjaan penerjemah itu mirip dengan photokopi dalam pengertian bahwa hasil kerja penerjemah sangat bergantung pada apa yang diterjemahkan. Memang, kalau sebuah karya terjemahan bagus, yang mendapat pujian adalah biasanya penulis, dan bila hasil terjemahan jelek yang kena sorot adalah penerjemah, meski hal ini tidak selalu demikian.
Jadi, kesimpulannya menurut saya penerjemah tidak usah merasa risi atau keder dengan hasil terjemahan yang buruk jika memang bahan awalnya memang jelek. Ibarat mesin photokopi (Pengandaian).
Indra
Date: Wed, 18 Mar 1998 13:27:29
+0700
To: bahtera@lists.singnet.com.sg
From: "Setyadi S." <setyadis@malang.wasantara.net.id>
Subject: Re: BT Pertanyaan etis
penerjemahan (masukan Luci)
Untuk Luci:
At 18:44 17/03/98 -0700, you wrote:
>Sering kami mendapatkan terjemahan
yang bahasa asli berantakan dari segi
>logika, sintaks dan tata bahasa
tetapi walalupun demikian kami harus
>berusahah menghasilkan kalimat
yang logika dan enak dibaca....yang
>membaca tidak akan mengerti
sakit kepala pihak penerjemah
===Setuju, ini adalah sifat positif penerjemah yang baik.
Saya juga setuju pendapat Ron, bahwa memperbaiki (=membuat "baik") juga salah satu tugas penerjemah, kalau perlu boleh 'mengobah' (dg. "o" gaya Ron).
>Kata-kata berikut ini yang menggambarkan
dengan singkat dukanya menjadi penerjemah:
>MANY CRITICS, NO DEFENDERS,
TRANSLATORS HAVE BUT TWO REGRETS: WHEN THEY
'HIT' NO ONE REMEMBERS, WHEN
THEY 'MISS' NO ONE FORGETS!
===Mungkin pameo ini ada benarnya tetapi kita tidak boleh menyerah atau pupus asa untuk berusaha membuat "baik".
Menurut pendapat saya, kalau hasil terjemahan dipuji bagus, itu pada hakekatnya adalah pujian thd penerjemahnya. Sebab, pujian yg sahih (valid) hanya dapat diberikan oleh orang yang pernah membaca aslinya, jadi bisa membandingkan.
(Kalau dia memuji terjemahannya, secara implisit berarti "mencela" aslinya)
Kalau ada orang memuji, padahal belum pernah melihat aslinya, (meskipun kurang masuk akal), maka penerjemah justru harus benar2 bangga, sebab pujian itu jelas dialamatkan kepadanya (Meskipun orang yang memuji tidak menyadarinya).
===Tanpa malu2 saya akui bahwa, saya berusaha membuat terjemahan yang baik sebab ingin dipuji, dan sterusnya diberi HR yg tinggi:-)
Tengkyu mBak Luci,
sty.
Date: Wed, 18 Mar 1998 13:27:43
+0700
To: bahtera@lists.singnet.com.sg
From: "Setyadi S." <setyadis@malang.wasantara.net.id>
Subject: Re: BT Pertanyaan etis
penerjemahan (masukan Luci) -Reply
At 19:23 17/03/98 -0700, Indra wrote:
>Jadi, kesimpulannya menurut saya penerjemah tidak usah merasa risi atau keder >dengan hasil terjemahan yang buruk jika memang bahan awalnya memang jelek. >Ibarat mesin photokopi (Pengandaian).
===Wah, ini jelas statement yang kontroversial. Namun demikian, sebaiknya kita tunggu penjelasan dari Mas Indra, apa yang beliau maksud dengan "hasil terjemahan yang buruk"
Prinsip bahwa pekerjaan penerjemah mirip dg. fotokopi itu sudah lama ditinggalkan banyak orang, sebab konotasinya lebih cenderung menerjemahkan "bentuk" (form} daripada "content". Saya tidak yakin bahwa masih ada penerjemah modern yang berprinsip: "Kalau aslinya buruk, terjemahannya boleh buruk juga".
Teori2 terjemahan modern lebih cenderung mengejar "kesepadanan" makna (equivalent of meaning/concept) daripada mengejar bentuk. Terjemahan demikian dinamakan terjemahan dinamik (dynamic translation).
===Moto penerjemah SEHARUSNYA "meski aslinya jelek, terjemahannya harus bagus" Tapi, ya itu tadi, apa definisi "terjemahan yg buruk"
===MS, kalau hasil terjemahan itu dipuji bagus, itu pada hakekatnya adalah pujian thd penerjemahnya. Sebab, pujian yg sahih (valid) hanya dapat diberikan oleh orang yang pernah membaca aslinya, jadi bisa membandingkan.
Kalau ada orang memuji, padahal belum pernah melihat aslinya, (meskipun kurang masuk akal), maka penerjemah justru harus benar2 bangga, sebab pujian itu jelas dialamatkan kepadanya.
===Kalau ada hasil terjemahan dikatakan "jelek", memang si penerjemah boleh/ harus malu/risi/keder, dan jangan berdalih "Lha wong aslinya juga jelek kok"
===Bagaimana Bahterawan lain? Apakah Anda juga bekerja seperti fotokopi, yaitu "menerjemahkan" kejelekan barang aslinya?
===OO, di Malang ada fotokopi selembar Rp 150,-, dijamin lebih bagus dari aslinya:-)
Slalam,
sty.
Date: Wed, 18 Mar 1998 00:01:07
-0700
From: "Indra Listyo" <ILIS0697@corp.newmont.com>
To: bahtera@lists.singnet.com.sg
Subject: Re: BT Pertanyaan etis
penerjemahan (masukan Luci) -Reply
Mas Setyadi:
Saya juga sependapat dengan anda mengenai kesepadanan. Namun, saya sangat menghargai keaslian materi awal tidak saja dalam bentuk pesan namun juga pola pikir penulis dari materi awal sendiri meski rancu.
Yang dimaksud dengan photokopi adalah: penerjemah juga harus menunjukan kerancuan berpikir / kerancuan logika dari materi awal secara sepadan dalam penerjemahannya. Hal ini saya rasa penting. Penerjemah tidak usah merasa malu, risi, minder takut dikatain engga kreatif. Memang sudah begitu. Tidak ada yang perlu ditutup-tutupi.
Mengapa demikian, karena saya merasa bahwa seorang penerjemah tidak seharusnya memperbaiki materi awal, karena yang berhak atas itu adalah penulis awal.
Harus dibedakan juga profesi Penulis vs Penerjemah. Bahayanya jika penerjemah merasa lebih berwenang dalam menentukan suatu maksud (meski benar) akan menimbulkan keberpihakan. Jadi, biarlah hitam kalau hitam, biar putih kalau putih (kaya puisi aja).
Jika ternyata hasil terjemahan lebih mudah dipahami (lebih baik) dari materi awal, penulis materi awal perlu diberitahukan perihal ini atau memintanya untuk merubah sesuai hasil terjemahan (hal ini memang sulit).
Namun jika penulis awal tidak mau, maaf saja penerjemah tidak perlu harus menutupi kerancuan si penulis awal meskipun hal itu bisa dilakukan.
Date: Wed, 18 Mar 1998 00:36:04
-0700
From: "Luciana Ferrero Nicholls"
<lfer1167@corp.newmont.com>
To: bahtera@lists.singnet.com.sg
Subject: Re: BT Pertanyaan etis
penerjemahan (masukan Luci)
semoga mas Sty selalu mendapatkan pahala atas kebaikannya. Amin
Luci
Date: Wed, 18 Mar 1998 01:21:41
-0700
From: "Ahmad Rivai Subroto"
<asub1027@corp.newmont.com>
To: ILIS0697@corp.newmont.com,
bahtera@lists.singnet.com.sg
Subject: Re: BT Pertanyaan etis
penerjemahan (masukan Luci)
-Reply-Reply
Mas Indra:
Wah saya kurang setuju dengan Mas Indra, dan saya justru lebih condong kepada Mas Setyadi.
Menurut saya, seorang penerjemah harus melakukan yang terbaik untuk memperoleh hasil terjemahan terbaik. Kalau hasil terjemahan anda hanya sekedar 'fotokopi', anda justru mengabaikan satu hal, pihak pembaca (Adressee).
Sebagai alasan: Saat ini saya sedang menerjemahkan peraturan perundang-undangan mengenai keamanan (Security) dari BInd ke BIngg. Sebagai penerjemah, tentu saja saya tidak bisa langsung mem'fotokopi' bahan tersebut sebagaimana adanya, sebab saya tidak mungkin menggunakan tata bahasa Indonesia untuk susunan kalimat dalam bahasa Inggris. Pembaca native (Amerika atau Inggris), sama sekali tidak akan menuduh lembaga pembuat peraturan (Kapolri) sebagai yang harus disalahkan--karena takut kali, tetapi akan menuduh saya sebagai penerjemah yang buruk, asal jadi, terburu-buru, dan hanya sekedar mengejar honor.
Akibatnya saya akan dicap sebagai penerjemah yang buruk, sehingga saya tak akan diminta menerjemahkan lagi, alias kredibilitas turun.Nah tuh...
Terjemahan yang saya akan pakai tentu saja 'dynamic translation'-nya Mas Setyadi.
Nah, bagaimana pendapat teman-teman lain?
Salam,
Rivai
Lombok
Date: Wed, 18 Mar 1998 19:58:45
+0700
To: bahtera@lists.singnet.com.sg
From: "Setyadi S." <setyadis@malang.wasantara.net.id>
Subject: Re: BT Pertanyaan etis
penerjemahan (masukan Luci)
>semoga mas Sty selalu mendapatkan pahala atas kebaikannya. Amin
===Amin dan trims.
(Memuji nih ye!)
sty.
From: "JP-Sartre" <ccis@bdg.centrin.net.id>
To: <bahtera@lists.singnet.com.sg>
Subject: Re: BT Pertanyaan etis
penerjemahan (masukan Ron)
Date: Wed, 18 Mar 1998 20:21:25
+0700
Ah, ini juga salah satu alternatif jawaban dari pertanyaan awal saya .... dengan membuat 'catatan penerjemah'.
Tapi seringkali masalahnya tidak sesederhana itu.
Catatan Penerjemah bisa dibuat misalnya untuk menjelasan konsep yang tidak ada pada bahasa-target.
Tapi bagaimana kalau ada kesalahan logika, kekeliruan isi yang substansial, atau cacat lainnya pada teks asli ?
Lihat contoh yang saya berikan pada Pak Tim Behrend.
Eniwe, terima kasih atas masukannya ...
Sartria.
-----Original Message-----
>Yang penting bahwa arti teks
asli terdapat dari terjemahannya, dan mudah2an
>dalam bahasa yang "biak" (artinya
yang mengisis arti teks asli dan tidak
>kaku - jadi kalau susunan kalimat
harus diobah, silahkan mengobahnya..
>Kalau yang asli kurang jelas,
mungkin (kalau penting) harus menambah Catatan
>Penerjemah untuk menjelaskan
bahwa ada dua arti atau ynag asli kurang jelas....
From: "JP-Sartre" <ccis@bdg.centrin.net.id>
To: <bahtera@lists.singnet.com.sg>
Subject: Re: BT Pertanyaan etis
penerjemahan (masukan Luci)
Date: Wed, 18 Mar 1998 20:33:09
+0700
Pahlawan tanpa tanda jasa ?
No Way .....
Ha, ha, ha .... saya tidak terima gelar itu ;-)
Soalnya saya sebagai penerjemah adalah
"Pahlawan Dengan Tanda Jasa"
Sekurang-kurangnya tanda jasa itu adalah yang mempertebal dompet kita ....;-0
Sartria.
Date: Wed, 18 Mar 1998 16:53:29
-0700
From: "Luciana Ferrero Nicholls"
<lfer1167@corp.newmont.com>
To: bahtera@lists.singnet.com.sg
Subject: Re: BT Pertanyaan etis
penerjemahan (masukan Luci)
tebal dompet belum tentu berjasa oom :)...contohnya banyak...
wassalam
Luci