
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

HTML pages
designed &
maintained by
Alifuru67
Copyright ©
1999/2001 -
1364283024
& 1367286044
|
|
From: "Joshua Latupatti" <joshualatu@hotmail.com>
Date: Fri, 31 Aug 2001 10:30:07
SIDANG JADI-JADIAN DAN SAKSI-SAKSI DUSTA
download artikel in print friendly version Tanggapan-tanggapan Joshua Lainnya
Salam Sejahtera!
Saudara-saudara sebangsa,
Entah sandiwara munafik macam apa lagi yang ada di balik sidang jadi-jadian, atas inisiatif
"laskar jahad" ini! Banyak hal memperlihatkan bahwa "negara ini memang sudah jungkir balik",
sehingga bukannya "gerombolan perampok yang diadili", tetapi "gerombolan perampok yang
mengadili (lewat pengadilan jadi-jadian)! Mari kita intip pengadilan jadi-jadian tersebut!
SOURCE: KOMPAS; DATE: 2001-08-28
Tim Pengacara Muslim Praperadilankan Panglima TNI dan Kepala Polri Jakarta, Kompas
Sidang pertama praperadilan yang diajukan pemohon Tim Pengacara Muslim (TPM) kepada
termohon Panglima TNI dan Kepala Kepolisian RI (Polri) mulai digelar di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan, Senin (27/8). Sidang praperadilan ini sempat tertunda, karena kuasa hukum
termohon terlambat hadir di pengadilan.
JOSHUA:
Pertama, saya sedikit heran karena "laskar jahad" sudah meracau ke seluruh penjuru
Nusantara, bahwa pihak TNI/Polri "tidak berani hadir"! Mungkin hanya ingin memuasi hobi
"berdusta" atau karena dungu saja, maka kehadiran tergugat/termohon di pengadilan bisa
ditentukan dari apakah mereka berani atau mereka takut!? Selain itu, dimana TPF-TPF-an dari
berbagai penjuru, mulai dari Komnas-HAM sampai ke Danpuspom Plastik? Bukankah hasil PF
mereka sudah final dan "tidak ada poliklinik, tetapi sarang penyamun yang berbau obat"?
SOURCE: KOMPAS; DATE: 2001-08-28
Permohonan praperadilan diajukan TPM untuk mewakili Mardi Abdul Azis (24), salah satu
korban yang selamat dari insiden di poliklinik laskar jihad Ahlus Sunnah Wal Jammah (ASWJ)
tanggal 14 Juni 2001 di Kebon Cengkeh, Ambon. Insiden tersebut telah menyebabkan
tewasnya 23 orang, empat orang hilang, dan mencederai beberapa warga sipil.
JOSHUA:
Anda paham dengan istilah "loder" atau "schauvel"? Sebutan itu digunakan untuk semacam
traktor dengan 'sendok’ besar , yang di gunakan untuk menggali tanah! Saya ingin bertanya,
"Apakah diperlukan sebuah "loder" atau "schauvel" untuk menguburkan hanya 23 mayat?
Jumlah korban saja sudah "dikorupsi" menjadi 23 orang, apalagi data yang tidak korban?
Sudah dari dulu, "laskar jahad" ini menggunakan sistim "salome" (satu lobang rame-rame)
dengan tidak perduli siapa di dalam lobang mana! Jika memang benar ada yang hilang, gali
saja "Salome" tersebut dan anda akan menemukan mereka! Saya pastikan, nama-nama
"korban resmi", itu pasti "penduduk Maluku", sedangkan yang "tak tercatat" adalah "pendatang
haram", alias "laskar jahad"!
SOURCE: KOMPAS; DATE: 2001-08-28
Kuasa hukum Kepala Polri Soeyitno seusai persidangan menyatakan, gugatan praperadilan
TPM kepada Panglima TNI dan Kapolri salah alamat. Gugatan tersebut seharusnya ditujukan
kepada Gubernur Maluku sebagai Penguasa Darurat Sipil (PDS). "Perlu diketahui, di Maluku
dan Maluku Utara diberlakukan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 88 Tahun 2000 tentang
Keadaan Darurat Sipil, sehingga yang bertanggung jawab mengenai pelaksanaan itu semua
adalah gubernur, di mana ia dibantu oleh Panglima Kodam, Kepala Polda, dan Kepala
Pengadilan Negeri setempat," ujarnya.
JOSHUA:
Mulanya, Bimantoro menangkap "panglima jarah", lalu melepaskannya, dan sekarang, "laskar
jarah" menuntut Bimantoro! Apakah kita tidak sedang disuguhi oleh semacam "sandiwara"
untuk mengelabui orang banyak, bahwa para "pelakon" ini memang bermusuhan? "laskar
jarah" bersama MUI dan "27 ormas penunggang Islam", bergantung pada "hasil penyelidikan
Komnas HAM, "Dan-Puspom Plastik" dan berbagai TPF jadi-jadian, tetapi kemudian maju
sendiri berdasarkan "hasil PF tunggal", yang tentunya lebih jadi-jadian lagi! Akibat dari
"sandiwara" seperti ini, lahirlah sebuan "tuntutan yang salah arah, salah tempat dan salah
waktu"!
Setelah gembar-gembor dengan berbagai prosedur dan formalitas, di dalam apa yang mereka
namakan "Pencarian Fakta", Komnas HAM itu akhirnya membisu seribu bahasa. Tetapi itu
bukanlah bukan berarti "Komnas munafik" ini sudah jera melayani "laskar biadab" yang
dianggap KomnasFik "lebih manusia" dari manusia yang lain. Sebentar lagi, KomnasFik ini
akan ikut bermain melalui "rekomendasi-rekomendasu" atas nama HAM. Apalagi kalau si
avonturir pencinta konflik, Munir, ikut turun ke medan, sandiwara akan semakin menarik karena
lekuk-lekik fakta jahadnya!
SOURCE: KOMPAS; DATE: 2001-08-28
Menanggapi pendapat Soeyitno, Ketua TPM Mahendradatta mengatakan bahwa pendapat itu
merupakan salah satu bentuk penafsiran yang sepotong-sepotong dari pihak aparat kepolisian
dan TNI. Menurut dia, pemberlakukan Keadaan Darurat Sipil di Maluku-yang dikatakan
berdasarkan Keppres tersebut-berkaitan erat dengan Undang-Undang (UU) Nomor 23/Prp/1959
(dengan kata lain, Keppres tersebut telah memberlakukan UU No 23/Prp/1959). Dalam kaitan
itu, penanggung jawab tertinggi adalah Presiden Republik Indonesia, yang dibantu oleh sekian
banyak menteri, termasuk Panglima TNI dan Kepala Polri. "Dalam hal ini telah terjadi
pelimpahan tanggung jawab itu kepada PDS atau gubernur. Mereka yang berbuat, tetapi yang
disuruh bertanggung jawab PDS," katanya.
JOSHUA:
Namanya saja, "Penguasa Darurat Sipil", maka yang bertanggung jawab seharusnya yang
"sipil"! Di dalam wilayah DS, "Militer dan Polisi" adalah "perangkat PDS"! Jika argumnentasi si
idiot-Ketua TPM ini masuk akal, maka selain Presiden dan Wapres yg. waktu itu ditugasi
untuk "mengurus Maluku", Megawati, seharusnya "Menkopolsoskam" yang lebih dahulu
dimeja-hijaukan-nya! Bukankah TPM-ular beludak ini mati-matian menghasut umat karena
"geram dan sangat bernafsu" untuk menyeret "mantan Pangdam Pattimura, Brigjen I Made
Yasa" ke pengadilan? Mengapa sekarang mereka seperti "melindungi" mantan Pangdam
tersebut? Saya kuatir, bukan Brigjen I Made Yasa yang mereka lindungi, tetapi "dua oknum
lain" yang paling terkait dengan PDSD-Maluku! Jika PDSD-Maluku yang dituntut, maka "Saleh
Latuconsina" dan "Edi Darnadi" yang akan kena getahnya juga! Inilah yang dihindari oleh si
pemelintir hukum, Mahedradata" dan "laskar jahad"!!
SOURCE: KOMPAS; DATE: 2001-08-28
Mahendradatta menambahkan, pendapat kuasa hukum yang mengatakan bahwa termohon
tidak pernah mengeluarkan surat perintah penggeledahan dan penyitaan di poliklinik milik
laskar jihad ASWJ serta penangkapan terhadap Mardi, justru membuka fakta hukum baru.
Sebab, selama ini selalu dikatakan bahwa tindakan yang dilakukan aparat di Ambon tersebut
sudah sesuai dengan prosedur.
JOSHUA:
Lihatlah "kepala ular TPM" ini memainkan lidahnya! Apakah "ilmu hukum siluman" yang
ditekuninya untuk meraih gelar SH, mengajarkan bahwa di dalam "keadaan Darurat Sipil",
harus ada surat perintah penggeledahan dan penyitaan? Lagipula, tidakkah yang berwewenang
untuk mengeluarkan surat tersebut di dalam keadaan normal adalah "hakim"? Saya tahu,
bahwa maksud si idiot ini, "Panglima TNI dan Kapolri" tidak mengeluarkan "surat perintah idiot"
itu kepada Yon Gab! Memang ini yang seharusnya terjadi, sebab mereka bukan PDS, maupun
PDSD-Maluku! Fakta hukum siluman baru apa, Mehendraidiot? Kalian hanya cecurut perusak
negara dan pemutar-balik hukum yang melindungi kebodohan dan kerendahan mutu iman
kalian di balik "hurup M" itu! Tanpa "hurup M" itu, SH sejenis Mahendraidiot ini hanya akan
menjadi "penjual kertas kiloan bekas Pengadilan"! Di dalam otak keledai dan hati ularnya, dia
pikir bahwa rakyat akan mudah tertipu, ketika dia manyamakan "sweeping senjata api dalam
suatu wilayah Darurat Sipil", dengan "Sweeping SIM" di dalam keadaan aman!
SOURCE: KOMPAS; DATE: 2001-08-28
"Fakta hukum baru bahwa tentara dan polisi yang ada di Ambon itu di luar tanggung jawab
mereka. Jadi, mereka sudah lepas tangan. Ini berbahaya karena ada satu wilayah di mana
tentara dan polisinya sudah tidak berinduk pada pusat," ujarnya. (mam)
JOSHUA:
Tidakkah orang ini malah "mempermalukan hurup M" tersebut? Jika "satuan TNI/Polri" yang
ditugaskan ke Maluku, memang harus "dilepas tangani" oleh Pusat, mengapa TPM-idiot ini
dulunya menghalalkan dan malah mengandalkan "PUS-Pom TNI" untuk mendiskreditkan Yon
Gab dengan lagak jagoan pencari fakta??? Tentu saja, menurut "ilmu hukum siluman"
andalannya, tidak dikenal adanya perbedaan antara "tanggung jawab struktural" dan "tanggung
jawab operasional" di dalam penugasan satuan-satuan TNI/Polri ke wilayah-wilayah DS.
Karena dorongan akal jahadnya, si Mehendraular SH ini menuntut TNI karena "melakukan
sweeping senjata" dan menuntut Polri karena "tidak melakukan sweeping senjata", dengan
dasar hukum silumannya, bahwa "tidak ada SP"! Sudah "ular", "keledai" pula!
SOURCE: INDONESIAMU; DATE: 2001-08-29
Kasus 14 Juni Ambon, Hakim Periksa 2 Saksi Jakarta (Indonesiamu)--Majelis hakim
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, memeriksa dua saksi dalam kasus insiden berdarah
14 Juni di Ambon, yang menewaskan 23 orang yang dilakukan Yon Gab TNI/Polri. Kedua saksi
tersebut yakni bekas Danrem Ambon Brigjen TNI (Purn) Rustam Kastor dan tokoh masyarakat
Islam Ambon M Bellu Suat.
JOSHUA:
Silahkan anda buka kembali "arsip/archive" dari file-file tentang peristiwa "Sweeping Senjata
Kebun Cengkeh"! Di dalam seluruh berita tentang peristiwa ini, tidak sekalipun "nama" dari
kedua saksi ini disebut-sebut! Si Mehendraular sendiri tidak pernah menyebut nama dari
"kedua saksi dusta", ditambah si "Aziz" sebagai yang pernah diwawancarainya di dalam aksi
PF-idiotnya! Tidak satupun dari TPF-TPF, pernah menanyai ketiga "saksi dusta" ini! Yang ada
hanya saksi "nyonya A yang membawa bendera yang kemudian dirobek oleh "Yon Gab asal
Ambon dan Kristen" (dikenal dari logatnya)", "nyonya B yang melirik ketika Al Quran dirobek",
"beberapa sampai ratusan ibu-ibu yang menyaksikan penangkapan", "anggota Kodim yang
sedang berobat, tetapi kemudian dikatakan sudah purnawirawan", dan lain-lain saksi dusta
yang mereka ramai teriakkan sejak semula! Mana "penjaga barikade yang disiksa", mana
"petugas PLN yang tangganya dirampas Yon Gab", "mana dokter dan paramedis sarang
penyamun yang disebut poliklinik", dan "mana pasien sarang penyamun jahad yang disiksa",
serta "mana ranjang poliklinik siluman yang diinjak-injak" Yon Gab? Semua lenyap di dalam
desisan dan liur beracun ular beludak "laskar jahad" dan TPM-unafik & TPI-blis-mereka!!!
SOURCE: INDONESIAMU; DATE: 2001-08-29
Dalam persidangan yang diketuai hakim Sudarto ini, Rustam mengatakan peristiwa tersebut
terjadi saat ia hendak pulang ke rumahnya di Kebon Cengkeh, Ambon, dari Mapolres Kodya
Ambon. ''Ketika itu di tengah jalan saya dihadang personil Yon Gab dan masyarakat sekitar
yang menyebutkan terjadi kasus berupa penyerangan di Poliklinik Ahlussunnah Wal Jamaah,''
ungkapnya.
JOSHUA:
Di dalam salah satu "dusta dungu"-nya, si "kopral dungu" ini mengaku bahwa "rumahnya
sering dijadikan sasaran pembakar an oleh warga Kristen sekitar, tetapi hanya bagian
dapurnya saja" yang agak kehitaman (belum terbakar juga)! Coba anda pikir, warga Kristen
siapa saja yang tinggal di Kebun Cengkeh sehingga bisa mencoba membakar dapur si "Racun
Kastor"??? Jika "Mesjid Kebun Cengkeh" bisa dipindah ke "Ahuru", cuma di dalam "satu cerita
dusta", apalagi rumah si hasut "kopral dungu"?! Dari Mapolres ke Kebun Cengkeh, anda harus
melalui banyak jalan! Di tengah jalan mana, si saksi dusta ini berada? Siapa yang
"menceritakan Penyerangan Poliklinik", masyarakat sekitar atau Yon Gab? Yon Gab tidak
menganggap sarang penyamun itu sebagai poliklinik, dan masyarakat boleh menceritakan
"penyerangan poliklinik oleh Yon Gab", tepat didepan Yon Gab? Mengatakan bahwa
"masyarakat Muslim" bisa membaur dengan "Yon Gab", adalah suatu "kebohongan yang
dilandasi oleh kebodohan"! Apalagi pada saat-saat rusuh seperti itu? Cerdik nian si "kopral
dungu"!!?
SOURCE: INDONESIAMU; DATE: 2001-08-29
Atas laporan tersebut, lanjut Rustam, ia kemudian melapor ke Kapolda Brigjen Edi Darnadi
yang diteruskan ke Pangdam Brigjen I Made Yasa. Selanjutnya, pangdam memerintahkan
kapolda untuk memeriksa 30 orang sipil, termasuk anggota laskar jihad yang ditangkap Yon
Gab dari poliklinik tersebut.
JOSHUA:
Jadi, saat itu si Racun Kastor "tidak menyaksikan" peristiwa penggrebegan sarang penyamun
tersebut! Bagaimana mungkin seorang purnawirawan yang katanya "analis militer",
memberikan laporan atas laporan masyarakat, tanpa menyaksikan sendiri peristiwa yang dia
laporkan, kalau bukan dia seorang "kopral dungu"? Dia melapor ke Kapolda, lalu Kapolda
melapor ke Pangdam, lalu Pangdam 'memerintah’ Kapolda untuk memeriksa 30 orang sipil
(laskar jahad juga sipil, idiot)! Artinya, Pangdam "sudah tahu", tetapi mungkin Kapolda belum
tahu, karena tawanan masih di tengah perjalalan ke sana! Mengapa Kapolda melapor ke
Pangdam, atas laporan si "kopral dungu", yang berdasarkan laporan masyarakat (saja)?
Artinya, "Kapolda tidak tahu apa-apa, dan Pangdam sepenuhnya bertanggung jawab"!!! Saya
minta anda mengingat-ingat tendensi dari cerita dungu si "Racun Kastor", yang disusun untuk
"membersihkan Kapolda"! Catat juga, bahwa "cerita dungu", sepertinya lupa memasukkan
"PDSD-Maluku, Gubernur Maluku, Saleh Latuconsina", sebagai sasaran "laporan si kopral
dungu"! Apakah ini suatu kealpaan seorang "kopral dungu" ataukah semacam kesengajaan
untuk "membersihkan Saleh Latuconsina" juga?
SOURCE: INDONESIAMU; DATE: 2001-08-29
Sementara menjawab pertanyaan kuasa hukum termohon Kapolri, Rustam menjawab bahwa
saat terjadinya penyerangan di poliklinik tersebut dirinya melihat tidak ada satu orang pun
aparat dengan seragam polri, melainkan aparat yang menggunakan seragam militer lengkap
dengan baret tentaranya.
JOSHUA:
Dari sejak semula, memang hanya TNI yang melakukan sweeping tersebut! Para pendusta ini
malah menyebutkan bahwa hanya Yon Gab yang melakukannya, padahal didukung oleh
satuan Yon-407 juga! Lalu untuk apa "kesaksian dungu" ini diberikan", seperti memberi
kesaksian bahwa "saya melihat ikan-ikan itu berenang ke tengah laut"? Apakah ikan berenang
ke dalam wajan juga? Walaupun terlihat idiot, di sini tercermin "ide cerita" di balik keseluruhan
sidang jadi-jadian ini! Seperti yang saya katakan dari semula, sandiwara ini diciptakan utk.
menipu orang banyak, bahwa "Bimantoro bernusuhan dengan laskar jahad"! Padahal, "Saleh
Latuconsina, Edi Darnadi dan Bimantoro", akhirnya "disucikan" oleh sidang jadi-jadian ini!!
Apakah mungkin bahwa sasaran kedua adalah "Panglima TNI" tetapi tidak "melalui mantan
Pangdam Pattimura" yang begitu mereka musuhi (awalnya)? Jika saya mengingat-ingat
sesumbar si "panglima jarah" dulu, bahwa "dia punya channel ke Panglima TNI, lewat seorang
bapak tua", saya jadi berpikir bahwa keseluruhan sidang ini adalah sebuah sandiwara untuk
"mengalihkan perhatian" saja, tetapi dari masalah apa, saya masih harus kerja keras! Apakah
dari masalah "teroris internasional"? Waktu jua yang akan mengtakannya nanti!
SOURCE: INDONESIAMU; DATE: 2001-08-29
Sedangkan, saksi kedua yaitu Bellu Suad mengatakan saat terjadinya penyerbuan di poliklinik
yang berada di kawasan kebun cengkeh itu dirinya sedang menuju ke kebun cengkeh yang
kemudian dihadang di tengah jalan di kawasan batu merah oleh aparat agar tak melanjutkan
perjalanan ke kebun cengkeh tersebut. ''Pagi harinya saya melihat puluhan korban tewas,''
ungkapnya. Sementara Bellu dalam kesaksiannya juga mengaku dirinya mengenal dengan
saksi pemohon, Mardi Abdulaziz. Dalam persidangan ini, pihak pemohon yaitu Tim Pengacara
Muslim (TPM) sedangkan pihak termohon I yaitu kapolri dan termohon II Panglima TNI. Sidang
praperadilan antara Mardi Abdul Azis versus Kapolri dan Panglima TNI ini akan dilanjutkan
Kamis besok untuk mendengarkan keterangan saksi dari pihak TNI/Polri.
JOSHUA:
Saya pikir, saya tidak perlu lagi mengomentari "saksi dusta" yang juga tidak pernah muncul di
dalam "daftar saksi" sebelumnya, dan kesaksiannya saya lihat tidak ada relevansinya dengan
pembuktian apapun juga! Jika ingin mendapatkan kebenaran tentang apakah si Aziz ini
memang ada di Ambon waktu itu, mengapa tidak mengecek "catatan Ketua RT/RW atau Lurah
setempat"? Jika orang ini menumpang Kapal Pelni atau lewat udara, mengapa tidak dicek ke
Pelni atau Merpati, dll.? Apapun juga hasilnya, hal keberadaan "laskar biadab", termasuk si
Mardi Abdul Azis ini, di Maluku, sudah "ilegal" sejak awalnya! Mereka-mereka ini adalah
"pendatang haram" di Maluku, dilihat dari sisi apapun juga! Apa anda pikir bahwa orang yang
"masuknya saja haram", sesudah ber ada di dalam akan melakukan "yang halal"? Yang
sebenarnya terjadi adalah bahwa "keberadaan para perusuh dan perampok tersebut harus
'dihalal-paksakan’, karena melibatkan para pejabat tinggi negara, baik sipil maupun
militer/polisi", mulai dari "Ketua MPR di Pusat, hingga Gubernur Maluku di daerah! Pada
dasarnya, Saleh Latuconsina adalah pejabat yang "paling bertanggung jawab di dalam hal
penyelusupan laskar jarah ini"! Saleh Latuconsina adalah "pintu terakhir" yang ikut melawan
perintah Persiden dan memihak kepada "laskar jarah"! Anda boleh menyeret DPRD-Maluku
yang "impoten dan munafik" bersama Saleh Latuconsina! Di situ sudah jalas tergambar
"kebusukan orang Maluku" sendiri!!
Kembali ke pokok semula, "sidang ini hanyalah sidang jadi-jadian untuk mendengarkan
saksi-saksi dusta, sesuai skenario sebuah san diwara 'jahad’!!!
Salam Sejahtera!!!
JL.
Received via email from: Alifuru67@egroups.com

Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML pages designed and maintained by Alifuru67 * http://www.oocities.org/baguala67
Send your comments to alifuru67@egroups.com |