From: "Joshua Latupatti" joshualatupatti@hotmail.com
Date: Fri, 09 Nov 2001 12:20:52 +0000
MENAMPIK DALIH MUI TENTANG SYARIAT ISLAM
download artikel in print friendly version Tanggapan-tanggapan Joshua Lainnya
Salam Sejahtera!
Saudara-saudara sebangsa,
MUI kembali lagi berkoar-koar tentang Syariat Islam! Kali ini, MUI menggunakan
"dalih perbedaan pandangan terhadap Syariat Islam", sebagai penyebab
tersendat-sendatnya usaha mereka untuk melakukan "makar berbungkus agama",
terhadap Negara Pancasila! Mengapa "seorang Ketua dari sebuah Majelis Tertinggi
Agama", tidak becus membedakan mana yang "tidak mau" dan mana yang "tidak
mengerti"? Orang bisa mengatakan "tidak mau" karena dia tidak mengerti, tapi orang
bisa juga bilang "tidak mau" karena dia "sudah mengerti"! Apakah kebenaran
sederhana ini, terlalu sukar untuk dicernakan oleh MUI? Saya pikir, bukan disitu letak
permasalahannya! Cobalah simak!
SOURCE: INDONESIAMU; DATE: 2001-11-08
MUI: Jangan Pandang Sempit Syariat Islam
JOSHUA:
Dari judul di atas ini, jelas terlihat bahwa MUI berusaha untuk membalikkan keadaan,
bahwa "ketidak-setujuan orang terhadap Syariat Islam", adalah "kesalahan orang itu",
karena memandang sempit Syariat Islam yang dipaksakan mereka!
SOURCE: INDONESIAMU; DATE: 2001-11-08
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Umar Shihab, menilai perbedaan pandangan
terhadap Syariat Islam menjadi kendala dalam mewujudkan usulan penerapan Syariat
Islam di Tanah Air.
JOSHUA:
Jika MUI itu terdiri dari "orang-orang jujur dan berhati bersih", maka mereka akan
"mau" dan "mampu" untuk mengakui bahwa "kendala utama dari pemberlakuan
Syariat Islam di Indonesia", adalah bahwa "Indonesia BUKAN Negara Islam"!
Indonesia adalah "Negara Pancasila", dimana seluruh Hukum Positif Negara dijiwai
oleh Pancasila (dan UUD 1954), dan mengikat seluruh warga Negara, tanpa kecuali!
Negara ini akan tetap menjadi Negara Kesatuan HANYA jika "keseluruhan
wilayahnya" berada di bawah Pancasila! Jika Pancasila dikesampingkan pada suatu
daerah tertentu, atas dasar pertimbangan "agama", maka Negara tidak bisa
memaksakan pemberlakukan Pancasila pada daerah-daerah yang lain, dengan
alasan apapun juga! Saya masih mau berharap agar MUI masih memiliki bagian dari
otak dan hatinya yang bisa digunakan dengan benar, untuk memikirkan sendiri akibat
dari penggeseran Pancasila dari posisinya sebagai Dasar Negara!
SOURCE: INDONESIAMU; DATE: 2001-11-08
"Masyarakat hendaknya jangan melihat penerapan Syariat Islam cuma dari hukum
rajam semata tapi pendidikan moral dari Syariat Islam itu sendiri," ujarnya.
JOSHUA:
Biarlah sekarang kita bicara "di luar" Pancasila! Dunia saat ini adalah Dunia yang
"sudah maju", dimana "penghukman yang dilakukan secara masal", dianggap
sebagai "tindakan barbar, buas, dan tidak beradab"! Hukuman mari berupa "hukum
gantung" dan "hukum pancung", yang biasanya dilakukan didepan umum, sudah
menghilang di dari peradaban Dunia saat ini, walaupun hukuman tersebut hanya
melibatkan umum sebagai penonton! Hukuman mati melalui "kursi listrik" atau "ruang
gas", dilakukan secara tertutup, dan hanya menghadirkan beberapa orang yang
berwewenang sebagai saksi! Karena itu, "hukum rajam" adalah suatu AIB bagi
kemanusiaan, jika masih diberlakukan sekarang ini! MUI seharusnya "membesarkan
mata dan dan hati" mereka untuk "menyorot dan mempertimbangkan" segi
kemanusiaan yang tercemar oleh "hukum rajam", dan bukan berusaha memalingkan
wajah orang banyak dari "hukum barbar" tersebut!
Tentang "pendidikan moral"! Pendidikan moral bagaimana yg. dapat diberikan oleh
Syariat Islam, dalam hubungannya dengan "hukum rajam"? Orang mungkin akan
"ketakutan" untuk melakukan perbuatan maksiat, tetapi belum tentu memiliki
"kesadaran" untuk tidak melakukannya! Sementara itu, kebiasaan memakai "algojo
masal" akan menjadi saluran bagi sifat "buas manusia, dan memberikan rangsangan
bagi "tumbuh-kembang"nya sifat-sifat "barbar"yang lain! Perhatikan "para pelopor"
Syariat Islam, seperti "laskar jahad", FPI, KISDI, dn lain-lain! Pendidikan MORAL
jenis apa yang dapat dipetik dari sepak terjang mereka? Baru terhadap "mahasiswa
IAIN" yang notebene adalah "sesama Muslim", FPI sidah begitu terlihat "buas" dan
"penuh kemunafikan", bagaimana terhadap yang "non-Muslim"? Jika MUI bisa saja
"mempermaikan ketentuan haram-halal", untuk "memeras Ayinomoto", pendidikan
MORAL bagaimana yg. dapat diharapkan oleh bangsa ini dari para fanatik Syariat
Islam?
SOURCE: INDONESIAMU; DATE: 2001-11-08
"Selain itu, MUI memandang usulan penerapan Syariat Islam tak akan menimbulkan
disintegrasi bangsa," kata Umar usai memberi sambutan dalam seminar sehari
bertajuk 'Peran Ulama dan Ormas Islam dalam Merespon Pelaksanaan Otonomi
Daerah dalam Perspektif Penerapan Syariat Islam' di Jakarta, Kamis (8/11).
JOSHUA:
Saya percaya bahwa pernyataan di atas lebih memperlihatkan sisi "kelicikan dan
kemunafikan MUI", daripada mengambarkan suatu kebodohan! Dalam hal ini, MUI
bukannya tidak tahu, tetapi "tidak mau tahu" terhadap apa artinya "bangsa" dan apa
artinya "hidup berbangsa"! MUI menganggap sebagian orang yang menginginkan
Syariat Islam sebagai "bangsa", dan yang tidak setuju dengan Syariat Islam adalah
"bangsat"! Karena itu, MUI selalu menyebut "teriakan yang menuntut pemberlakuan
Syariat Islam", sebagai "aspirasi", dan "teriakan tidak setuju terhadap Syariat Islam"
sebagai "terasi"! Memangnya Negara ini punya siapa? Otonomi daerah TIDAK
memberikan jaminan bagi penggeseran Dasar Negara, dan "paham idiotik mayoritas"
tidak dijiwai oleh Dasar Ideologi, maupun Dasar Konstitusi NKRI! Sejujurnya,
"pemberlakuan Syariat Islam di Aceh" adalah suatu KESALAHAN, jika Aceh tetap
tetap merupakan bagian dari NKRI!
SOURCE: INDONESIAMU; DATE: 2001-11-08
Pasalnya, sambung Umar, gagasan soal penerapan Syariat Islam itu dilakukan
melalui saluran hukum yang benar, yaitu disepakati oleh DPRD setempat kemudian
disetujui pemerintah pusat dan DPR RI sebagaimana yang berlaku di Aceh. "Jadi tak
akan menimbulkan disintergrasi bangsa karena diproses lewat saluran yang
konstitusional," tegasnya.
JOSHUA:
Kembali says katakana, "Pemberlakuan Syariat Islam di Aceh, adalah sebuah
KEKELIRUAN besar yang dilakukan oleh Negara, jika Aceh masih tetap merupakan
wilayah Negara, dan Negara ini masih tetap NKRI! Walaupun hanya ada "satu atau
dua orang non-Muslim" pada suatu daerah di dalam wilayah NKRI, mereka adalah
"warga negara yang sah, yang sama kedudukannya di dalam hukum dan keadilan
Negara", seperti warga Negara yang lain! Bagaimana "persamaan hak di dalam
hukum dan keadilan" dapat tetap dijamin, jika di dalam daerah tersebut berlaku "dua
jenis hukum"? Walaupun dilakukan oleh sebuah "Badan Legislatif", dan melalui "jalur
Konstitusional", hal ini tidak memberikan kewenangan apapun untuk "menyangkali"
ataupun "mengesampingkan" Dasar Negara! Saluran hukum "yang benar" tidak akan
menjadi sarana bagi terciptanya "dualisme" dan "chaos" di dalam hukum dan
perundang-undangan! Jika hal-hal semacam ini sampai terjadi, berari "saluran
hukumnya tidak benar", atau dengan kata lain, "sudah dibelokkan"! Harap dicatat,
"tanpa Pancasila, selamat tinggal NKRI"!
SOURCE: INDONESIAMU; DATE: 2001-11-08
Beberapa kekuatan sosial dan politik di berbagai wilayah di Indonesia belakangan ini
mengusulkan pemberlakuan Syariat Islam di daerahnya seioring dengan pelaksanaan
Otonomi Daerah (Otda). Contohnya Madura dan Cianjur yang menghendaki
diberlakukannya Syariat Islam di daerahnya dengan alasan Otda tersebut
JOSHUA:
Kekuatan Politik tidak merupakan "syarat" bagi pengubahan suatu dasar Negara yang
ditetapkan berdasarkan "sumpah/ikrar"! Kekuatan Politik, seperti normalnya "semua
kekuatan", tidak selalu merupakan "kekuatan positif untuk membangun", tetapi bisa
merupakan "kekuatan jahat yang menghancurkan"! Beberapa kekuatan politik yang
gemar meneriakkan Syariat Islam, malah terlihat sebagai "kekuatan jahat yang
merusak"! Ambil contoh si "laskar jahad", yang "menghina kedaulatan Negara"
dengan memberlakukan Syariat Islam di Maluku! Apakah mereka ini "halal" sebagai
"hakim dan algojo hukum rajam", ataukah mereka "lebih layak untuk dirajam"?
Tanyakan hal ini kepada "Muslimah asal BBM, yang terperangkap di Al Fatah"!
Apakah "laskar yang pergi merusuh sambil menyusu di dada telanjang Muslimah
muda, adalah "hakim dan algojo hukum rajam yang diridhoi Allah"? Apakah "laskar
yang meninggalkan lendir dan sperma pada puing-puing Gereja Sirisori Amalatu",
tidak seharusnya dirajam sampai mati? Inikah "kekuatan politik" yang diandalkan itu?
Inilah "contoh-teladan pelajaran MORAL", yang digembar-gemborkan MUI tersebut?
Menjijikan!!!
Orang mau percaya, tetapi MUI selalu tampil sebagai Badan Tertinggi Agama, yang
"sukar dipercaya"! Orang mungkin tertarik untuk mempertimbangkan Syariat Islam,
sebagai "jaminan bagi kebersihak akhlak", tetapi dengan melihat sepak terjang
"laskar jahad" dan FPI, orang sudah muak terhadap "kualitas moral yang ditawarkan"!
Orang-orang yang gemar memperjuangkan "penggeseran Dasar Negara" ini, selalu
berteriak seperti si "Al Dustadz Jarah", "Jaffar Umar Thalib bin Yaman", untuk
"berjihad dengan memboikot semua produk AS", tetapi "tetap menggunakan Internet
dan "Yahoo" untuk menyebarkan paham iblis mereka! Yang ada di baliknya bukan
"ketaquaan", tetap "ketamakan, kemunafik an, kelicikan dan niat-jahad" untuk
mendapatkan semua bentuk keuntungan menindas umat manusia, yang di antaranya
adalah umat Islam sendiri! Perlu dicatat:, "Indonesia Yes, Syariat Islam No", atau
"Syariat Islam Yes, Indonesia No! Jangan munafik kau MUI!!!
Salam Sejahtera!
JL.
|