From: "Joshua Latupatti" joshualatupatti@hotmail.com
Date: Wed, 14 Nov 2001 11:45:30 +0000
JOSHUA MENJAWAB LAGI (5)
download artikel in print friendly version Tanggapan-tanggapan Joshua Lainnya
Salam Sejahtera!
Saudara-saudara sebangsa,
Sudah lama saya tidak menjawab tanggapan yang datang kepada saya, tetapi kali ini
saya berpikir bahwa saya perlu melakukannya lagi! Kali ini, saya ingin menjawab
tanggapan Sdr. MAULANA IBRAHIM terhadap tulisan saya yang berjudul "Menampik
Dalih MUI tentang Syariat Islam"! Saya hanya akan memberikan jawaban secara
umum, sesuai dengan argumentasi yang diajukan, dan saya sama sekali "tidak"
berniat untuk "mendebat", apalagi "menghina" iman orang lain, seperti yang selalu
ditafsirkan oleh mereka-mereka yang berpikiran picik dan berakhlak rendah! Kalaupun
ada yang sampai menyinggung saudara-saudara yang Muslim, itu hanya karena
kelemahan saya, dan saya mohon maaf! Semoga bermanfaat!
FROM: "MAULANA IBRAHIM" MAULANA@AL-ISLAM.COM
To: " apakabar@radix.net" apakabar@radix.net, joshualatupatti@hotmail.com
Subject: Re:JOSHUA-Menampik Dalih MUI tentang Syariat Islam
Date: Fri, 9 Nov 2001 18:07:15-0600
(JOSHUA: "kendala utama dari pemberlakuan Syariat Islam di Indonesia", adalah
bahwa "Indonesia BUKAN Negara Islam"! Indonesia adalah "Negara Pancasila".)
FROM: "MAULANA IBRAHIM" MAULANA@AL-ISLAM.COM
Jawab: Dengan berlakunya syariat Islam, tidak akan otomatis merubah menjadi
negara Islam. Sama hal nya dengan Malaysia, dengan syariat Islam mereka tidak
menjadi negara Islam.
JOSHUA:
Di atas kertas, anda mungkin benar, tetapi di dalam prakteknya, situasi akan lebih
buruk dari sekedar teriakan slogan-slogan bernuansa "idiotik mayoritas", seperti
"Muslim terbanyak dari seluruh negara di dunia", dan "tuntutan hak serta prioritas"
yang menyusulinya! Jika di dalam Negara Pancasila sekarang ini saja, sudah "ribuan
Gereja dirusak, dijarah, dibakar dan dibom", dan sudah "ribuan warga Kristen yang
‘disunat-karbitkan’ secara tidak beradab dan tidak berperi-kemanusiaan di bawah ancaman
mati, tanpa satupun proses keadilan yang diberlakukan sampai tuntas, "apa yang
akan terjadi bagi warga Kristen, yang terpaksa hidup di bawah bayangan "Syariat
Islam"?
Anda mungkin tertidur atau saya mungkin bermimpi, karena Malaysia sudah
memproklamirkan diri sebagai Negara Islam! Yang termasuk "ras Melayu" harus
Muslim, sedangkan yang bukan "ras Melayu", boleh beragama lain! Pendakwahan
boleh dilakukan, tetapi (misalnya) penginjilan dilarang! Jika seorang non-Melayu
masuk Islam, itu sah dan halal, tetapi jika seorang Melayu masuk Kristen, maka dia
akan dihukum! Semua Pelajar Muslim berhak memperoleh beasiswa Negara,
sementara Pelajar non-Muslim tidak berhak mendapatkannya! Walaupun misalnya
"tidak diproklamirkan secara resmi, menurut anda "Negara apakah Malaysia ini"?
Kenyataan di dalam praktek, biasanya berbeda jauh dengan yang di atas kertas!
Begitupun, saya masih menganggap Malaysia jauh lebih baik dari Indonesia, di dalam
memilah mana yang Islam dan mana yang "menunggang Islam"!
(JOSHUA: Karena itu, "hukum rajam" adalah suatu AIB bagi kemanusiaan, jika masih
diberlakukan sekarang ini! MUI seharusnya "membesarkan mata dan dan hati"
mereka untuk "menyorot dan mempertimbangkan" segi kemanusiaan yang tercemar
oleh "hukum rajam", dan bukan berusaha memalingkan wajah orang banyak dari
"hukum barbar" tersebut!)
FROM: "MAULANA IBRAHIM" MAULANA@AL-ISLAM.COM
Jawab: Kalau kita percaya aturan agama adalah dari sang Pencipta, kenapa kita
mempertimbangkan kata2 sang Pencipta dengan otak kita yang merupakan ciptaan
nya. Apakah hasil pertimbangan otak yang merupakan ciptaan lebih mulia dibanding
kata2 sang pencipta?
JOSHUA:
Setiap Agama atau aliran kepercayaan, mengakui eksistensi Sang Maha Pencipta!
Masing-masing Agama memiliki pandangan dan pendekatan tersendiri terhadap
"Penciptanya"! Sebaliknya, Sang Pencipta memberikan "pesan" atau "Titah" yang
khas dan "berbeda", bagi masing-masing umat yang percaya kepada Nya! Apakah
anda dapat menerimanya, jika "Titah Sang Pencipta" itu dilihat dari sisi Iman Kristen,
Hindu, Budha, dan Aliran Keperca yaan yang lain, sebagai "ucapan Sang Pencipta"
yang tidak boleh dipertimbangkan menurut otak manusia ciptaanNya? Jika anda
"tidak bisa" menerimanya, mangapa kami harus dipaksakan agar menerima "Titah
Sang Pencipta", menurut pandangan iman anda, iman Islam? Anda sudah salah
meraba "inti permasalahan" yang terkait dengan pemberlakuan Syariat Islam di
Indonesia!
(JOSHUA: Sejujurnya, "pemberlakuan Syariat Islam di Aceh" adalah suatu
KESALAHAN, jika Aceh tetap tetap merupakan bagian dari NKRI! )
FROM: "MAULANA IBRAHIM" MAULANA@AL-ISLAM.COM
Jawab: Mereka adalah orang2 yang sadar kedudukan mereka di hadapan sang
Pencipta. Bahwa sebagai ciptaan Nya, mereka haruslah tunduk dibawah aturan Nya.
JOSHUA:
Tetapi mereka adalah orang-orang "yang tidak sadar", atau "tidak mau menyadari",
"kedudukan orang lain di hadapan Penciptanya masing-masing", dan orang lain itu
adalah "warga Negara yang sah, dan memiliki persamaan hak dan kewajiban di dalam
hukum dan keadilan Negara, yang selaras dengan Hak Azasi Manusia!
(JOSHUA: Kembali says katakana, "Pemberlakuan Syariat Islam di Aceh, adalah
sebuah KEKELIRUAN besar yang dilakukan oleh Negara,)
FROM: "MAULANA IBRAHIM" MAULANA@AL-ISLAM.COM
Jawab: Kekeliruan adalah pendapat anda, kami lebih tunduk kepada pendapat sang
Pencipta.
JOSHUA:
Pendapat saya adalah pendapat seorang warga Negara yang tidak akan
memaksakan "Titah Penciptanya" untuk diterima oleh sesama warga Negara, yang
memiliki "Titah Pencipta" sendiri-sendiri! Pendapat "Sang Pencipta yang anda imani",
hanya dapat berlaku mutlak, seperti yang anda nyatakan di atas, di dalam Negara
yang "dianugerahkan Pencipta anda kepada umatNya sendiri"! Adakah Negara
semacam itu? Bagaimana anda bisa menjamin bahwa pemberlakuan Syariat Islam,
tidak akan mengubah Negara pancasila menjadi Negara Islam, sementara anda
memaksakan kemutlakan "Titah Pencipta anda" kepada seluruh warga Negara
Pancasila, seperti yang anda lakukan terhada saya saat ini?
Satu lagi kenyataan penting yang mungkin atau sengaja anda lupakan! Sementara
"Titah Pencipta anda" itu anda mutlakkan, anda sendiri masih membutuhkan
"penafsiran", di dalam pelaksanaannya!? Jika hukum positif Negara yang sudah
begitu dirinci, masih menyediakan "celah" bagi para praktisi hukum yg. jahat demi
uang, bagaimana dengan hukum yang masih membutuhkan "penafsiran"?
Renungkanlah hal ini baik-baik!
(JOSHUA: Apakah mereka ini "halal" sebagai "hakim dan algojo hukum rajam",
ataukah mereka "lebih layak untuk dirajam"?)
FROM: "MAULANA IBRAHIM" MAULANA@AL-ISLAM.COM
Jawab: Kalau pemerintah tidak bisa melaksanakan hukum yang harusnya diterima
menurut aturan sang Pencipta, siapa yang boleh melaksanakannya? padahal hukum
tsb harus dilaksanakan karena ciptaan haruslah tunduk dibawah aturan sang
Pencipta.
JOSHUA:
Di lain waktu, "jangan bertanya kalau ditanya"! Jika masalah "hukum" itu dipandang
secara umum, maka jika Pemerintah tidak sanggup menjalankan "hukum", itu bukan
karena "kelemahan hukum"-nya, tetapi karena "kelemahan Pemerintah"! Dalam hal
ini, yang harus diganti atau diperbaiki adalah Pemerintah, dan bukan hukumnya! Jika
masalah "hukum" itu terkait dengan "hukum Agama", maka Pemerintah "tidak"
berkewajiban untuk menjalankannya, sebab Pemerintah bukanlah sebuah badan
keagamaan (kita berbicara tentang Pemerintah Republik Indonesia)!
Karena anda kembali menyinggung masalah "Titah Pencipta", yg. harus
dilaksanakan, marikah saya berikian satu contoh! Menurut "Titah Pencipta saya"
tentang "hukum rajam", "Barangsiapa yg. merasa tidak berdosa, dialah yang berhak
merajam"! Pertanyaan nya sekarang, "Titah Pencipta siapa yang harus dituruti
Negara yang berdasarkan Pancasila?" Bagaimana dengan "Titah Pencipta" dari sisi
iman Agama Hindu, Budha, dan Aliran Kepercayaan, jika Pemerintah harus bersikap
adil terhadap semua warga Negara?" Ataukah Pemerintah harus tunduk dibawah
"paham idiotik mayoritas"?
Di lain waktu, janganlah "memenggal" pernyataan orang, yang keseluruhannya
merupakan satu kesatuan pola pikir yang terurut! Penggalan komentar saya yang
anda kutip di atas, mempertanyakan "kelayakan" para "perusuh, penjarah, pendusta,
pemerkosa, pezinah dan pembunuh", dan para "hipokrit-pemeras dan penadah
dengan dalih pembasmi kemaksiatan", sebagai "hakim dan algojo bagi hukum rajam"!
Kembali saya bertanya, "Apakah mereka ini "halal" sebagai "hakim dan algojo hukum
rajam", ataukah mereka "lebih layak untuk dirajam"?
Salam Sejahtera!
JL.
|