|
|
KOMPAS, Senin, 29 Oktober 2001 Konflik Maluku di Mata Tokoh Muslim dan Kristen KETUA Badan Immarat Muslim Maluku (BIMM) Ustad Ali Fauzi berpendapat, situasi saat ini sudah sangat kondusif dan tidak terjadi lagi ketegangan dan pertikaian seperti yang terjadi sejak awal 1999 sampai akhir 2000. Namun, ia berpendapat bahwa status darurat sipil masih perlu dipertahankan, khususnya di Ambon, karena bila semua aparat militer ditarik tidak ada jaminan pertikaian tidak terjadi lagi. Kondisi keamanan di Ambon sekarang, kata Fauzi, belum benar-benar pulih. Senjata masih banyak beredar di masyarakat. Penyelesaian konflik Maluku, menurut Fauzi, masih sulit diramalkan. Konflik Maluku bisa diselesaikan, kata Fauzi, bila pihak Kristen bersedia mengakui bersalah memulai penyerangan pada 19 Januari 1999 dan meminta maaf kepada masyarakat Muslim. "Selama itu tidak dilakukan, kami tidak bisa memprediksi kapan konflik Maluku selesai," kata Fauzi. Berikut ini petikan tanya jawab Kompas dengan Ustad Ali Fauzi di sekretariat BIMM di Kompleks Masjid Al Fatah, Ambon. Langkah-langkah apa yang harus dilakukan setelah kekerasan dan pertikaian antarkedua komunitas di Ambon cenderung berhenti? Kami belum bisa menyatakan langkah apa yang harus kami atau pemerintah lakukan. Pemerintahlah yang tahu bagaimana pertikaian kedua komunitas harus dijembatani. Sejauh ini belum ada tanda-tanda untuk mempertemukan kedua komunitas. Kalau dialog sudah sangat sering dilakukan. Apakah status darurat sipil bisa dicabut dalam waktu dekat? Tidak ada status darurat sipil, berarti semua aparat militer ditarik. Apakah polisi bisa menjamin keamanan? Apakah tanpa darurat sipil kondisi bisa betul-betul pulih seperti sebelumnya? Seandainya darurat sipil dicabut, bagaimana bila pertikaian terjadi lagi. Senjata-senjata cukup banyak di masyarakat. Bagaimana dengan di luar Ambon? Itu tergantung apakah mereka mau damai secara lokal di daerahnya atau tidak. Di Maluku Tengah, khususnya Ambon, masih sulit berdamai. Apakah sekat-sekat dan barikade-barikade yang memisahkan permukiman Muslim dan Kristen bisa dihilangkan? Sebaiknya dipertahankan dulu. Kedua belah pihak masih sulit bergabung kembali seperti semula. Masing-masing pihak masih menyimpan dendam akibat konflik berkepanjangan. Banyak korban harta benda maupun nyawa sehingga sulit segera dipadukan lagi. Biarkan proses hubungan baik terjalin kembali secara alamiah entah sampai kapan. Bagaimana sikap BIMM dengan munculnya pasar-pasar transaksi dan zona-zona damai di Ambon? Pasar transaksi merupakan pertemuan kedua komunitas sesuai kepentingan hidup mereka. Kami tidak akan melarang atau menyuruh. Kami serahkan sepenuhnya kepada kemauan mereka masing-masing. Konflik memang menyebabkan segala hal, termasuk harga barang-barang pokok, melonjak tinggi. Kapan konflik Ambon bisa berakhir? Itu sulit diramalkan, kecuali pihak Kristen mau mengaku bersalah bahwa mereka yang mulai menciptakan kerusuhan. Mereka juga harus membuat pernyataan meninggalkan semangat disintegrasi bangsa yang menjadi cita-cita mereka. Umat Kristen telah dimanfaatkan gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) untuk memusuhi umat Islam. WAKIL Ketua Badan Pengurus Harian Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) Pdt L Lohy, STh sependapat bahwa kondisi keamanan di Ambon makin kondusif meski ada letupan di sana-sini. Konflik di Maluku, menurut Lohy, bukan hanya masalah lokal atau nasional, tetapi juga merupakan masalah internasional. Karena itu situasi keamanan Maluku sangat tergantung pada situasi politik lokal, bangsa maupun dunia. Dalam keadaan itu ia cenderung status darurat sipil tidak dicabut dalam waktu dekat, khususnya di Ambon. Meskipun demikian, menurut pendapatnya, masalah keamanan bukan hanya masalah TNI/Polri tetapi merupakan persoalan bersama. Karena itu ketimbang mempersoalkan darurat sipil, yang penting dilakukan adalah dialog dan pembinaan untuk menghindarkan tindakan-tindakan anarkis. Menanggapi tuntutan permintaan maaf, menurut Lohy, yang harus meminta maaf bukanlah masyarakat Kristen tetapi pemerintahan dan aparat keamanan pada waktu itu yang lemah dan tidak tegas. Ia juga menegaskan bahwa gereja Protestan sejak semula tidak committed-dengan gerakan RMS. Karena itu ia mempersilakan agar aktivis Front Kedaulatan Maluku (FKM) dan RMS diproses secara hukum tetapi jangan menggunakannya sebagai komoditas politik untuk menekan komunitas yang lain. Berikut petikan tanya jawab Kompas dengan Pdt L Lohy di kantornya di Kompleks Gereja Maranatha. Bagaimana sikap sinode terhadap status darurat sipil yang sudah berlangsung lebih dari setahun? Apakah masih perlu dipertahankan? Status darurat sipil bagus tetapi masih belum fungsional. Itu karena besarnya persoalan. Meski aparat militer cukup banyak di Maluku tetapi karena luasnya wilayah dan tersebar, jumlah mereka tidak mencukupi untuk mencegah letupan-letupan yang terjadi. Selama ini kami bekerja bersama-sama PDS. Kami membutuhkan mereka. Tetapi darurat sipil sifatnya temporer, gereja tidak tergantung pada itu. Yang penting dilakukan adalah pembinaan mental kepada masyarakat supaya tidak bertindak anarkis. Apa yang harus dilakukan saat ini setelah kekerasan dan pertikaian cenderung mereda? Diperlukan kebersamaan, baik dari unsur pemerintah, gereja, maupun tokoh-tokoh Muslim. Kemungkinan keterlibatan partai-partai politik yang bermain dalam konflik di Maluku, termasuk kelompok-kelompok garis keras di komunitas Kristen maupun Muslim, sangat besar. Sikap gereja dalam konflik Maluku, masalah ini bukan masalah agama tetapi permainan elite politik yang menjadikan agama sebagai alat untuk mencapai tujuan dan kepentingan politik mereka. Keprihatinan kami sekarang adalah penderitaan dan tragedi kemanusiaan sebagai akibat penderitaan yang dialami. Setiap agama mengajarkan nilai-nilai universal, keselamatan, dan kedamaian. Gereja harus menyadarkan warganya sendiri. Apakah pengkotakan dan sekat-sekat antara komunitas Muslim dan Kristen Maluku sebaiknya dipertahankan? Gereja ingin semua kembali seperti semula. Hal yang benar tidak mungkin tidak terjadi, meski jalan menuju ke sana perlu waktu. Sebagai satu bangsa, masak ada tembok berlin di antara kita. Agama tidak bicara tentang itu, tetapi justru bicara tentang persaudaraan. Kami tidak pernah berkecil hati. Tujuan yang baik dan benar tidak bisa digagalkan. Cuma perlu proses, butuh waktu. Bagimana dengan tuntutan agar pihak Kristen menyatakan permintaan maaf kepada umat Muslim? Kami tidak melihat keharusan itu. Yang seharusnya meminta maaf adalah mereka yang mempermainkan komunitas Muslim maupun Kristen di Maluku. Sebetulnya bukan agama, tetapi elite politik yang bermain secara kotor. Mereka yang harus meminfa maaf kepada masyarakat Muslim dan Kristen yang menderita. Gereja mendukung dibentuknya tim investigasi untuk menyelidiki peristiwa-peristiwa lalu. Silakan pelakunya diproses secara hukum. Apa sikap gereja terhadap RMS? Sejak semula kami tidak committed dengan RMS ataupun FKM. Ketika FKM muncul dengan misi utama dalam hal kemanusiaan, kita dekati. Namun, ketika FKM berafiliasi dengan RMS, segera kita tolak. Landasan gereja Maluku adalah Pancasila dan UUD 1945. Bila kami berafiliasi dengan RMS, itu berarti kami mengkhianati apa yang kami gunakan sebagai landasan. Apalagi tokoh-tokoh di FKM bukan hanya orang Kristen saja. Isu RMS saat ini dipakai untuk mendiskreditkan masyarakat Kristen. Kalau memang FKM atau RMS ada, silakan diproses secara hukum. Jangan pakai RMS untuk mendiskreditkan komunitas tertentu. Setelah isu agama pudar, kini isu RMS dipergunakan. Itu harus diklarifikasi oleh pemerintah. (wis)
|