The Cross
Under the Cross

Listen to the News
English
Indonesian
Search
Archives
Photos
Pattimura
Maps
Ambon Info
Help Ambon
Statistics
Links
References
Referral

HTML pages
designed &
maintained by
Alifuru67

Copyright ©
1999/2001 -
1364283024
& 1367286044


Ambon - Island 

 

AMBON Berdarah On-Line
About Us

 

 

  Ambon Island

  Ambon City

 

 

   Latupatti

  Want to Help?

Mandiri
Tue, 11 Sept 2001
Menjadi Negara Agama Adalah Suatu Langkah Mundur

Oleh: Andreas Limongan
(andreas_limongan@yahoo.com)

BEBERAPA waktu yang lalu Senayan sempat diguncang demonstrasi besar-besaran dalam rangka menuntut penegakkan Syariat Islam di Indonesia. Aksi demonstrasi ini didalangi oleh FPI, PPMI, dan sejumlah ormas Islam garis keras lainnya. Mereka menuntut pencatuman kata-kata dari Piagam Jakarta pada Pembukaan UUD`45 dalam upaya memperjuangkan Syariat Islam.

Menurut kaca mata hukum adalah sah-sah saja bagi warga negara untuk melayangkan tuntutannya kepada pihak pemerintah, namun dari segi kehidupan berbangsa dan bernegara, bukankah perwujudan negara agama adalah suatu kemunduran besar bagi kehidupan demokrasi di negara kita?

Usaha untuk menjadikan negara Indonesia menjadi negara Islam adalah sebuah upaya yang sangat memancing untuk terjadinya konflik di kalangan umat beragama di Indonesia. Sudah pasti umat non-Muslim tidak akan menerima gagasan tersebut yang dinilai hanya menguntungkan sekelompok umat beragama tertentu.

Tantangan akan gagasan inipun tidak hanya datang dari kalangan non-Muslim saja tetapi juga datang dari kalangan Muslim lainnya yang berjiwa nasionalis, bersikap pluralis, berpandangan demokratis, dan berpikiran maju.

Menjalankan Syariat Islam adalah kewajiban umat Muslim dalam rangka memenuhi tuntutan ajaran agamanya. Bagi mereka yang melalaikan kewajiban agamanya sudah tentu akan menerima ganjaran dari Tuhan. Namun haruskah kewajiban menjalankan syariat agama itu dipaksakan oleh negara? Bukankah agama itu adalah urusan manusia dengan Tuhannya? Jika negara sudah memaksakan umatnya untuk menjalankan syariat agama, bukankah tindakan tersebut sudah mencerminkan bahwa seolah-olah negara sudah bermaksud untuk melangkahi otoritas yang dimiliki Tuhan?

Menjalankan ibadah agama adalah seharusnya didasarkan atas kebebasan tanpa ada unsur paksaan. Ibadah tanpa adanya kebebasan hanyalah ibadah yang kosong dan dibuat-buat. Ibadah haruslah lahir dari keinginan batin manusia itu sendiri dan bukan karena paksaan atau dari pihak luar.

Bukankah Tuhan sendiripun memberikan kebebasan kepada umat manusia untuk memeluk agama manapun dan menjalankan ibadahnya tanpa ada unsur paksaan? Karena itu memaksakan orang untuk menjalankan ibadah adalah sebuah tindakan yang sangat arogan dari seorang manusia seolah-olah dia sudah merasa menjadi Tuhan atas orang lain.

Namun sayangnya di negeri kita masih banyak orang-orang fanatik yang berpikir sempit dan tidak menghargai apa itu pluralisme baik dalam konteks agama, budaya, maupun bangsa. Sikap mereka yang begitu fanatik dan radikal cederung mendorong mereka untuk bersikap intoleran terhadap berbagai kemajemukan yang ada di negara kita.

Mereka yang terdiri dari kaum sektarian, fundamentalis, serta ekstremis cenderung untuk bersikap reaksioner, radikal, dan berbuat apa saja asalkan usulnya dipenuhi, termasuk idenya untuk mendirikan negara agama walaupun ide tersebut sudah tidak lagi up to date alias ketinggalan zaman.

Sebenarnya konsep tentang negara agama bukanlah barang baru. Di belahan Eropa saja pada abad pertengahan konsep negara agama pernah diterapkan begitu rupa. Batasan antara negara dengan Gereja begitu kabur sehingga kegiatan agama dan politik seringkali berbenturan dan tumpang tindih.

Kegiatan politik pada saat itu sering mendompleng nama Gereja dan Paus selaku pemimpin agama. Bahkan yang lebih parah ajaran agama seringkali dijadikan sebagai komoditas politik atau lahan bisnis bagi para penguasa, golongan bangsawan, dan pemuka Gereja. Penjualan surat indulgensi atau surat penebusan dosa menjadi cermin dari absurditas kegiatan agama karena ajaran agama dijadikan sebagai lahan bisnis oleh Gereja.

Perang Salib yang dikobarkan oleh para Paus untuk merebut Jerusalem dan kawasan Timur Tengah lainnya adalah hanya demi tujuan politik dari negara-negara Eropa untuk menguasai wilayah dan perdagangan dunia dan bukannya demi "misi suci" agama seperti yang didengungkan oleh Paus. Para Paus bahkan menjanjikan masuk surga bagi mereka yang mati "syahid" sewaktu Perang Salib berkecamuk.

Pauspun memiliki otoritas kepemerintahan yang lebih besar daripada otoritas raja atau penegak hukum pada masa itu. Paus dapat bertindak seolah-olah sebagai Tuhan dan memiliki hak untuk menghukum seseorang tanpa adanya proses pengadilan. Sebagai contoh, Galileo dihukum mati karena pandangannya yang dianggap menyesatkan dengan mengatakan bahwa bumilah yang justru mengitari matahari (heliosentris) dan bukan sebaliknya.

Bruno dihukum dengan dibakar hidup-hidup oleh Gereja karena pernyataannya dianggap menghina Gereja. Para cendekiawan seperti Copernicus, Descartes, Bacon, dll dikejar-kejar oleh Gereja karena karya-karya ilmiahnya dianggap oleh Gereja dapat membahayakan otoritas Gereja baik pada masa itu maupun pada masa yang akan datang. Namun untunglah, Eropa akhirnya "terbangun" dari keterpurukannya karena gerakan reformasi yang dilancarkan oleh Martin Luther dan para tokoh reformis lainnya di Eropa.

Dan akhirnya kita bisa lihat sendiri bahwa semenjak Eropa meninggalkan konsep negara agama dan memeluk konsep barunya yakni sekulerisme dan demokrasi, benua Eropa mengalam kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang pada saat itu bahkan hingga saat ini. Berbagai kemajuan baik dalam bidang ilmu pengetahuan, filsafat, seni, dan teknologi dapat diraih oleh benua Eropa dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama. Kini terlihatlah bahwa konsep negara sekuler dan demokratis lebih banyak manfaat dan kebaikannya daripada negara agama.

Sejarah sebenarnya telah membuktikan bahwa perjuangan untuk mewujudkan negara agama selalu membawa kesengsaraan bagi rakyatnya. Salah satu contoh yang paling konkret dan mudah dilihat untuk saat ini adalah negara Afghanistan. Negeri ini dikuasai oleh pemerintahan Taliban yang terkenal keras dan kejam. Di negeri ini hak-hak wanita sangat dikekang, akses informasi sangat dibatasi, peperangan setiap hari berkecamuk, teror bom di mana-mana, belum lagi ditambah dengan kemiskinan dan kemelaratan dari rakyatnya.

Tidak heran jika akhir-akhir ini berita tentang arus gelombang besar-besaran pengungsi Afghanistan sempat menghiasi berbagai surat kabar di dunia. Sungguh suatu kejadian yang sangat mengerikan dan mengenaskan. Dan karena berbagai "prestasi" dari negeri ini, maka negara Afghanistan dinobatkan sebagai salah satu dari negara-negara yang terburuk di dunia berdampingan dengan Aljazair, Sudan, Colombia, dan Korea Utara.

Yang menarik adalah bahwa adanya kesamaan dari negara-negara terburuk tersebut yakni pengkultusan ideologi oleh negara yang bersangkutan entah itu ideologi komunisme, fascisme atau agama, penindasan rakyat jelata, pemerintahan yang korup, kejam dan otoriter, serta tidak adanya demokrasi yang mengayomi kehidupan rakyatnya.

Menjadi negara agama sungguh lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. Jika mau bukti, cobalah kita lihat Iran.  Revolusi Islam yang dipimpin oleh Ayatollah Khomeini yang dilakukan pada tahun 1979 toh tidak bisa membawa Iran menjadi negara yang maju dan modern.

Revolusi Islam justru malah menyebabkan kemunduran dalam bidang ekonomi dan sosial. Dan lagi karena revolusi ini, Iran menjadi negara yang terisolasi karena sikapnya yang begitu anti terhadap barat dan anti kemajuan. Ketegangan-ketegangan sosial yang sangat ekstrim sering terjadi akibat aturan-aturan Islam kolot yang begitu ketat diterapkan.

Karena berbagai hal inilah maka pada akhirnya banyak dari rakyat Iran sendiri yang menjadi gerah dan jenuh dengan konsep negara agama yang kolot. Hal inilah yang menjadi pendorong bagi gerakan reformasi Islam di Iran. Melalui perjuangan reformasi, ideologi agama yang tadinya keras dan kolot sedikit demi sedikit mulai tergeser oleh prinsip-prinsip demokrasi yang mempunyai format pluralisme dan kerakyatan. Perlahan-lahan namun pasti gerakan reformasi Islam yang dipimpin oleh Mohammad Khatami mulai menunjukkan buahnya.

Selain Khatami, tokoh reformis lainnya dari kalangan Islam adalah Kemal Attaturk. Dia adalah seorang tokoh reformis Islam jempolan yang berhasil membawa negaranya yakni Turki menjadi negara yang demokratis, modern, dan makmur walaupun belum sehebat negara-negara lainnya di Eropa Barat. Dalam hal ini Kemal Attaturk telah bertindak dengan sangat bijaksana yakni telah berupaya untuk mewujudkan negaranya dengan mendasarkan konsepnya pada negara sekuler yang demokratis dan bukannya pada negara agama yang kolot.

Bangsa Indonesiapun sebenarnya tidak ketinggalan dalam hal ini. Seperti yang kita ketahui bahwa Bung Karno telah mendasarkan negara Indonesia pada paham kebangsaan dan bukannya pada agama tertentu adalah karena dia mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa. Begitu juga dengan Bung Hatta, walaupun dia adalah seorang Muslim yang sangat religius tetapi dia tetap menolak dan menghapus Piagam Jakarta dari Pembukaan UUD`45 adalah tidak lain demi kebaikan kita bersama sebagai bangsa yang besar.

Sayangnya segelintir orang-orang dari kelompok sektarian telah mencoba untuk mengkhinati perjuangan dari para pendiri bangsa kita yang terdahulu melalui ide usangnya untuk "menggolkan" Piagam Jakarta. Mereka, kelompok sektarian ini tergabung dalam gerakan-gerakan ekstrem keagamaan seperti laskar jihad, FPI, PPMI, dan sejumlah ormas Islam garis keras yang berkeinginan untuk mendirikan fascisme agama di Indonesia.

Kelompok sektarian ini sebenarnya cuma alat politik dengan meminjam instrumen agama sebagai senjatanya. Seperti yang kita ketahui bahwa demonstrasi-demonstrasi untuk mendukung Piagam Jakarta oleh kelompok sektarian digelar sewaktu Letter of Intent hendak ditandatangani di mana kemungkinan besar pemulihan kondisi ekonomi akan cepat terjadi jika masalah deal dengan LoI dapat terpenuhi walau tidak 100%.

Justru dengan adanya demonstrasi-demonstrasi tersebut dimaksudkan agar negara-negara donor yang notabene didominasi negara barat dapat dibuat "keder" dengan berbagai tampilan gerakan ekstrim keagamaan ini sehingga setidaknya kucuran dana bantuan dapat tertunda dan dengan sendirinya hal itu berarti kondisi ekonomi mengalami kesulitan untuk membaik.

Selain dengan maksud untuk menghambat pemulihan ekonomi, melalui demonstrasi Piagam Jakarta maka kelompok sektarian secara terbuka telah menyatakan "perang terbuka" terhadap Megawati sebagai Presiden RI wanita yang sah. Melalui isu agama yakni Piagam Jakarta maka mereka mencoba untuk menempelkan label bahwa presiden wanita adalah haram. Hal ini merupakan ancaman yang sangat serius bagi pemerintahan Megawai dan kubu PDIP.

Ada kabar juga bahwa FPIpun sebenarnya adalah ormas agama binaan militer yang semasa Panglima TNI dijabat oleh Jenderal Wiranto. Jadi dengan menimbang berbagai kemungkinan di atas, bisa saja perjuangan untuk Piagam Jakarta yang dilakukan oleh FPI dan kawan-kawan sarat dengan muatan politis. Hal ini juga menjadi jelas, jika kita mengaitkan gerakan mereka dengan ambisi Amien Rais untuk menjadi orang nomor satu di Indonesia.

Seperti yang kita ketahui bahwa pada mulanya sewaktu berdiri, PAN partai pimpinan Amien Rais ini mendasarkan konsep partainya bukan pada agama, tetapi mengapa akhir-akhir ini PAN menjelma menjadi partai yang berbasis pada fundamentalisme agama dan menentang pluralisme dengan ditandai adanya dukungan dari Amien Rais terhadap perjuangan Piagam Jakarta?

Kita harus mengakui kehebatan dari seorang Amien Rais bahwa Amien telah membuktikan bahwa pemerintahan yang tak disenangi bisa saja dijatuhkan, sebagaimana ia menjatuhkan Gus Dur yang semula didukungnya. Bisa saja dukungan Amien Rais kepada kelompok sektarian ini mungkin dijadikan sebaga momentum untuk menyingkirkan Mega secara halus dengan isu agama. Karena sebab-sebab inilah maka tidaklah heran jika negara kita berada dalam keadaan yang sangat bobrok.

Tetapi untunglah di tengah-tengah bangsa kita yang sudah bobrok, Tuhan masih mengaruniakan seorang figur semacam Gus Dur di tengah kita. Beberapa hari yang lalu Gus Dur secara resmi menegaskan bahwa PKB menolak Piagam Jakarta apapun alasannya. Gus Dur mengatakan dengan meminta Piagam Jakarta tersebut berarti telah melupakan apa yang telah dilakukan dengan susah payah oleh pemimpin bangsa terdahulu seperti almarhum Presiden Soekarno. Terutama mendirikan negara nasional yang tidak berdasarkan agama melainkan sanggup mengayomi semua orang.

Melalui pendirian dari seorang Gus Dur yang menentang Piagam Jakarta dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Gus Dur telah bertindak sangat arif dan berpikir maju ke depan. Dia tidak ingin hanya gara-gara masalah Piagam Jakarta konflik umat beragama dapat terjadi di mana ada satu pihak yang merasa sangat dirugikan.

Melalui sikapnya, Gus Dur telah mencontoh teladan Bung Karno dan Hatta yang sama-sama Muslim sejati. Bukankah kita mendirikan negara kita dengan dasar "semua untuk semua" seperti yang dicetuskan oleh Bung Karno dan bukannya hanya untuk satu golongan tertentu saja?

Karena itu segala upaya untuk memperjuangkan negara agama dengan "senjatanya" Piagam Jakarta oleh segelintir orang munafik yang fanatik sebenarnya secara tidak langsung adalah merupakan sebuah ancaman bagi paham kebangsaan kita yang sudah mapan dan terbukti ampuh dalam menggalang persatuan dan kesatuan bangsa kita.

Selain itu juga konsep negara agama adalah benar-benar merupakan sebuah ancaman bagi kehidupan demokrasi di negeri kita. Bukankah dengan menjadi negara agama, kita sebenarnya telah melangkah mundur dalam sejarah dan telah melukai perjuangan dari anak-anak bangsa kita dalam upayanya untuk menegakkan demokrasi dan menumbuhkan rasa kebangsaan di dalam dada? Karena itu jawaban saya untuk hal ini sudah jelas: Negara demokrasi, YES! Negara agama, NO! [MIL]

Received via email from: Alifuru67@yahoogroups.com

Copyright © 1999-2001  - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML pages designed and maintained by Alifuru67 * http://www.oocities.org/baguala67
Send your comments to alifuru67@egroups.com