|
|
Musibah New York dan Washington, Apa Pelajaran bagi Amerika dan Indonesia? Hilversum, Kamis 13 September 2001 08:15 WIB Intro: Sehari setelah Gedung WTC di New York dan Gedung Pentagon di Washington menjadi sasaran teror, banyak orang merenung. Pelajaran apa yang bisa diambil daripadanya. Pelajaran ini jelas penting bagi Amerika Serikat sendiri. Tetapi ternyata Indonesia juga bisa menarik pelajaran. Apa yang bisa dipelajari Indonesia? Koresponden Syahrir mengirim laporan berikut dari Jakarta: Habib Husein Al Habsyi, Presiden Ichwanul Muslimin Indonesia kemarin menyatakan belum tentu Osama Bin Laden merupakan dalang yang berada di belakang aksi penghancuran gedung-gedung World Trade Center dan Pentagon. Dalam keterangannya kepada Radio Nederland di Malang Jawa Timur, Habib Husein Al Habsyi yang pernah dituntut hukuman mati karena meledakkan sebagian Candi Borobudur itu, melihat Amerika hanya mencari kambing hitam saja. Menurut Habib asal Maluku itu, dewasa ini ada "sejuta" Osama Bin Laden di Timur Tengah. Musuh-musuh Amerika tambah hari tambah banyak di Timur Tengah karena ulah negara Paman Sam itu sendiri. Meski 99% negara-negara di dunia misalnya mengutuk Israel dalam suatu pengambilan suara, tetap saja Amerika akan membela Israel. Di PBB Amerika selalu menggunakan hak vetonya untuk mengalahkan Palestina. Rakyat Palestina sudah tidak tahu lagi harus mencari keadilan di mana. "Mereka sudah tidak punya daya lagi," katanya. Sebagian negara-negara Arab moderat pun sekarang sudah dikendalikan negara adikuasa itu. Meski pun demikian Habib Husein Al Habsyi menolak keras terrorisme dalam bentuk apa pun, apalagi jika rakyat tak berdosa yang menjadi korban. Ditinjau dari segi agama apa pun, apakah agama samawi atau agama biasa, terorisme tidak dapat ditolerir. Ia melihat di setiap agama ada kelompok-kelompok fundamentalis ekstrim. Mereka selalu berusaha memaksakan kehendak dengan cara-cara yang keras. Yang dikhawatirkannya sekarang, Amerika yang merasa malu karena kecolongan itu langsung menghukum sementara negara di Timur Tengah yang dijadikannya sebagai kambing hitam. Kalau pun para pelakunya benar-benar dari Timur Tengah, maka Habib melihatnya sebagai puncak kemarahan rakyat di wilayah itu. Ibarat hukum Archimedes, air yang sudah penuh akan tumpah jika ada benda yang dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air itu. Ironisnya setiap kali Palestina dituduh Amerika telah melakukan terorisme jika orang-orang Arab Palestina melakukan pembalasan. Tetapi jika Israel membunuh 7000 orang Palestina, Amerika tidak menuduh Israel melakukan aksi-aksi terror. Memang bagi sebagian ummat islam di Indonesia, tragedi di New York dan di Washington itu dianggap sebagai suatu pelajaran bagi Amerika. "Ternyata semut juga punya kemampuan," kata Habib Husein Alhabsyi. Orang-orang Timur Tengah mungkin membutuhkan waktu 500 tahun lebih sebelum bisa menciptakan senjata-senjata mutakhir seperti yang dimiliki Amerika saat ini. Tetapi ternyata dengan bersenjatakan sebilah pisau saja mereka bisa menghancurkan gedung WTC. Sementara itu, Habib Husein memperingatkan pemerintah Indonesia agar mewaspadai gerakan-gerakan agama yang ekstrim. Baik dari kalangan Islam mau pun Kristen. "Saya sendiri keras terhadap pihak ekstrim Kristen mau pun ekstrim Islam seperti Eggie Sudjana," katanya. Ia pun mengimbau pemerintahan Megawati agar betul-betul memperhatikan rakyat Aceh. Kalau tidak mereka pun bisa bersikap nekad seperti rakyat Palestina. "Meski sedikit tetapi tetap saja berbahaya," jelasnya. Saat ini Aceh menjadi proyeknya militer dan polisi, tambahnya. Diingatkannya, kelompok-kelompok kecil yang radikal bisa saja bergerak seperti yang dilakukan kelompok Black September atau September Aswad, dahulu. Padahal mereka itu tidak lebih dari 100 orang saja. Karena itu kalau Megawati tidak bersikap adil maka ia akan menerima konsekuensi seperti apa yang dirasakan Amerika. Peristiwa di Amerika itu bisa saja ditiru Lasykar Jihad mau pun Mujahidin. "Karena itu pemerintah harus bisa mengakomidir mereka," kata Habib Husein Alhabsyi. Hendropriyono, ketua BIN harus mendekati mereka. Dan bukannya mengadudomba mereka sebagaimana terjadi saat ini, katanya. Mega harus bisa memberi jatah bukan hanya kepada kelompok-kelompok agama tetapi juga kepada kelompok-kelompok buruh dan lain-lain. Janganlah Megawati mengikuti jejak Gus Dur yang menyepelekan kekuatan-kekuatan radikal di masyarakat, jelasnya. Sehubungan dengan perkembangan di Amerika Serikat, apa pandangan tokoh PPMI Eggi Sudjana? Pemimpin pekerja muslim ekstrim ini mengatakan, ditinjau dari dimensi kemanusiaan maka terorisme semacam itu tidak dapat dibenarkan. Orang-orang sipil yang dijadikan sasaran itu tidak tahu permasalahannya. Namun ini dapat pula dianggap sebagai konsekuensi logis, bahwa rakyat Amerika tidak peduli dengan langkah terorisme pemerintahnya terhadap rakyat Libya dan Irak di waktu lampau. Kedua negara itu pernah dibom tentara Amerika tanpa kritik atau protes dari rakyat Amerika. Padahal Amerika terkenal dengan pola demokrasinya dan kepekaannya atas pelanggaran-pelangaran HAM di dunia. Salah satu pendiri Lasykar Jihad Ahlul Sunnah Wal Jamaah ini juga melihat Amerika Serikat yang cenderung menjadi polisi dunia itu dan suka membom negara-negara kecil, sekarang mendapat pelajaran yang pahit. Karena itu untuk selanjutnya Amerika harus belajar untuk lebih memperhatikan pandangan bangsa-bangsa lemah yang berbeda pendapat dengan negara yang sangat berkuasa ini. Rani Yunsih, mubaligh asal Kaimantan Barat, yang selama belasan tahun pernah ditahan pemerintahan Soeharto, atas pertanyaan Radio Nederland berharap mudah-mudahan kejadian ini menjadi peringatan bagi Amerika Serikat. Tanpa teknologi yang tinggi-tinggi, hanya dengan menggunakan otak, lawan-lawan Amerika bisa mempermalukan negara super moderen ini. Seorang ustadz berkata, "Amerika lupa bahwa merekalah dengan dalih anti komunis dan anti teroris telah melatih ratusan perwira Amerika Latin dan Asia di sekolah anti terror di Amerika. Mereka diberi pelajaran membunuh, menculik, membajak pesawat dan membuat bom." Tetapi dalam prakteknya perwira-perwira inilah yang justru telah melakukan aktivitas terorisme di negara masing-masing termasuk di Indonesia semasa Soeharto. "Bukan mustahil pula bahwa para teroris di Amerika itu pernah dilatih tentara Amerika sendiri dan kini karena kecewa berbalik terhadap majikannya itu," katanya.
|