Benarkah laskar Mujahidin Kompak Maluku Tidak
Terlibat Pemboman Gereja Petra?
Hilversum, Kamis 15 November 2001 06:00 WIB
Laskar Mujahidin Kompak Maluku akhirnya merasa perlu
menyurati Kapolda Metro Jaya meminta agar kasus
peledakan bom di Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB)
Petra, Koja, Jakarta Utara, Jumat lalu diusut tuntas.
Menurut Kepala Polda Metro Jaya Irjen Sofjan Jacoeb di
Jakarta, Laskar Mujahidin merasa perlu menyurati Kapolda
karena dua pelaku pelempar bom, yakni Wahyu Handoko
(20) dan Ujang Haris (17) mengaku anak buah seorang
bernama Abu Dzar dari kelompok Mujahidin Kompak di
Ambon. Sementara itu, dalam penjelasannya beberapa
waktu lalu, Kapolda menyatakan Abu Dzar sendiri sudah
mati tertembak tahun lalu. Kapolda Sofjan sendiri mengaku
tidak terima begitu saja keterangan mereka. Kami
berusaha menghubungi kelompok Mujahidin Kompak Maluku
namun tidak berhasil, dan kelompok laskar jihad Maluku
pun tidak bersedia memberikan keterangan, sehingga
beberapa kemungkinan pelaku serangan gereja Petra, kami
hanya peroleh dari kalangan gereja protestan Maluku.
Berikut keterangan Sam Waileruni, pengacara gereja
protestan Ambon.
Sam Waileruni [SW]: Sebagai kelompok yang melakukan
berbagai bentuk penyerangan, pembantaian dan lain
sebagainya itu sudah tidak lagi menjadi rahasia. Khusus
untuk di Maluku. Dan itu terus-menerus mereka lakukan.
Kehadiran mereka juga melampaui batas-batas
kewenangan hukum yang berlaku. Artinya hukum seakan
tidak menyentuh kehadiran mereka dan perbuatan mereka.
Itu masalahnya.
Radio Nederland [RN]: Kalau kita kembali kepada surat
tadi yang ditujukan kepada Kapolda, artinya surat ini
kan bisa juga berarti, bukan kami tetapi mungkin
sesama kelompok Kristen yang melakukan kericuhan
begitu. Bagaimana dengan kemungkinan kenafsiran ini?
SW: Itu sangat tidak bermoral sekali. Itu lempar batu
sembunyi tangan. Tidak etis kepada teman-teman
mujahidin. Tidak etis sekali.
RN: Jadi dalam berita itu kan pendeta Akuen itu
memberi kesaksian tentang konflik di Maluku. Dan pada
waktu itulah mereka diserang. Jadi menurut anda,
memang bukan dari kalangan protestan sendiri yang
menyerang ini?
SW: Tidak, tidak. Tidak mungkin. Jadi begini, kalau
peristiwa pada hari penyerangan Gereja Petra di Jakarta
Utara itu bersamaan juga dengan yang terjadi di Sulawesi.
Dan juga yang terjadi di Ambon. Jadi pada waktu yang
sama. Di Ambon kebetulan ini belum sampai meledak,
terjadi korban pada pihak kristen. Tetapi pembawa bom itu,
di tengah perjalanan, bom sudah meledak akhirnya yang
membawa itu sendiri yang meninggal. Dia kebetulan
kelompok anggota TNI dari Kodam 16 Patimura. Tapi
kelihatannya bahwa mujahidin kompak ini, mereka ada
benang merahnya dengan kelompok-kelompok dalam tubuh
TNI Angkatan Darat.
RN: Anda lihat ini memang ada kaitan antara kelompok
mujahidin kompak dengan TNI Angkatan Darat, juga
dalam kasus penyerangan Gereja Petra?
SW: Kelompok TNI Angkatan Darat, saya tidak bisa bilang
instansi TNI Angkatan Darat secara keseluruhan. Tapi saya
bilang kelompok TNI Angkatan Darat.
RN: Juga dalam kasus penyerangan Gereja Petra?
SW: Penyerangan Gereja Petra itu, mereka itu sama pasti,
karena pada waktu yang sama, Gereja Petra Ujung Pandang
dan di Ambon. Itu pasti kan ada satu benang merah itu.
Demikian Sam Waileruni, pengacara gereja protestan
Ambon.
© Hak cipta 2001 Radio Nederland Wereldomroep
|