|
|
Teror Adalah Produk Penindasan dan Dukungan Terhadap Bin Laden di Indonesia Ada Faktor Sukunya Hilversum, Jumat 28 September 2001 08:00 WIB Kelompok radikal di Indonesia yang bersimpati kepada Usama bin Laden, kebanyakan terdiri dari para habib yang berasal dari Arab. Jadi masalah dukungan terhadap jutawan Saudi ini juga tidak lepas dari masalah suku. Demikian tegas Arbi Sanit kepada Radio Nederland menanggapi maraknya kelompok radikal Islam di Indonesia menentang tekad Amerika untuk memburu Usama bin Laden karena dituduh sebagai otak serangan terorisme di Amerika dua minggu lalu. Menurut pakar Sospol tadi kelompok radikal Islam di Indonesia sebenarnya kecil saja tetapi bisa saja banyak meraih dukungan berkat opini publik. Arbi Sanit [AS] : Sebenarnya kalau intinya kecil, tetapi masalahnya itu kesempatannya den gelombang publik opini yang dibangunnya karena tidak berani orang melawan mereka secara terang-terangan, karena menyangkut soal agama dan takut nanti takut akan menjadi isu agama maka mereka mendapat kemenangan untuk membangun publik opini. Dan kalau mereka itu tidak ada lawannya, dan tidak ada yang berani mengatakan bahwa mereka salah, maka mereka menguasai publik opini akhirnya mendapat dukungan yang lebih luas. Radio Nederland [RN] : Ya anda sudah menyebut kata lawan. Jadi apakah ada pihak lain dari golongan islam sendiri yang moderat tetapi cukup kuat begitu? AS : Ya ada golongan islam tradisional tidak setuju dengan mereka, golongan NU (Nahdatul Ulama) misalnya, nah itu nggak setuju. Ini kan boleh dikata ya , kalau saya menganalisanya, ini kan lebih banyak dari golongan yang di Indonesia itu adalah habib-habib yang sebenarnya asalnya sama dengan Bin Laden itu. Jadi ini ada soal suku ada di sini soal ras. Agama adalah soal legitimasi jadi sama saja dengan persoalan Sampit, soal Ambon, sebenarnya persoalannya kan persoalan suku, persaingan suku, ketidakpuasan suku atau menyelamatkan suku atau memperbesarkan pengaruh suku tapi agama dipakai sebagai selimut. RN : Trus ini saya baca Pak Arbi bahwa ada seorang yang bernama Al Khaidar saya sendiri ndak tahun mungkin anda tahu, yang menyebut sebenarnya Bin Laden itu dulu pernah beberapa kali ke Indonesia? AS : Itu kemungkinannya ada saja kan, Indonesia terbuka apalagi di sini orang Islam dan banyak orang dari Timur Tengah bolak-balik kan ke sini. Sampai sekarangpun hubungan masyarakat Islam Indonesia dengan masyarakat Afghanistan itu amat erat. Pendatang gelap juga banyak sekarang. RN : Hubungan tradisional karena memang sama-sama Islam, begitu ya? AS : Ya sama-sama Islam, solidaritas islam. RN : Tapi masalahnya sekarang menjadi menjelimet karena ada masalah terorisme ini. Jadi kita tidak tahu mana yang katakan terorisme, mana yang tidak begitu? AS : Memang ada upaya kelihatannya gitu dari gerakan radikal itu untuk menyarukan terorisme dan membangun solidaritas islam. Nah padahal Amerika dan juga pemerintah Megawati tampaknya mau membangun anti terorisme. Nah yang menjadi persoalan adalah kaitan teror dengan orang Islam itu hampir tak ada jaraknya tidak ada dindingnya. Kebanyakan yang melakukan teror itu orang-orang Islam, begitu maksudnya toh. Menjadi mudah dimanipulasi, begitulah. RN : Ya nah itu saya mau berbicara soal manipulasi, apakah jelas juga bagi mereka katakanlah saudara-saudara yang radikal itu bahwa sebenarnya pemerintah di barat dan juga Bush sendiri itu membedakan antara teroris dengan orang Islam dan orang Arab begitu. AS : Saya kira banyak orang Islam, di Indonesia, ya teror dirasa sebagai sesuatu hal yang harus dikerjakan. Karena apa, karena ukurannya kan Afghanistan pernah dijajah oleh Rusia, ukurannya adalah Palestina yang dijajah oleh Yahudi, dibantu oleh negara-negara barat. Jadi adalah masalah Islam yang lemah baik di Timur Tengah maupun di Afghanistan ataupun di tempat lain, yang selama ini tertindas perlu melakukan sesuatu yang keras, begitu. Jadi teror itu kan product dari orang-orang tertindas yang mau menang, kan gitu. Tapi tertindas tetapi mau menang, maka dilakukan kegiatan teror. Ya jadi barangkali banyak orang di Indonesia terutama yang radikal itu tidak begitu mempersoalkan, itu kan teror itu kan akibat dari penghinaan kepada Islam, kan begitu. RN : Ya jadi kalau begitu teror memang dianggap sebagai suatu cara berjuang ya? AS : Iya, dari pihak yang lemah untuk melawan yang kuat. RN : Yang jadi masalah itu adalah ekses-nya ya seperti yang terjadi di Amerika baru baru ini, sehingga banyak warga tidak berdosa meninggal dunia? AS : Ya memang orang Islam juga kan menyadari bahwa damai tanpa kekerasan, nah tetapi dia lupa juga apabila dia melawan penindasan, penghinaan boleh memakai kekerasan. Nah masalahnya juga kekerasan pada siapa?, yang menindas atau yang tidak terlibat dalam menindas. Kalau dilihat secara individual banyak orang tidak berdosa kenam, kan begitu pemikirannya. Tetapi kalau dilihat secara sistematik, lah kan orang yang tidak berdosa itu kan yang membiayai kapitalisme Israel atau kapitalisme Amerika, kan begitu katanya. Demikian pakar Sospol, Arbi Sanit. © Hak cipta 2001 Radio Nederland Wereldomroep
|