|
|
Sabtu, 15/9/2001, 19:13 WIB satunet.com - Sejak pecah tragedi di World Trade Center dan Pentagon, mayoritas Kedubes AS mendapat penjagaan ketat, tak terkecuali di Jakarta. Tapi, betulkah kantor Jakarta juga menjadi sasaran teroris? Terlepas dari kebenarannya, kewaspadaan memang patut ditingkatkan semenjak kasus yang menggemparkan itu pecah. Ada beberapa parameter yang mengharuskan langkah itu, antara lain meningkatnya tindakan ekstrim yang ditandai dengan pemboman, seperti terjadi di Jakarta, Medan, dan pertikaian di Ambon.Apakah tindakan pemboman di Jakarta beberapa waktu lalu, dan kasus di Ambon, terkait dengan Osama bin Laden? Terlalu cepat untuk mengiyakannya. Memang, secara kebetulan (?), Polri kini telah menangkap dan menahan Taufik alias Dani, warga Malaysia yang pernah mendapat pelatihan militer di Afghhanistan dan datang ke Ambon bersama kawan-kawannya dengan misi jihad. Tapi, tentu terlalu sederhana kalau langsung menyimpulkan kelompoknya sebagai salah satu tentakel Osama bin Laden, yang dari waktu-kewaktu oleh Barat menjadi tempat jari ditudingkan atas tindakan teror. Apakah beberapa indikator itu menjadi pertimbangan pihak keamanan Indonesia untuk meningkatkan pengamanan Kedubes AS pasca terorisme di AS pekan ini? Pihak Kedubes AS mengakui tidak memiliki informasi apakah fasilitas atau warga AS di Indonesia akan menjadi sasaran dalam kaitannya dengan serangan di WTC dan pentagon itu. Namun pemerintah AS telah menerima informasi bahwa unsur ektremis mungkin berencana membidik kepentingan AS di Indonesia, terutama fasilitas pemerintah AS dan mungkin sasaran mencakup pula tamu dan kelompok orang dari AS. Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Sofjan Jacoeb menjelaskan, secara khusus Polda menurunkan 1 ssk (satuan setingkat kompi) untuk mengamankan kedubes AS, dan rumah Dubes AS di Jl Diponegoro. Pengamanan serupa, diklaim juga diberikan kepada kedubes lain. Tapi, ia membantah pengamanan seperti itu dilakukan atas permintaan kedubes AS. Hal itu merupakan inisiatif Polda untuk mencegah kemungkinan serangan serupa. Sumber diplomat Barat yang dikutip Los Angeles Times, menyatakan mereka mengetahui bahwa kelompok Al-Qaeda juga ada di Indonesia. "Saya pikir mereka melihat kesempatan nyata di negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, tempat yang kini belum efektif dikontrol," kata seorang diplomat. Indonesia, sekali pun penduduk Muslimnya terbesar di dunia, bukanlah negara Islam. Sekalipun belakangan muncul ide untuk memasukkan kembali tujuh kata di piagam Jakarta ke dalam UUD 45 dari sejumlah pihak, namun kalangan MPR banyak yang menolaknya. PDI Perjuangan dan Golkar, jelas-jelas menolaknya. Kedua partai terbesar itu bersikap 'koservatif' untuk tetap menjaga pembukaan UUD 45. AF Fatwa, tokoh Muslim yang dipenjarakan semasa pemerintahan Soeharto, dan kini menjadi salah satu pimpinan PAN, bahkan menekankan implementasi Piagam Jakarta lebih ke UU, bukan di konstitusi. Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia, juga menolak Piagam Jakarta dimasukkan ke konstitusi saat MPR mengamandemen. Keduanya menyatakan, masalah Piagam Jakarta sudah final. Lalu, apakah isu Piagam Jakarta menjadi bagian agenda kelompok militan Islam? Waktulah yang akan menjawabnya. Apalagi kalau dicoba-coba dihubungkan dengan Osama bin Laden. Setelah Filipina [di wilayah selatan] dan Indonesia [dengan GAM misalnya], Malaysia juga mulai mencium munculnya kelompok radikal Islam dalam apa yang disebut sebagai Kumpulan Militan Malaysia [KMM]. Menhan Malaysia Najib Tun Razak dalam pertemuannya dengan Menteri Senior Lee Kuan Yew, belum lama ini membeberkan ancaman KMM. Malaysia kini tengah berupaya membendung para aktivis gerakan itu. Seperti pernah diberitakan, awal Agustus lalu Malaysia menangkap dan menahan 10 orang aktivis KMM dengan tuduhan pelanggaran UU Keselamatan Dalam Negeri [ISA]. Sementara itu warga Malaysia, Taufik Abdul Halim, 26, juag ditahan Polda Metro Jaya karena terkait dengan kasus peledakan bom di dua buah gereja dan kompleks pertokoan Atrium Senen. Pihak berwenang Malaysia mensinyalir Taufik sebagai anggota KMM. PM Mahathir Mohamad dalam sebuah pernyataannya belum lama ini menyebutkan, KMM menginginkan sebuah negara Islam melalui penyatuan tiga negara --- Malaysia, Indonesia dan Filipina. Lee sendiri melihat munculnya kelompok militan Islam sebagai fenomena yang terjadi di seluruh dunia. Adakah itu semua dalam agenda Osama? Sekali lagi, waktu yang akan menjawabnya. [anr]
|