|
|
Suara Pembaruan, Selasa, 24/10/01 Produk Indonesia di AS Terancam Pemboikotan Kalau Benar-benar Tak Ada Order, Terpaksa Karyawan Dikurangi JAKARTA - Produk Indonesia termasuk tekstil dan produk tekstil (TPT) terancam pemboikotan oleh konsumen di Amerika Serikat (AS) menyusul aksi sweeping dan anjuran pemboikotan produk AS di Indonesia. Demikian dikatakan Direktur PT Karwell Indonesia Tbk Bundani Karlan di Jakarta, Selasa (23/10). Menurut Bundani, sekalipun hal tersebut belum terjadi, ancaman ini perlu ditanggapi secara serius karena kalau sampai produk Indonesia diboikot oleh konsumen di AS, seluruh produk Indonesia tak akan bisa masuk ke pasar AS. "Jika ini terjadi, kita akan mengalami kerugian yang cukup besar, produksi menurun, dan pemutusan hubungan kerja (PHK) tak mungkin bisa ditahan lagi. Di sisi lain, untuk memulihkan kepercayaan pasar dan konsumen itu perlu waktu yang panjang dan lama,'' katanya. Ia mengatakan, sampai saat ini, AS masih merupakan pasar utama ekspor Indonesia, terutama dari sektor TPT. "Karwell sendiri mengekspor ke AS sekitar 90 persen dan hanya 10 persen yang diekspor ke Eropa,'' ujarnya. Menjawab pertanyaan mengenai order untuk tahun depan, ia mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum mendapatkan pesanan untuk tahun depan. Padahal, biasanya order dilakukan enam bulan di depan. "Untuk bulan Januari saja belum ada order baru. Jadi, untuk tahun depan kita hanya akan menyelesaikan order lama saja. Kalau nanti benar-benar tak ada order, terpaksa kita harus mengurangi karyawan,'' tuturnya. Dalam kesempatan tersebut, Bundani membantah Kuota Tetap Tekstil dan Produk Tekstil (KTTPT) yang dimilikinya dicabut oleh Depperindag. "Sampai saat ini, tidak ada pencabutan kuota tetap. Yang ada adalah pemblokiran kuota berdasarkan surat dari Depperindag yang ditandatangani Direktur Ekspor Komoditi Industri, Alexander Barus,'' paparnya. Dalam surat tersebut disebutkan, atas temuan lapangan yang dilakukan oleh PT Sucofindo, PT Narisa dan PT Karintex Busana Pratama (grup Karwell) dianggap tidak laik mendapatkan kuota tetap TPT karena PT Narisa hanya memiliki peralatan cutting sehingga realisasi produksinya bukan merupakan hasil produksi sendiri. Sedangkan Karintex dianggap tidak memiliki fasilitas produksi. Barang Ekspor Menanggapi hal tersebut, Bundani menjelaskan, PT Narisa sampai saat ini masih memproduksi barang dengan tujuan ekspor. Fasilitas yang dimiliki Narisa adalah gudang bahan baku dan aksesori, tiga unit mesin inspeksi kain, sample room dan 15 unit mesin jahit, 30 unit mesin cutting, dua unit mesin bordir, serta tiga unit mesin marker dengan karyawan sebanyak 250 orang. "Memang, untuk penjahitannya kami subkontrakan ke beberapa perusahaan besar dan kecil. Tetapi desain, bahan, dan pemotongannya dilakukan di Narisa,'' ujarnya. Sedangkan Karintex saat ini memang belum beroperasi lagi setelah terbakar lima tahun lalu. "Untuk sementara, 600 karyawan Karintex kita pindahkan ke pabrik Karwell yang dekat dengan Karintex di Tambun, Bekasi,'' jelasnya. Dikatakan, sesuai dengan Keputusan Menteri, kuota yang tak dapat direalisasikan sendiri ekspornya dapat digunakan untuk mengekspor kategori atau grup TPT milik Eksportir Terdaftar TPT lain (atas nama/under name). "Jadi, masalah ini perlu klarifikasi lebih lanjut dari Depperindag,'' katanya. (N-3)
|