The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

DEWA


DEWA, 16 May 2006

Pembuatan Api Obor Pattimura di Gunung Saniri Hanya 30 Detik

Ambon, Dewa - Tanggal 15 Mei, biasanya diperingati masyarakat Maluku sebagai Hari Pattimura. Sejarah menuliskan bahwa pada tanggal 15 Mei diperingati mengenang jasa pahlawan Maluku Thomas Patimura yang berjuang melawan dan mengusir penjajah dari bumi Maluku, pada tanggal 15 Mei 1817. Perayaan ini biasanya ditandai dengan obor yang menurut orang tua-tua berfungsi untuk membakar semangat perjuangan Pattimura.

Pada tanggal 14 Mei 1817, Thomas Matulessy yang diberi gelar Kapitan Pattimura melakukan musyawarah besar (saniri-Red) dengan semua kapitan dari Pulau Ambon, Seram, Saparua, Haruku dan Nusalaut, guna menyusun strategi mengusir Belanda dari Maluku. Pertemuan itu dilakukan di sebuah gunung yang terletak di petuanan Negeri Tuhaha, Kecamatan Saparua, Maluku Tengah. Dan, gunung itu kini diberi nama Gunung Saniri. Menurut keterangan Ketua Adat Negeri Tuhaha, Max Aipassa, pertemuan itu sengaja dilakukan di Gunung Saniri supaya tidak didengar oleh orang. Oleh sebab itu, setiap tanggal 14 Mei dilakukan proses pembakaran obor Pattimura di gunung Saniri, dan obor tersebut hanya bisa dibakar oleh anak adat Negeri Tuhaha.

Aipassa menjelaskan, sebelum ke Gunung Saniri, tua-tua adat dari Negeri Tuhaha berkumpul di rumah tua, yang kebetulan rumah tua itu miliknya. Sebelum ke gunung Saniri, anak-anak adat sudah mempersiapkan alat-alat untuk membuat apinya, yakni bambu kering. Selain itu, ada juga sirih, pinang, tembakau dan minuman berupa sopi yang disajikan didalam bambu, sebagai pelengkap (semacam santap bersama dengan leluhur).

Menuju Bailoe Tuhaha

Setelah anak-anak Negeri berkumpul di rumah tua, dengan tarian Cakalele, rombongan adat langsung menuju Rumah Adat (Baileo-Red) Negeri Tuhaha. Rombongan Cakalele mengelilingi Baileo sebanyak tiga kali, kemudian masuk melalui pintu belakang, dan keluar melalui pintu depan. Rombongan kemudian adat menuju Gunung Saniri. Camat dan Muspika, serta tokoh-tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat se Kecamatan Saparua sudah menunggu kedatangan rombongan adat Negeri Tuhaha di Gunung Saniri. Setelah tiba di Gunung Saniri, rombongan adat memasuki lokasi yang sudah dipagari untuk proses pembuatan api. Sebelum pembuatan api, imam dari Negeri Sirisori Islam membawakan doa secara Islam dan pendeta Ihamahu secara Kristen.

Hanya 30 Detik

Setelah pembacaan doa, acara pun dilanjutkan dengan proses pembuatan api yang dilakukan anak-anak adat Negeri Tuhaha. Menariknya, proses pembuatan api yang dilakukan dengan menggesek bambu kering hanya berjalan sekitar 30 detik, yang dimulai dengan keluar asap dan disusul dengan api. Para tua adat pun membakar lampu lantera yang sudah disiapkan dilanjutkan dengan pembakaran obor Patimura oleh Raja Tuhaha, Albert Tanalepi. Setelah obor dibakar, rombongan adat dan ribuan masyarakat Saparua yang ikut menyaksikan proses pembuatan api tersebut langsung diserahkan kepada Raja Itawaka, Adolf Sahetapy untuk dibawa ke Saparua, dengan estafet.

Sebelum obor Pattimura masuk ke Lapangan Merdeka Saparua, Obor diserahkan kepada Raja Saparua, Yop Titaley di depan Bailoe Saparua, dan kemudian dilanjutkan ke Lapangan Saparua, yang terletak di depan Benteng Duuerstede. Ketika tiba di lapangan, obor yang dibawakan Raja Saparua, Yop Titaley, langsung diserahkan kepada pemerintah Kabupaten Maluku Tengah yang diwakili Camat Saparua, Ferry Siahaya, BA. Seketika Siahaya pun langsung membakar obor induk di Saparua disaksikan masyarakat Saparua, sebelum dilarikan ke Kota Ambon.

Obor pun diberikan kepada atlit asal Saparua dan dilarikan ke monumen Pattimura yang terletak di Pantai Waisisil, tempat dimana Thomas Matulessy, Said Perintah, Anthony Reebok dan Christina Marta Tiahahu berjuang melawan Belanda. Para atlit pun kembali membawa obor secara estafet menuju Negeri Haria untuk selanjutnya dilakukan upacara adat untuk pelepasan obor ke Kota Ambon oleh 14 raja yang ada di Kecamatan Saparua. Sebelum obor tiba di Haria, para atlit asal Porto membawa obor mengelili SD Negei 1 Porto sebanyak tiga kali, karena pada zaman Belanda tempat yang saat ini didirikan SD Neg 1 tersebut adalah Benteng Delev, milik Belanda. Di tempat inilah, Thomas Pattimura dan teman-temannya berhasil mengusir Belanda keluar.

Obor pun kemudian di larikan ke Negeri Haria oleh atlit asal Porto, dan sebelum memasuki Haria, rombongan Cakalele sudah siap menjemput obor. Obor pun dibawa sampai ke Bailoeo Haria diiringi dengan tarian Cakalele yang dilakukan anak-anak adat Haria. Sebelum menuju Baileo Haria, obor sempat masuk di rumah tua marga Matulessy di Haria dan dilanjutkan ke Baileo yang dijemput dengan tarian obor oleh putri-putri Haria.

Pelepasan Obor

Proses adat pun berlangsung di Baileo Haria yang dihadiri oleh 14 Raja di Saparua beserta Muspika (Raja Kulor dan Pia tidak hadir). Obor diserahkan para atlit kepada Raja Haria Y.M.Manuhutu, di Baileo Haria, dilanjutkan dengan pembacaan 17 ponit keberatan warga Saparua pada zaman Belanda, tahun 1817. Setelah itu, dilanjutkan dengan acara penyerahan obor di pelabuhan Haris dari Camat Saparua, Ferry Siahaya, BA kepada Pemerintah Kota Ambon, yang diwakili Camat Nusaniwe, Isak Batjeran, untuk diteruskan ke Kota Ambon dengan menggunakan KM Los Angles. Muspida beserta warga Tulehu dan sekitarnya sudah tidak sabar menunggu kedatangan obor Pattimura, untuk dibawa ke Lapangan Merdeka Ambon dan diserahkan ke gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu dan kemudian dilakukan upacara memperigati Hari Pattimura. [D2W].


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/batoegajah
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044