GATRA, Kamis, 15 Juni 2006
Mendorong Papua Menentukan Diri Sendiri
Senator yang satu ini paling bersemangat mendukung pemberian visa kepada 42
pencari suaka WNI asal Papua. Dialah Kerry Nettle. Selain itu, juru bicara imigrasi
untuk Partai Hijau ini juga menyokong upaya rakyat Papua untuk menentukan nasib
sendiri. Berikut petikan percakapan Ida Palaloi Suhadji dari Gatra dengan Kerry:
Ceritakan dukungan Anda kepada 43 peminta suaka?
Partai Hijau (Green Party)! telah lama terlibat dalam isu Papua. Keterlibatan saya
adalah menyokong kebijakan partai yang mendukung peminta suaka dari Papua
Barat ke Australia.
Anda mendukung Papua merdeka?
Saya mendukung upaya penentuan diri sendiri (self determination) masyarakat
Papua. Ini berbeda dengan saya mendukung kemerdekaan. Dengan demikian,
mereka dapat kembali ke negaranya.
Gerard Henderson, Direktur Eksekutif Institute Sydney di Sydney Morning Herald (4
Juni 2006), mengatakan bahwa kebijakan luar negeri Australia tidak dipegang Partai
Hijau. Komentar Anda?
Saya tidak baca artikel itu. Alangkah lucunya kalau dibilang kebijakan politik luar
negeri Australia tidak dikendalikan oleh Partai Hijau (Kerry tertawa). Akan berbeda
sekali kalau partai kami tidak terlibat di dalamnya.
Posisi Anda dan partai?
Jika dalam waktu panjang tidak ingin berurusan dengan pencari suaka dari Papua
Barat, Australia harus mampu terlibat dalam dialog yang tulus dengan Pemerintah
Indonesia dan dapat mengubah situasi di Papua. Jadi, mereka tidak perlu pergi dari
tanah kelahiran mereka.
Anda merasa perlu ada dialog untuk menyelesaikan masalah itu?
Satu hal yang selama ini diinginkan orang Papua adalah dialog dengan Pemerintah
Indonesia. Untuk ini, dibutuhkan beberapa anggota masyarakat internasional, seperti
yang dilakukan GAM beberapa waktu lalu.
Tapi, Indonesia tidak mau berdialog dengan materi kemerdekaan?
Harus ada dialog. Sesuatu telah disepakati oleh Pemerintah Indonesia dan Australia
terhadap apa yang terjadi pada 1968-1969 tentang act of free choice yang dilakukan
tidak bebas dan tidak fair. Sekitar 1.025 orang Papua dipaksa oleh Pemerintah
Indonesia. Jadi, saya kira, keputusan act of free choice itu tidak akurat untuk
memperlihatkan suara sebenarnya rakyat Papua.
Itu sudah lama terjadi dan semua mengakui sah?
Peristiwa itu sudah sangat lama terjadi dan itu salah. Karena itu, kini kami
mendorong dunia internasional seperti PBB untuk melihat kembali keabsahan act of
free choice itu. Kami tidak meminta Indonesia melakukannya tetapi PBB yang
melakukan review itu.
Sudah terjadi?
Belum. Saya kira, kami berhak meminta Pemerintah Australia dan masyarakat
inernasional mengangkat hal itu. Seperti black caucus di Amerika. Mereka sudah
lama meminta keabsahan act of free choice itu dikaji ulang.
Apakah Pemerintah Australia juga bersalah dengan mengakui act of free choice?
Jelas sekali. Saya kira, masyarakat internasional juga bersalah, termasuk PBB. Itu
sebabnya, kami fokus melakukan kampanye tentang act of free choice kepada PBB
untuk dikaji ulang. Dari PBB ini kami harapkan absah tidaknya act of free choice itu.
Siapa yang harus melakukan inisiatif?
Saya kira, seharusnya Sidang Umum PBB. Tetapi Sidang Umum PBB itu baru terjadi
jika sejumlah negara yang mewakilinya mendukung proposal untuk mengkaji ulang
hasil act of free choice. Jadi, sudah banyak kampanye yang dilakukan untuk isu ini.
Dan saya punya komitmen berkampanye untuk melakukan kaji ulang atas pemilihan
di Papua tahun 1969.
Copyright © 2002-04 Gatra.com.
|