GATRA, Kamis, 15 Juni 2006
Aneka Ragam Laskar Jalanan
Front Pembela Islam (FPI)
Tidak Kebal Hukum
Deklarasi: 17 Agustus 1998
Markas: Jalan Petamburan III Nomor 83, Jakarta Pusat
Klaim jumlah anggota: 15 juta simpatisan
Syarat keanggotaan: Ahlul Sunnah Wal-Jamaah
Donasi: Swadaya dan donatur tidak tetap
Ketua Umum: Al-Habib Muhammad Rizieq bin Husein Syihab
Sebagai organisasi, umur Front Pembela Islam (FPI) bisa dibilang masih
kanak-kanak. Namun gemanya lebih nyaring ketimbang gerakan Islam lain yang lebih
tua. Berulang kali FPI menyita perhatian publik dan menyesaki pemberitaan media
pers. Perkumpulan ini bahkan telah menyandang predikat khas: gerakan antimaksiat.
Memang ada pula yang mencapnya sebagai kaum anarkis.
Dari sebuah tablig akbar di Pesantren Al-Um, Kampung Utan, Ciputat, selatan
Jakarta, FPI dideklarasikan oleh belasan habib, kiai, mubalig, dan ratusan santri dari
seantero Jabotabek. Hadirnya FPI adalah bagian dari apa yang populer disebut
"ledakan partisipasi" dalam era reformasi. Saat elemen masyarakat lain menyerukan
reformasi politik, ekonomi, atau hukum, FPI mengumandangkan reformasi moral.
"Krisis bangsa ini berpangkal pada krisis moral," kata Ketua Umum FPI, Habib
Rizieq.
Habitat Jakarta yang sarat tempat maksiat memberikan suntikan spirit tersendiri bagi
aksi-aksi FPI. Menurut Rizieq, FPI muncul sebagai respons spontan dari umat Islam
yang prihatin terhadap maksiat di sekitarnya. Sejumlah aksi FPI seringkali memang
harus berhadapan dengan kelompok-kelompok masyarakat yang menentang
aksi-aksi mereka. Apalagi, ''sweeping'' yang dilakukan FPI seringkali berujung aksi
kekerasan. "Karakter gerakan kami jelas, yaitu lugas dan tanpa kompromi," ujarnya.
Namun Rizieq berkilah, kekerasan yang dilakukan bukan kekerasan sebagai cermin
kebengisan hati dan kekasaran sikap. Sebab, dalam Islam, hal itu sangat dilarang.
Yang sesungguhnya, itu lebih merupakan cermin ketegaran prinsip dan sikap.
Apa yang dilakukan FPI, kata Rizieq, karena telah terjadi kemandulan dalam sistem
penegakan hukum. "Kalau hukum sudah ditegakkan, baru FPI akan mundur," Rizieq
menambahkan.
Toh, FPI sendiri, menurut Rizieq, selalu siap menerima konsekuensi hukum dari apa
yang dilakukannya. Pada aksi menolak majalah Playboy, misalnya, ada dua
komandan FPI yang ditahan hingga sekarang. Begitu pula di Bekasi, ada 21 anggota
FPI yang ditahan. Malah kantor FPI pernah disatroni polisi. "Tak ada yang kebal
hukum," Rizieq menegaskan.
Forum Betawi Rempug (FBR)
Tidak Ada Cat Tergores
Deklarasi: 29 Juli 2001
Markas: Pondok Pesantren Yatim Ziyadatul Mubtadi'ien, Jalan Raya
Penggilingan Pedaengan Nomor 100, Cakung, Jakarta Timur
Klaim jumlah anggota: 1,7 Juta orang
Syarat keanggotaan: Etnis Betawi. Etnis lain wajib sudah tiga tahun menetap di
Jakarta
Donasi: Hasil usaha, swadaya, dan donatur tidak mengikat
Ketua Umum: H. Fadholy El Muhir
Meski berbasis kedaerahan, sepak terjang Forum Betawi Rempug (FBR) ''beken''
hingga seantero Nusantara. Sikapnya yang tegas mendukung Rancangan
Undang-Undang Anti-Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) membuat organisasi yang
digagas mantan anggota Dewan Pertimbangan Agung, H. Fadholy El Muhir, ini dicap
sebagai organisasi preman jalanan. Bahkan belakangan FBR harus berhadapan
dengan polisi.
Padahal, menurut Lutfi Hakim, 33 tahun, Sekjen FBR, pendirian organisasi ini dipicu
rasa prihatin akan nasib warga Betawi. Penduduk asli Jakarta itu kini semakin
tersingkir di pinggiran kota Jakarta. Sebagian tergilas roda-roda pembangunan di
tanahnya sendiri. "Ide pokoknya adalah memberdayakan masyarakat Betawi," ujar
Lutfi.
Sejumlah upaya dilakukan FBR. Antara lain membentuk lembaga pengembangan
sumber daya manusia, mendirikan PT Fajar Berkah Restu yang bergerak di bidang
perdagangan umum dan jasa, serta perusahaan jasa layanan keamanan. "Belum
efektif. Tapi ke depannya, setiap wilayah akan memiliki koperasi anggota," kata
mantan aktivis PDI kubu Soerjadi itu.
Belakangan, FBR menggeliat menjadi organisasi masa yang tidak saja melulu
mengurusi soal Betawi. FBR juga meneropong isu-isu global yang ada di masyarakat.
Menurut alumnus IAIN Ciputat itu, aksi FBR mendukung RUU APP, misalnya, adalah
bagian dari dinamika organisasi yang memang bertujuan menegakkan amar ma'ruf
nahyi munkar.
Tapi semua itu, menurut Lutfi, dilakukan dalam koridor hukum. Dalam kasus Inul,
misalnya, pernyataan Inul yang siap berpose bugil di majalah Playboy mengusik
FBR. Hal ini yang memicu FBR meluruk ke rumah Inul untuk berdemonstrasi. "Kami
dituding anarkis, padahal tak ada cat di rumah Inul yang tergores sedikit pun," kata
Lutfi.
Toh, beberapa kali sejumlah oknum FBR juga melakukan aksi anarkis yang berujung
ke meja hijau. Pada 31 Maret 2003, misalnya, tujuh anggota FBR divonis bersalah
karena menganiaya anggota Urban Poor Consortium pimpinan Wardah Hafidz di
kantor Komnas HAM pada 28 Maret 2002. Mereka juga divonis karena merusak
sejumlah perlengkapan kantor Komnas HAM di Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta
Pusat.
Tak mengherankan jika ada yang menyebut FBR sebagai kelompok preman berjubah.
Menurut Lutfi, komentar jelek tentang FBR adalah hal biasa. Apalagi bila hal itu keluar
dari para elite politik. "Wajar mereka berkomentar buruk. Otak mereka saja sudah
kotor," tutur Lutfi.
Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi)
Menghindari Elemen Anarkis
Deklarasi: 18 April 2001
Markas: Jalan Kramat Sentiong, Jakarta Pusat
Klaim jumlah anggota: 1 juta orang, tersebar di Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi
Syarat keanggotaan: Siapa saja yang mencari nafkah di Jakarta
Donasi: Swadaya, pemerintah, dan donatur tak mengikat
Ketua Umum 2005-2010: Husein Sani
Dibandingkan dengan sebagian ormas lain yang berkibar-kibar, Forum Komunikasi
Anak Betawi (Forkabi) boleh dibilang lebih adem-ayem. Jarang bikin aksi ingar-bingar.
Ini diakui sang ketua, Husein Sani, 66 tahun. ''Forkabi memang agak slow dan
konservatif,'' ujar pengusaha real estate ini.
Pasalnya, kata Husein, Forkabi didirikan justru dengan semangat menghindari
anarkisme. Lagi pula, tokoh di belakang ormas berbasis kedaerahan ini kebanyakan
kaum intelektual dan pejabat di Jakarta. ''Makanya, kami harus jaga aset ini. Kalau
kami ugal-ugalan, nggak mungkinlah mereka masuk ke kami,'' kata Husein lagi.
Berikut petikan wawancara wartawan Gatra Eric Samantha dengan Husein:
Anda tidak setuju anarkisme menjadi satu cara meningkatkan popularitas ormas?
Saya kira, organisasi mana pun tidak mau tenar karena hal yang tidak baik, sehingga
dicap tidak baik. Masalahnya, apakah dalam menjalankan aksi itu terkendali atau
tidak. Itu yang harus menjadi perhatian.
Dengan anarkis, tidak menyelesaikan masalah. Justru menimbulkan masalah. Citra
organisasi memburuk. Ketenteraman umum jadi terganggu. Itu yang selalu kami jaga.
Organisasi harus mewaspadai masuknya elemen-elemen yang menjurus ke anarkis.
Aksi turun ke jalan Forkabi seperti apa?
Demonstrasi selalu kami pikirkan. Setting lapangan seperti apa. Kalau tidak
mengganggu kepentingan umum, polisi juga senang, kan? Bahkan, kalau ada
keributan, polisi sering minta Forkabi untuk meredam.
Forkabi ikut masuk ke masalah tanah?
Masalah kasus tanah, kami cek dulu lewat bagian hukum. Kalau layak, kami
perjuangkan. Forkabi bisa ikut membantu penyelesaian lewat LBH Forkabi. Baik
anggota Forkabi maupun bukan, silakan memanfaatkan. Kalau kerja sama dengan
Forkabi, artinya benar dah. Sudah melalui jalur hukum.
Sudah terlaksana semua?
Memang belum seluruhnya. Yang penting, kan, nawaitunya. Kalau niat baik, kan,
insya Allah.
Ada yang bilang, ormas-ormas seperti yang Anda pimpin adalah preman terselubung.
Tanggapan Anda?
Forkabi merupakan satu organisasi yang berjuang untuk masyarakat Betawi, dalam
mengangkat harkat dan martabatnya. Tapi kami bermitra juga dengan pemda, polisi,
dan TNI. Tujuannya, supaya Jakarta bisa kondusif. Kami tidak mau Jakarta
diobok-obok oleh hal-hal tidak kondusif. Anda lihat saja di lapangan, insya Allah,
Forkabi nggak (bikin onar)-lah.
Forum Ukuwah Islamiah (FUI) Cirebon
Siap Menanggung Risiko Buruk
Deklarasi: 17 Maret 2004
Markas: Jalan Pesayangan 15, Cirebon, Jawa Barat
Klaim jumlah anggota: Ribuan orang, tidak ada sistem keanggotaan
Syarat keanggotaan: Umat Islam yang ingin berjuang bersama FUI
Donasi: Swadaya, donatur tak mengikat
Ketua Umum: Prof. Dr. Salim Badjri
Meski baru berumur dua tahun, FUI cukup diperhitungkan di Cirebon, Jawa Barat.
Apalagi kalau bukan karena aksi gencarnya turun ke jalan. Ormas beratribut agama
ini tak segan melabrak tempat-tempat yang ditengarai sebagai sarang maksiat.
Rumah judi diobrak-abrik, pelacur jalanan dirazia.
Mulanya, sesuai namanya, organisasi ini diarahkan menjadi perekat antar-umat
Islam. Ukhuwah berarti mempersatukan umat. ''Kami ingin umat bersatu,'' ujar ketua
umum sekaligus penggagas FUI, Prof. Dr. Salim Badjri, 63 tahun. Sehari-hari, Salim
mengajar di Sekolah Tinggi Agama Islam Cirebon.
Menurut lelaki gemuk berjenggot lebat itu, FUI diharapkan bisa mewadahi semua
keinginan ulama dan umat Islam. Termasuk keinginan terhadap pentingnya penertiban
kemaksiatan tanpa pandang bulu. Karena itu, saat baru berdiri, organisasi yang rutin
mengadakan pengajian ini langsung melakukan langkah kongkret.
Mula-mula menempuh jalur formal dengan melaporkan ke polisi berkali-kali.
Contohnya soal adanya kegiatan judi mesin di Jalan Pasuketan 18. Tapi, kata Salim,
seperti biasa, aparat kepolisian tak bersikap. ''Sampai mutung kami tunggu, nggak
ada langkah penutupan,'' Salim menuturkan kepada Sulhan Syafi'i dari Gatra.
Apa boleh buat, akhirnya massa FUI turun tangan menertibkan,10 Mei tahun silam.
Lokasi judi disegel, mesin ketangkasannya dirusak. Kota Cirebon heboh dibuatnya.
Itulah aksi terbesar FUI. Di luar itu, mereka kerap melakukan sweeping atas
penjualan kupon togel serta aktivitas esek-esek.
Salim menyatakan sebenarnya enggan melakukan tindakan destruktif. Namun, bila
polisi tak bergerak, pihaknya terpaksa melakukan itu. Ia paham langkah ini memiliki
risiko tinggi dan menimbulkan banyak musuh. ''Saya siap menanggung apa pun
risikonya,'' ia menegaskan.
Forum Pemuda Peduli Kamtibmas (FPPK) NTT
Membantu Aparat Polisi
Deklarasi: 2001
Markas: Jalan Banteng, Kuanino, Kupang, Nusa Tenggara Timur
Klaim jumlah anggota: 15.000 orang
Syarat keanggotaan: Ijazah minimal SMA
Donasi: Swadaya, donatur tak mengikat
Ketua: Sam Haning
Ada yang unik setiap kali perayaan hari besar keagamaan di wilayah Nusa Tenggara
Timur (NTT). Ketika Idul Fitri, Natal, ataupun Nyepi, tempat-tempat ibadah ketiga
agama itu selalu dijaga pemuda berkostum hijau tua kebiruan. Alhasil, perayaan hari
besar itu pun berlangsung tertib dan aman.
Para pemuda berseragam tadi adalah anggota FPPK, ormas yang dibentuk untuk
membantu pengendalian keamanan di wilayah NTT. ''Semua event besar pasti kami
jaga keamanannya,'' kata Sam Haning, Ketua FPPK, yang juga Wakil Ketua DPD
Partai Golkar NTT, kepada Antonius Un Taolin dari Gatra.
Keberadaan ormas ini cukup menenteramkan masyarakat. Polisi pun senang. ''FPPK
terdata di polisi. Tindakannya positif dan sering membantu aparat keamanan,'' kata
Komisaris Marten Radja, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah NTT.
Anggota ormas ini berasal dari beragam suku dan agama. Ada suku Timor, Jawa,
Sumatera, Papua, dan sebagainya. Menurut Sam Haning, mereka melebur dengan
satu tekad: menjaga keamanan dan sedapat mungkin menjauhi anarkisme.
Badan Pembinaan Potensi Keluarga Besar Banten (BPPKB)
Perilaku Premanisme Haram
Deklarasi: 6 Juli 1998
Markas: Jalan Yos Sudarso Kavling 32 Nomor 3A, Jakarta Utara
Klaim jumlah anggota: 8 juta di 16 provinsi
Syarat keanggotaan: Usia di atas 17 tahun, tidak melakukan tindak pidana
Donasi: Sumbangan anggota dan donatur tidak tetap
Ketua Umum: H. Noer Indradjaja
Momentum reformasi tahun 1998 dihayati betul oleh sejumlah tokoh masyarakat
Banten. Setelah sukses ''memerdekakan'' Banten dari Provinsi Jawa Barat, mereka
berinisiatif mendirikan sebuah organisasi bagi warganya. "Organisasi ini diharapkan
menampung aspirasi masyarakat Banten, baik di dalam Banten maupun yang berada
di luar Banten," kata Haji Noer Indradjaja, ketua umum sekaligus penggagas BPPKB.
Meski demikian, menurut tokoh asal Tangerang berusia 50 tahun itu, BPPKB juga
terbuka bagi etnis dan masyarakat di luar Banten. Setidaknya ada 30 etnis di
Indonesia yang bergabung ke BPPKB. Menurut ayah dua anak itu, BPPKB memiliki
misi mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan mengurangi pengangguran.
Caranya, mendirikan Pesantren Qiroatul Quran untuk anak-anak yatim piatu, yang
sebagian besar anggota BPKKB, di Balaraja, Tangerang. Selain itu, BPPKB juga
menyalurkan anggota BPPKB yang menganggur ke sejumlah perusahaan. Posisinya
disesuaikan dengan keterampilan mereka.
Namun, diakui Indradjaja, anggota BPPKB sebagian dipekerjakan sebagai tenaga
keamanan. Selain di sejumlah perusahaan, mereka juga menjadi tenaga keamanan di
pasar, terminal, dan lahan-lahan kosong. Bahkan sering diterjunkan dalam sejumlah
aksi demonstrasi. "Tugas mereka sebatas mengamankan aksi demonstrasi dari
tindakan anarkis dan onar," kata Indradjaja, yang juga menjabat sebagai salah satu
Direktur PT Agung Podomoro Group.
Nah, pekerjaan keamanan itulah yang sering memicu persinggungan dengan
kelompok lain. Menurut Indradjaja, massa BPPKB terkadang harus berhadapan
dengan sejumlah ormas lain, termasuk organisasi onderbouw partai politik. April
2005, misalnya, massa BPPKB bentrok dengan massa FBR di Sunter, Jakarta Utara.
Mereka juga sempat bentrok dengan kelompok Hercules di bilangan Jalan Rasuna
Said, Kuningan, Jakarta Selatan, pertengahan 2005.
Toh, kata Indradjaja, dalam melaksanakan tugas pengamanan, BPPKB selalu
mengkaji dan mempelajari terlebih dahulu efek sosial, hukum, dan ekonominya.
Tujuannya, agar tidak anarkis. "Perilaku premanisme kami haramkan," ujar Indradjaja.
Ikatan Masyarakat Madura (Ikamra)
Tidak Ada Aksi Balas Dendam
Deklarasi: 1998
Markas: Jalan Gembir 3, Wonokromo, Surabaya
Klaim jumlah anggota: 9 juta, tersebar di seluruh Tanah Air
Syarat keanggotaan: Warga Madura
Donasi: Swadaya dan donatur tak mengikat
Ketua/penggagas: H. Raden Ali Badri Zaini
Seandainya waktu itu pengurus Ikamra berpangku tangan atau malah ngompori, boleh
jadi bentrokan berdarah antara suku Madura dan Dayak meluas ke Surabaya. Warga
Madura kala itu sudah siap-siap hendak membalaskan dendam kepada warga Dayak
di ''kota buaya'' itu.
Untunglah, jajaran pengurus cekatan. Mereka mengupayakan perdamaian. Kepala
daerah Kalimantan dan Jawa Timur, tokoh masyarakat, wakil presiden, Menko Kesra,
dan Menko Polhukkam dihadirkan untuk duduk bersama dalam bingkai ''Kita Adalah
Saudara''.
Akhirnya, pada 3 Maret 2001, kesepakatan damai antara kedua etnis tercapai. ''Tidak
ada aksi balas dendam dari warga Madura terhadap warga Kalimantan di Surabaya,''
papar Ketua Ikamra, H. Raden Ali Badri Zaini, kepada Arif Sujatmiko dari Gatra.
Ikamra adalah ormas cukup besar dan disegani di wilayah Jawa Timur, yang
merupakan basis masyarakat Madura. Organisasi ini dibentuk atas dasar
kekeluargaan. Tujuannya, ''Menyatukan orang Madura untuk membangun bangsa,"
kata Ali Badri, yang juga Ketua Umum Persatuan Olahraga Berkuda Indonesia.
Ikamra pernah bersinggungan dengan ormas lain, FBR, beberapa waktu lalu. Menurut
Ali Badri, itu terjadi karena provokasi sekelompok orang saja. Lelaki 48 tahun ini
menegaskan akan memecat anggota yang anarkis atau meresahkan masyarakat. ''Ini
tidak main-main,'' ujarnya.
Hendri Firzani, Taufik Alwie, Eric Samantha, Deni Muliya Barus
Copyright © 2002-04 Gatra.com.
|