KOMPAS, Senin, 01 Mei 2006
80 Orang Jadi Tersangka
Wapres: Kerusuhan Tuban Cederai Demokrasi
Tuban, Kompas - Kepolisian Wilayah Bojonegoro menetapkan 80 orang sebagai
tersangka dalam kasus kerusuhan dan perusakan di Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Dari jumlah itu, tiga di antaranya anggota DPRD Kabupaten Tuban.
Kepala Kepolisian Wilayah Bojonegoro Komisaris Besar Imam Wahyudi, Minggu
(30/4), tidak bersedia menyebutkan nama ketiga tersangka tersebut.
Namun, dari pemeriksaan atas ketiga tersangka yang dilakukan Kepolisian Wilayah
Bojonegoro, diketahui bahwa ketiganya adalah Ketua Fraksi Partai Kebangkitan
Bangsa (F-PKB) Miyadi, anggota Fraksi PKB Yayuk Nurul Komarini, dan anggota
Fraksi PDI Perjuangan (F-PDIP) Edi Sutikno. Ketika dikonfirmasi, Edi Sutikno
mengatakan, ia bersama dua anggota Dewan lainnya hanya dimintai keterangan dan
belum ada pemberitahuan terhadap statusnya sebagai tersangka.
Adapun mengenai calon wakil bupati yang kalah, Go Tjong Ping, yang juga Wakil
Ketua DPRD Tuban, belum bisa diperiksa karena polisi harus mempunyai surat izin
pemeriksaan dari Gubernur Jawa Timur (Jatim) Imam Utomo.
"Go Tjong Ping sampai saat ini belum ditetapkan sebagai tersangka karena kami
belum melakukan interogasi, sedangkan Noor Nahar akan segera kami interogasi,"
kata Imam Wahyudi.
Noor Nahar Husein dan Go Tjong Ping adalah pasangan calon bupati dan wakil bupati
yang diusung PKB dan PDI-P. Mereka mendapatkan pengamanan khusus dari
Kepolisian Resor (Polres) Tuban sejak Sabtu sore, seusai kerusuhan.
Pemilihan kepala daerah (pilkada) yang diselenggarakan Kamis lalu dimenangi
pasangan calon Bupati Ny Haeny Relawati-Lilik Soeharjono yang dicalonkan Partai
Golkar dan sejumlah partai lain. Pasangan yang kalah, Noor Nahar Husein-Go Tjong
Ping, adalah gabungan dari PKB dan PDI-P.
Sementara itu, status jam malam tetap diberlakukan di Kabupaten Tuban.
Masyarakat diminta mengurangi aktivitas di luar rumah jika tidak ada keperluan
mendesak. Polisi akan menembak di tempat jika menemukan orang yang melakukan
perusakan.
Berdasarkan pantauan Kompas, status jam malam pada hari kedua atau hari Minggu
memang mengurangi aktivitas masyarakat, tetapi tidak drastis. Polisi terlihat
melakukan penjagaan ketat di sejumlah titik rawan, termasuk kelenteng megah Kwan
Sing Bio, kediaman Noor Nahar, dan kediaman Go Tjong Ping.
Kendaraan tetap lalu-lalang meski agak sepi dari biasanya. Aktivitas ziarah ke
Makam Sunan Bonang yang terletak di dekat Pendopo Kabupaten Tuban tidak surut,
hampir sama seperti hari-hari biasanya.
Tim forensik dan tim penyidik dari Kepolisian Daerah (Polda) Jatim melakukan olah
data di tempat kejadian. Ketua tim penyidik kerusuhan Tuban yang juga Ketua Unit IV
Pidana Umum Polda Jatim Komisaris Kartono mengungkapkan, pihaknya telah
melakukan penyisiran ke 11 tempat kejadian perkara sejak pukul 05.00. Tim
mengumpulkan sejumlah barang bukti berupa batu yang digunakan untuk aksi
perusakan sejumlah bangunan dan fasilitas.
Noor Nahar dan Go Tjong Ping yang ditemui di Polres Tuban tidak banyak
berkomentar. Mereka telah berada di Polres, tepatnya di ruang Wakil Kepala Polres
Tuban Komisaris Marsudiyanto, sejak Sabtu sore hingga Minggu.
"Kami ada di sini karena diminta pihak kepolisian supaya aman. Ya, lebih enaklah di
sini ke mana-mana aman. Hingga saat ini kami juga belum diinterogasi," kata Noor
Nahar maupun Go Tjong Ping.
Bupati Tuban Haeny Relawati telah berada di pendopo sejak hari Sabtu malam
bersama keluarganya, termasuk suaminya, Ali Hasan. Ia mengaku prihatin atas
kejadian yang menimpa Tuban, termasuk yang menghabiskan sebagian aset pribadi
yang dimilikinya. Haeny Relawati meminta masyarakat Tuban tidak terprovokasi dan
tidak melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan kerusuhan. Haeny meminta aparat
segera mengusut tuntas kasus ini dan menemukan dalang kerusuhan.
Haeny mengatakan bahwa kerusuhan yang terjadi bermotif dendam pribadi karena
tidak bisa menerima kekalahan dalam pilkada. Ia mengatakan, kekayaan pribadi yang
diperolehnya selama ini telah dimiliki sebelum ia menjabat sebagai bupati. Karena itu,
Haeny mempertanyakan mengapa masih ada masyarakat yang mempersoalkannya.
Jangan beri ampun
Sehubungan dengan kerusuhan di Tuban, Wakil Presiden (Wapres) Muhammad Jusuf
Kalla menyatakan, peristiwa itu mencederai kesepakatan demokrasi yang tengah
dibangun bersama.
Jusuf Kalla menyatakan, pilkada merupakan salah satu proses membangun
demokratisasi. Karena itu, hendaknya diikuti dengan langkah-langkah demokratis dan
sesuai prinsip hukum jika terjadi sengketa terkait pilkada tersebut. "Bukan dengan
cara bakar-membakar," ujar Wapres menjawab pertanyaan wartawan, sebelum
memimpin rapat khusus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, Minggu (30/4)
pagi di Kantor DPP Golkar, Jakarta. Sebelum memimpin rapat khusus, Kalla melepas
peserta sepeda santai dalam rangka peringatan ulang tahun Angkatan Muda Partai
Golkar di Silang Monas.
Wapres menginstruksikan Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutanto, Gubernur Jawa Timur,
dan Kepala Polda Jatim menindak tegas para pelaku kerusuhan di Tuban. Bahkan,
Wapres meminta Polri tidak memberi ampun terhadap seorang pun pelaku jika
terbukti sebagai pelaku kerusuhan.
"Kalau kerusuhan itu masuk ke pembakaran harta-harta pribadi, itu luar biasa
kesalahannya. Jangan diberi ampun. Sekali diampuni, siapa pun bisa bertindak
seperti itu lagi dan terus saja terjadi," kata Wapres.
Menurut Jusuf Kalla, kerusuhan massal yang terjadi di Tuban bukan semata-mata
masalah Partai Golkar. "Ini masalah demokrasi dan keamanan, bukan masalah Partai
Golkar semata. Karena yang mengusung pasangan calon bupati itu bukan cuma
Partai Golkar. Itu dicalonkan 10 partai lainnya," lanjut Wapres.
Wapres menyatakan, jika ada ketidakpuasan terhadap penyelenggaraan pilkada,
hendaknya diserahkan ke pengawas pilkada. "Tidak bisa yang kalah itu berbuat
semaunya. Atau meminta pilkada diulang. Kapan habisnya kalau proses pilkada itu
diulang-ulang?" tanya Wapres lagi.
Seusai rapat khusus DPP Partai Golkar, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung
Laksono mengeluarkan pernyataan sikap di depan pers yang mengecam dan
mengutuk keras aksi kerusuhan massa itu. Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf
Kalla hanya mendampingi Agung menyampaikan pernyataan
sikap.(LIA/RIZ/WIN/HAR)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|