KOMPAS, Senin, 15 Mei 2006
Hak asasi manusia
Jangan Cuma Bangga Terpilih Jadi Anggota Dewan HAM
Jakarta, Kompas - Pemerintah diminta tidak perlu menyikapi terpilihnya Indonesia
sebagai anggota Dewan Hak Asasi Manusia atau HAM PBB dengan sekadar
menunjukkan rasa bangga berlebihan.
Pernyataan itu disampaikan Rafendi Djamin dari Human Right Working Groups
(HRWG), Kamis (11/5), dalam jumpa pers bersama sejumlah lembaga swadaya
masyarakat (LSM) seperti Kontras, Imparsial, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak
Asasi Manusia Indonesia (PBHI), dan Infid. Seperti diwartakan, Indonesia berhasil
terpilih dengan jumlah dukungan terbanyak kedua dari 165 negara.
Menurut Rafendi, terpilihnya Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB justru
mengandung konsekuensi dan kewajiban berat karena pemerintah harus sanggup
menunjukkan dirinya bisa lebih efektif lagi mencegah sekaligus menyelesaikan
kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di dalam negeri.
"Indonesia juga harus mampu mencegah tidak lagi ada politisasi demi ’kepentingan
nasional’, yang sering diartikan kepentingan untuk menutup-nutupi pelanggaran
HAM," ujar Rafendi.
Hal itu perlu dilakukan mengingat jika diperhatikan lebih jauh peta politik di dalam
tubuh Dewan HAM PBB masih belum banyak berubah di mana komposisinya masih
didominasi oleh sejumlah negara, yang selama ini dikenal sebagai negara pelanggar
HAM berat, seperti Bahrain, Kuba, China, dan Arab Saudi.
Kewajiban lain yang juga harus dipenuhi antara lain di tingkat nasional, Pemerintah
Indonesia harus mampu mengintegrasikan berbagai macam konvenan internasional,
yang sebelumnya telah diratifikasi ke dalam produk aturan hukum yang berlaku
secara nasional dan mengaplikasikannya.
Beberapa konvenan itu, antara lain Konvensi Internasional Tentang Hak Anak (ICRC),
Konvensi Internasional Antipenyiksaan, Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik,
serta Konvensi Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.
Edwin Partogi dari Kontras menilai, selama ini proses dan upaya penegakan HAM di
dalam negeri juga belum banyak mengalami kemajuan. Walau sudah banyak
konvensi internasional yang telah Indonesia ratifikasi, pada praktiknya masih banyak
kekerasan dan impunitas masih berlaku. (DWA)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|