KOMPAS, Rabu, 16 Agustus 2006
Sedimentasi Teluk Ambon Parah
Ambon, Kompas - Kerusakan lingkungan di Teluk Ambon bagian dalam akibat
sedimentasi semakin mengkhawatirkan. Nelayan dan masyarakat di pesisir pantai
resah karena biota laut makin sulit diperoleh. Rusaknya ekosistem hutan bakau juga
membuat peneliti dan mahasiswa Universitas Pattimura, Ambon, harus kehilangan
salah satu laboratorium mereka.
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Ambon Decky
Sahetapy M! Sc mengatakan, endapan lumpur yang menggenangi sejumlah kawasan
pesisir Teluk Ambon itu yang terparah sepanjang 25 tahun terakhir karena
sebarannya luas dan endapannya tebal. Kehidupan organisme yang memiliki nilai
ekonomis maupun yang memiliki peranan penting secara ekologis juga terganggu.
Sedimentasi yang terjadi di daerah itu disebabkan pembukaan lahan secara
besar-besaran oleh pengembang perumahan sejak akhir tahun 2005.
Dominggus Sinanu, warga Leteri, Ambon, Selasa (15/8), mengatakan, ketinggian
endapan lumpur yang menggenangi sejumlah lokasi di pesisir Teluk Ambon bagian
dalam berkisar 30-50 sentimeter.
Selain menenggelamkan anakan pohon bakau, menimbun tambak, dan menggeser
aliran sungai, endapan lumpur membuat tangkapan ikan turun drastis.
Aliran lumpur dari perbukitan ke Teluk Ambon itu terjadi sejak akhir tahun 2005 saat
sebuah perusahaan pengembang membuka lahan besar-besaran di bukit. Intensitas
aliran lumpur meningkat pesat sekitar tiga bulan.
Endapan lumpur menyebar di sejumlah desa di pesisir Teluk Ambon, seperti Lateri
dan Waiheru. Sebaran lumpur diperkirakan mencapai panjang 6 kilometer dengan
lebar sekitar satu kilometer dari tepi pantai.
Aliran tanah merah itu sudah merendam pohon bakau yang ditanam di Teluk Ambon
bagian dalam sejak awal tahun 1980-an. Sebanyak 2.500 anakan bakau yang
ditanam Sinanu juga tertutup lumpur.
Tangkapan ikan menurun
Selain itu, tambak tempat memelihara teripang dan tiram milik Sinanu juga tergenang
lumpur. Padahal, tambak dengan luas puluhan meter persegi tersebut memiliki
kedalaman sekitar dua meter. Sebagian besar hewan yang dipelihara di tambak milik
Sinanu tak dapat diselamatkan.
Endapan lumpur juga membuat jumlah ikan tangkapan nelayan menurun drastis.
Berbagai jenis ikan, kepiting, dan kerang yang menjadi sumber penghidupan
masyarakat jarang ada. Kondisi tersebut terjadi karena habitat plankton telah rusak.
Menurut Sahetapy, untuk mengembalikan kondisi teluk itu seperti semula butuh
waktu puluhan tahun karena bulir lumpur besar sulit pindah ke tempat lain, sedangkan
bulir lumpur halus akan terbawa arus dan mengendap di tempat lain. (MZW)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|