Kristiani Pos, Tuesday, Jun. 20, 2006
Wanita Kristiani Protes Serangan Polisi di Maluku Tenggara
Ribuan wanita dari Kepulauan Kei, Maluku Tenggara melakukan aksi protes terhadap
tindakan polisi yang melakukan penembakan warga dan! gedung gereja, serta
pelecehan seksual terhadap wanita dalam sebuah upacara adat di sebuah desa.
Pada aksi 7 Juni lalu, para wanita - kebanyakan Katolik - yang termasuk dalam Kaum
Perempuan Kei dan sekitar 400 pria termasuk pemimpin adat dan pemimpin agama,
aktivis lembaga swadaya masyarakat, dan kepala desa, mendatangi kantor Polres,
kantor Bupati dan DPRD Maluku Tenggara, UCA News memberitakan.
Mereka "mengutuk keras" penembakan yang merusak gedung gereja dan
rumah-rumah penduduk, serta melukai Lamere. Juga dikatakan, polisi melakukan
tindakan kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan Kei. Mereka
mengharapkan pengusutan terhadap polisi yang melakukan tindak kekerasan itu.
Menurut sumber UCA News dari Keuskupan Amboina, peristiwa itu bermula saat
dilangsungkannya upacara "pemulihan kampung" di desa Letfuan pada 25 Mei.
Upacara adat itu disenggarakan untuk menyucikan kampung itu menyusul
perkelahian kawula desa Letfuan, yang semua penduduknya beragama Katolik, dan
dusun Dian Barat yang mayoritas Protestan pada tanggal 22 April. Bentrokan itu
mengakibatkan seorang pemuda dari Letfuan tewas.
Masyarakat setempat dan polisi meyakini, perkelahian itu tak ada kaitannya dengan
masalah agama.
Namun, seorang polisi tiba-tiba datang saat upacara adat itu untuk mengumpulkan
informasi tentang peritiwa itu. Lima menit kemudian, dua kelompok polisi datang dan
mulai menembak secara membabi-buta. Pelurunya mengenai rumah-rumah penduduk
dan gedung gereja St. Agnes.
Para pria Kei lari menghindari pencarian polisi, dan kaum perempuan, yang sangat
dihormati dalam adat itu, berusaha menghalangi para polisi itu.
"Namun polisi tetap menembak setelah memaki dan mengeluarkan kata-kata kotor
serta melakukan tindakan pelecehan seksual, seperti mengarahkan senjata ke buah
dada perempuan itu dan mengatakan, kalau kalian menghalangi, saya tembak buah
dada kalian," kata sumber itu.
Seorang perempuan, Witi Lamere, terluka akibat tembakan itu, dan saat ini sedang
dirawat di Makassar dengan biaya dari kepolisian.
Ketua Justice and Peace Pusat Pastoral Wilayah Kei Kecil, Pastor Lukas Klewulan,
mengatakan Kapolres menanggapi positif tuntutan kaum perempuan untuk segera
melakukan pengusutan insiden itu. Polisi itu mengatakan ia sedang menyelidiki
peristiwa penembakan itu. Sementara itu, bupati berjanji akan terus bekerja sama
dengan pihak kepolisian untuk menuntaskan masalah itu "sehingga tidak meresahkan
warga," jelas imam itu.
Pastor Kelwulan mengatakan, perempuan-perempuan itu, termasuk sejumlah
perempuan Muslim berjilbab, tiba di Wisma Unio dari berbagai wilayah paroki di Kei
Kecil. Bersama sekretaris Justice and Peace dan kepala Pusat Pastoral Wilayah Kei
Kecil, mereka memberikan "pengarahan tentang proses dan prosedur demonstrasi
yang damai," katanya.
Uskup Amboina Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC mengatakan, ia setuju dengan
protes itu. Alasannya karena demonstrasi adalah salah satu sarana yang dapat
digunakan untuk mengungkapkan pendapat dan sah. Ia meminta kepada kelompok
perempuan Kei agar aksi itu "menjadi aksi semua perempuan Kei bukan hanya
perempuan Katolik, dan mencerminkan keinginan semua perempuan yang tersentuh
dengan ketidakadilan dan kekerasan yang dialami sesamanya."
Seraya meminta polisi untuk mengusut kekerasan yang dilakukan personil mereka,
uskup mengatakan, "Karena bagi saya semua orang sama di hadapan hukum, dan
hukum adalah panglima maka peristiwa itu, termasuk penembakan terhadap gereja
harus pertama-tama ditangani secara hukum oleh aparat polisi, karena bisa memicu
masalah yang lebih besar." (UCAN)
Copyright © 2004 Christianpost.co.id
|