Radio Vox Populi [Ambon], 29-Apr-2006
Sebulan Deadline, Pengungsi belum Keluar dari Ruko
Azis Tunny - Ambon
PERINGATAN Pemerintah Provinsi Maluku agar pengungsi dan masyarakat yang
selama ini menempati sejumlah gedung pertokoan di Ambon untuk segera keluar
pada 31 Maret 2006, ternyata hingga sebulan berjalan belum juga terlaksana.
Sejumlah bangunan ruko seperti di Jalan AY Patty, AM Sangadji, dan Sam Ratulangi,
masih ditempati oleh sekitar 100 kepala keluarga yang bukan pemilik gedung.
Gedung-gedung pertokoan itu bukan saja ditempati oleh warga korban kerusuhan,
warga masyarakat yang urban ke Ambon juga menggunakan kesempatan menempati
bangunan-bangunan roko yang telah ditinggalkan pemiliknya saat kerusuhan. Selain
itu, pasca kerusuhan Ambon, rumah-rumah liar banyak yang dibangun warga di atas
pondasi bangunan yang rata dengan tahah. Rumah-rumah liar tersebut sengaja
dibangun untuk tempat tinggal meski hanya berdinding papan maupun zenk dan
teripleks bekas. Keberadaannya pun berada di tengah-tengah kota Ambon.
Saat rencana mengeluarkan pengungsi dan warga bukan pengungsi, ruko maupun
bangunan liar tersebut diberi tanda oleh pemerintah dengan cara mencat dinding
dengan warna tertentu sebagai tanda. Warna silang merah adalah tanda warga yang
bukan pemilik dan tinggal tanpa ijin dari pemlik bangunan dan diberikan deadline
waktu 30 Maret untuk mengosongkan tempat, warna biru adalah pengungsi yang
belum menerima BBR, dan warna kuning adalah warga yang mengaku sebagai
pengungsi dan akan di cek kembali kebenarannya oleh tim penyelesaian masalah
pengungsi.
Meski tanda silang warna merah telah mewarnai tempat-tempat yang nantinya
dikosongkan karena akan ditempati pemiliknya, namun pantauan Radio Vox Populi di
Ambon, bangunan ruko maupun rumah-rumah liar tersebut masih saja ditempati
warga hingga Sabtu (29/4).
Saat dikonfirmasi, Wakil Walikota Ambon Syarif Hadler mengatakan, rencana
pemulangan pengungsi keturunan Tionghoa selaku pemilik bangunan-bangunan
pertokoan di tiga wilayah tersebut telah dikoordinasikan dengan Pemerintah Provinsi
Maluku.
"Sejauh ini kita telah lakukan penertiban pada sejumlah tempat. Namun masih ada
kendala karena beberapa pengungsi yang tinggal di gedung-gedung tersebut sebagian
belum menerima BBR (bahan bangun rumah). Sebagian lagi enggan keluar dengan
alasan telah diberi surat kuasa oleh pemilik toko untuk menjaga tempat tersebut dan
macam-macam alasan klasik lainnya," kata Syarif.
Namun demikian, lanjutnya, sejumlah toko sudah dibenahi atau direnovasi oleh
pemiliknya karena sebagian pengungsi yang telah menerima BBR telah
merampungkan pembangunan rumahnya. Sedangkan sebagian lagi masih menunggu
realisasi pembagian BBR. "Ada juga pengungsi yang kami kategorikan pengungsi
pasrah yakni menyerahkan penanganannya ke pemerintah. Mereka ini sebagian
sudah direlokasi ke kawasan Kate-Kate Kecamatan Baguala," terangnya.
Di tempat terpisah, Sekretaris Koalisi Pengungsi Maluku (KPM) Dina (laki-laki),
membenarkan, masih banyak pengungsi maupun yang warga bukan pengungsi
menempati sejumlah bangunan pertokoan di Ambon. Khusus untuk pengungsi, kata
dia, sebagiannya belum menerima BBR dan sebagiannya lagi sudah mendapatkan
hak-haknya itu dari pemerintah.
"Hanya saja mereka yang telah menerima BBR belum mendapat semuanya. Seperti
uang tukang dan uang pemulangan yang belum diberikan oleh pemerintah. Ini juga
yang menjadi penyebab kenapa gedung-gedung itu masih ditinggali pengungsi,"
katanya.
Dia berharap, dengan dibentuknya Tim Hukum oleh Pemerintah Provinsi Maluku yang
melibatkan unsur pemerintah, TNI/Polri dan masyarakat, bisa segera menyelesaikan
masalah-masalah yang belum tertantangi. Termasuk pemberian hak pengungsi yang
belum diberikan.
Ditempat terpisah, salah seorang warga keturunan Tionghoa Hing Tasidjawa mengaku
kecewa dengan kinerja pemerintah Maluku dalam menangani masalah pengungsi.
"Bagaimana tidak kecewa, janji pemerintah mau kembalikan kami hingga sekarang
belum juga dilakukan, dan kami tetap tinggal di tempat pengungsian," kata Hing yang
sudah tinggal di Maluku berpuluh-puluh tahun lamanya.
Kekecewaan itu, kata dia, karena pemerintah telah memberikan deadline 31 Maret
agar semua pengungsi dan warga bukan pengungsi yang menempati ruko di kawasan
AY Patty, AM Sangaji, maupun Sam Ratulangi sudah harus keluar. "Sekarang sudah
mau masuk bulan Mei, tapi mereka (pengungsi dan warga bukan pengungsi) belum
juga keluar dari tempat kami," katanya.
Menurutnya, pemerintah semestinya bersikap tegas menyikapi masalah ini agar
warga keturunan Tionghoa bisa kembali beraktifitas di bangunan ruko milik mereka.
Selain itu, sebagian dari bangunan-bangunan tersebut ternyata sudah dikontrakan dari
pihak yang bukan pemilik gedung.
"Setelah kami telusuri, sebagian besar orang yang tinggal di kawasan pertokoan telah
kontrak pakai gedung namun tidak tahu siapa yang memberi kuasa untuk kontrak. Ini
sangat tindak adil karena kita punya gedung di tapi orang lain yang tinggal dan
kontrak membayarnya kepada orang lain," sesalnya. (VP)
Copyright © 2005 RadioVoxPopuli.com. All right reserved.
|