Radio Vox Populi [Ambon], 10-Jun-2006
Pulau Haruku Terlalu Kecil Untuk Pertambangan Emas
Azis Tunny - Ambon
PENELITIAN potensi emas dalam perut bumi Negeri (desa) Haruku Kecamatan Pulau
Haruku Kabupaten Maluku Tengah, makin tidak jelas pihak yang bertanggungjawab
terhadap kegiatan yang meresahkan masyarakat itu.
Meskipun Camat Pulau Haruku J. Kene dalam suratnya kepada Raja Negeri (kepala
pemerintahan desa adat) Haruku Paulus Kissya tertanggal 3 Juni 2006 menyebutkan,
penyelidikan geologi, geokimia dan geofisika berdasar pada surat Kepala Dinas
Pertambangan dan Energi Provinsi Maluku Nomor : 671/135/KOPE tanggal 29 Mei
2006 tentang mohon ijin penyelidikan selama dua bulan di Haruku, namun pihak dinas
ketika dikonfirmasi mengelak tidak memberi ijin tersebut.
Keinginan penelitian hingga eksploitasi emas sudah dibicarakan camat dengan
pemerintah negeri dan masyarakat Haruku pada 5 Maret 2006. Namun permintaan
camat agar masyarakat memberikan ijin kepada PT. Galtam-Indonesia melakukan
penelitian dan survei awal ditolak secara spontan oleh masyarakat.
Masyarakat tidak menghendaki adanya aktifitas penelitian, eksplorasi hingga
eksploitasi pertambangan di tanah ulayat negeri mereka mengingat Pulau Haruku
hanyalah sebuah pulau kecil berpenghuni sehingga bisa merusak ekosistem alam di
pulau itu. Penolakan lainnya karena kehadiran eksploitasi pertambangan bakal
mengancam tradisi adat setempat yakni Sasi (pelarangan mengambil hasil hutan dan
laut sampai pada waktunya) yang telah mengantarkan negeri itu memperoleh
kalpataru dan satyalencana pembangunan dari pemerintah Indonesia.
Ketika dikonfirmasi terkait masalah ini, Kepala Dinas Pertambangan Provinsi dan
Energi Provinsi Maluku MG Simarmata mengatakan, pihaknya memang mengetahui
adanya kegiatan PT. Galtam-Indonesia di Haruku, namun ijin penelitian diberikan oleh
Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah. "Ijinnya dari pemerintah kabupaten Maluku
Tengah, saya hanya diberitahu secara lisan," kata Simarmata kepada Radio Vox
Populi, Jumat (9/6).
Simamarta mengatakan, berdasarkan UU Nomor 11 tahun 1967 tentang pokok-pokok
pertambangan, dalam salah satu pasal disebutkan bahwa kegiatan pertambangan
diatas lahan seluas 5 hektar, maka ijin dikeluarkan oleh pemerintah kabupateh dan
diatas 5 hektar kewenangannya ada pada pemerintah provinsi.
Namun setelah dikeluarkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diamandemen
menjadi UU Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, kewenangan itu
sepenuhnya ada pada pemerintah kabupaten. "Terkait ijin PT. Galtam-Indonesia
menjadi kewenangan penuh kabupaten Maluku Tengah," ujarnya.
Meskipun begitu, kata dia, Pulau Haruku yang hanyalah sebuah pulau kecil
berpenghuni dan keberadaannya berdekatan dengan pulau-pulau di sekitarnya, tidak
layak dijadikan objek pertambangan. Mengingat luas pulau itu hanyalah 150 km˛ dan
didiami oleh 11 desa dan sekitar 7 dusun. Jarak antara Pulau Haruku dengan pulau di
sekitarnya seperti Pulau Ambon, Saparua, dan Seram hanya berjarak antara 2 hingga
3 mil laut.
"Kalau pulau-pulau kecil seperti itu tidak akan saya jual kepada investor karena bisa
mengganggu stabilitas lingkungan dan masyarakat yang mendiaminya," sebutnya.
Dia mengakui, sebelumnya telah ada penelitian potensi emas di Haruku, namun
pihaknya tidak memiliki data-data terkait kandungan emasnya. Sementara kegiatan
yang dilakukan PT. Galtam-Indonesia saat ini, kata dia, masih sebatas penelitian
terhadap potensi emas yang ada di Haruku.
"Setahu saya mereka hanya diberi ijin melakukan penelitian, belum pada tahapan
eksplorasi. Saya sendiri belum memperoleh informasi terakhir tentang kegiatan
perusahaan itu di Haruku," terangnya.
Penelitian terhadap potensi kandungan emas di Haruku telah dilakukan sejak tahun
1990 oleh PT. Aneka Tambang dan In Gold (perusahaan Kanada) dan sudah masuk
tahap eksplorasi. Namun kegiatan perusahaan terhenti tahun 1997 karena desakan
keras dari masyarakat adat Haruku dan kelompok pemerhati lingkungan.
Kepala Kewang (penjaga lingkungan dan kampung dalam starata desa adat) Negeri
Haruku Eliza Kissya berujar, penelitian kedua yang dimulai tanggal 3 Juni itu
hanyalah kamuflase belaka, karena sebenarnya pihak pemerintah sudah mengetahui
adanya kandungan emas di atas tanah ulayat negerinya.
Apalagi penelitian tersebut terkesan dipaksakan, karena meski mendapat penolakan
masyarakat, camat bersikeras mendatangkan kelompok peneliti dan memasang
patok di tanah masyarakat tanpa pemberitahuan dan ijin dari pemiliknya.
"Tujuan mereka sudah jelas untuk eksploitasi pertambangan emas, karena penelitian
sebelumnya menyebutkan daerah kami mengandung emas. Selaku masyarakat adat,
kami secara tegas menolak adanya kegiatan pertambangan di daerah kami karena
aksesnya akan merugikan masyarakat, selain merusak lingkungan dan tradisi adat
kami yakni Sasi," tandasnya.
Ditempat terpisah, aktivis pecinta alam M. Ichwan Patty mengatakan, rencana
penelitian terhadap potensi emas oleh PT. Galtam-Indonesia mengindikasikan, akan
ada eksplorasi dan tidak menutup kemungkinan akan ada kegiatan eksploitasi
tambang emas di Pulau Haruku.
"Jika ini dibiarkan, maka kasus Buyat akan terjadi di Maluku dan kerusakan yang
ditimbulkannya akan lebih parah lagi mengingat pulau ini sangat kecil dan berada
diantara pulau-pulau lainnya," kata Ketua Perhimpunan Pemuda Sadar Wisata
Pecinta Alam - Kreavifitas Anak-Anak Alam (PPSWPA-KANAL) Ambon ini. (VP)
Copyright © 2005 RadioVoxPopuli.com. All right reserved.
|