SINAR HARAPAN, Kamis, 03 Agustus 2006
Densus 88 Kejar Eksekutor Mutilasi 3 Siswi SMU di Poso
Oleh Erna Dwi Lidiawati
Palu – Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri hingga Kamis (3/8)
ini masih terus mengejar BSR, pria asal Poso Sulawesi Tengah (Sulteng) yang diduga
sebagai pelaku mutilasi tiga siswi Sekolah Menengah Umum Kristen Gereja Kristen
Sulawesi Tengah di Poso, 29 Oktober 2005.
Nama BSR muncul dari pengakuan Hasanudin, Haristo, dan Irwanto Irano, tersangka
lainnya yang kini ditahan di Mabes Polri sejak Mei 2006.
BSR disebut-sebut sebagai salah seorang eksekutor dalam aksi mutilasi yang
menewaskan Alvita Polowiwi (19), Yusriani Sampoe (15) dan Theresia Morangke (16).
Berdasarkan keterangan ketiga orang yang ditangkap di Tolitoli, Sulteng pada Mei
2006, Densus 88 lalu memburu BSR ke Poso. Tim yang dipimpin Wakil Kepala
Intelijen dan Keamanan Mabes Polri Brigjen Azikin itu, berusaha mendekati sejumlah
tokoh agama di Poso seperti Ustaz Mohammad Adnan Arsal. Ustaz yang satu ini
dikenal sebagai tokoh sentral yang memiliki keterkaitan dengan sejumlah tersangka
aksi kekerasan di Poso seperti Ipong dan Yusuf yang kini perkaranya tengah disidang
di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ustaz Mohammad Adnan Arsal juga pimpinan Pondok Pesantren Amanah yang
terkenal di Poso pascakerusuhan Poso 2000. Pada beberapa kesempatan Ustaz
Adnan mengakui mengenal para tersangka itu secara pribadi. Karena itu, tim Densus
88 terus berusaha mendekati Adnan agar BSR dapat menyerahkan diri secara
sukarela, sebelum diambil tindakan tegas sesuai hukum yang berlaku.
Sayangnya, tidak ada satu pun perwira dari Polda Sulteng dan Densus 88 mau
memberikan keterangan resmi atas soal ini. Sumber SH di Polda Sulteng dan Densus
88 sudah menyatakan bahwa jika proses negosiasi gagal, mereka akan mengambil
tindakan represif. "Kami sudah mengupayakan pendekatan kekeluargaan agar
mereka bisa menyerahkan BSR kepada kami. Kalau upaya ini gagal, kami harus
mencari cara lain," kata sumber itu.
Izin Ustaz
Untuk diketahui, saat ini, untuk memasuki kompleks Pesantren Alamanah, Tanah
Runtuh, Kelurahan Gebang Redjo, Poso Kota setiap pengunjung harus mengantongi
izin dari Ustaz Mohammad Adnan Arsal. Beberapa wartawan sempat lolos dan
melakukan peliputan, namun beberapa lainnya harus pulang menggigit jari, karena
ketatnya pengawasan di pesantren tersebut.
Dari penelusuran, ternyata pesantren yang disamakan Wakil Presiden Jusuf Kalla
dengan pesantren Al Islam Ngruki, Jawa Tengah ini dihuni 16 santri putri, 47 santri
anak-anak seusia taman kanak-kanak dan 65 santri putra seusia anak-anak sekolah
menengah pertama.
Pesantren ini didirikan 4 Mei 2001 untuk menampung mantan santri Pesantren
Walisongo, di Kilo 9 Lage, Poso, yang dibakar dan sekitar 200 santrinya dibunuh para
perusuh dalam konflik Poso Mei 2000.
Saat ini, pesantren Amanah berdiri di dua lokasi berbeda. Pesantren Amanah di
Tanah Runtuh menjadi tempat belajar 16 santri putri dan 47 santri anak-anak seusia
taman kanak-kanak. Lalu yang satu lagi di Landangan, Poso Pesisir yang menjadi
tempat belajar 65 santri putra.
Tidak ada kegiatan lain yang mencolok dari para santri kecuali belajar agama.
Pengajaran agamanya disesuaikan dengan kurikulum nasional. Adapun pengajian
kitab kuning dilaksanakan di luar jadwal jam pelajaran sekolah.
Memang kini pesantren itu terkesan tertutup dari orang luar. Itu terjadi lantaran setiap
peristiwa kekerasan terjadi di Poso, pesantren ini selalu menjadi sasaran
penggeledahan polisi. Makanya, mereka terkesan sangat berhati-hati menerima tamu,
sebab polisi yang biasa datang selain memakai seragam juga ada yang tidak.
Copyright © Sinar Harapan 2003
|