SuaraKarya, Rabu, 9 Agustus 2006
Ketua MA Tak Pantas Lagi Dipercaya
SOLO (Suara Karya): Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan sudah tidak pantas
lagi dipercaya menjadi penjaga benteng terakhir keadilan karena sikapnya tentang
penegakan hukum sering janggal. Itu makin beralasan karena fungsi dan peran
lembaga MA sendiri di bawah kepemimpinannya praktis tidak menunjukkan kemajuan
signifikan.
"Bagir Manan bahkan sudah menjadi bagian dari hukum yang harus direformasi," kata
Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki kepada
pers di Jakarta, kemarin, terkait pernyataan Bagir yang menyebutkan bahwa dalam
kasus luapan lumpur di Porong Sidoarjo tak perlu dicari pihak yang menjadi tersangka
sepanjang pihak Lapindo bersedia memberikan ganti rugi yang layak.
Teten membenarkan ketika dinyatakan bahwa memercayakan penegakan hukum
kepada Bagir sebagai Ketua MA ibarat menyuruh musang menjaga ayam. "Ya,
begitulah," ujarnya. Dia menambahkan, awalnya kiprah Bagir di MA sangat
diharapkan memudahkan reformasi hakim agung karier. Tetapi, katanya, justru Bagir
larut di dalamnya.
Menurut anggota Komisi III DPR Mutamimmul Ula, pernyataan Bagir tentang kasus
luapan lumpur di Porong itu sungguh tidak patut.
"Saya sesalkan, sebagai Ketua MA, Bagir Manan memberikan pernyataan yang
membentuk opini hukum seperti itu. Mungkin dia sudah sangat lelah, karena problem
yang dihadapi MA saat ini sangat luar biasa," ujarnya.
Meski demikian, Mutammimul mengatakan persoalan mundur atau tidaknya Bagir
seperti kata Ketua Lemhannas Muladi sepenuhnya tergantung pada sikap Bagir
sendiri.
"Tetapi jika memang hati nurani sudah lelah, Bagir memang harus mengundurkan diri.
Apalagi selama Bagir Manan menjabat Ketua MA, banyak sekali masalah hukum
yang kontroversial," ujarnya.
Menurut Mutammimul, sebelumnya ada momentum perbaikan kinerja MA berupa
pergantian Ketua MA. Tetapi dengan adanya perpanjangan masa jabatan hakim
agung yang dibuat sendiri oleh pimpinan MA, momentum itu praktis menguap begitu
saja.
"Sangat berat memang menjadi Ketua MA. Coba bayangkan saja, seorang hakim
agung harus bertanggung jawab kepada 6.500 hakim di seluruh Indonesia dengan
anggaran dari APBN sebesar Rp 2,3 triliun," kata Mutammimul.
Karena itu, menurut dia, perlu penyegaran di lingkungan MA dengan masuknya enam
hakim agung baru. Saat ini Komisi Yudisial (KY) dan DPR tengah melakukan proses
untuk mencari calon hakim agung baru tersebut.
"Jadi tidak perlu lagi menunggu hingga dua tahun untuk melakukan penyegaran di
MA, meski menurut undang-undang, jumlah hakim agung seharusnya 60 orang,
sedangkan saat ini baru 41 orang. Oleh sebab itu, penyegaran lebih cepat lebih baik.
Tak usah me-nunggu pensiunnya Bagir Manan dulu," ujarnya.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol Sutanto menegaskan pihaknya tidak akan
terpengaruh pernyataan Ketua MA Bagir Manan soal kasus Lapindo dan penyelesaian
kasus korupsi. Sebagai aparat penegak hukum, katanya, Polri tetap akan
memproses semua pelanggaran hukum.
Sutanto menegaskan, pihaknya tidak akan tinggal diam dalam menegakan hukum --
terlebih kepada pelaku yang terbukti telah melakukan pelanggaran hukum.
Ketua Majelis Anggota Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia
Indonesia (PBHI) Hendardi juga mengaku kecewa oleh berbagai pernyataan dan
perilaku kontroversial Bagir Manan ini. Hendardi menilai, Bagir sudah membuat malu
sistem peradilan dan hukum. Sebagai sosok yang seharusnya menjadi arahan bagi
masyarakat dalam penegakan hukum, Bagir malah acap bertindak menyesatkan. "Ini
harusnya menjadi pertimbangan pengambil keputusan politik untuk bersikap,"
katanya.
Hendardi mengakui, desakan bagi Bagir agar mundur sebagai Ketua MA sangat sulit
karena dia masih mendapatkan dukungan berbagai pihak. "Karena itu, tidak usah
menunggu mundur. Lebih baik Bagir diberhentikan saja," ujarnya menandaskan.
(Nefan/Endang Kusumastuti/Rully/M Kardeni)
Copy Right ©2000 Suara Karya Online
|