SuaraKarya, Rabu, 14 Juni 2006
Penyusupan kader komunis, DPR minta TNI sebut nama
JAKARTA (Suara Karya): Kalangan anggota Komisi I DPR menantang Tentara
Nasional Indonesia (TNI) dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk buka-bukaan
mengenai penyusupan kader komunis di lingkungan legislatif. Dalam kaitan ini,
Permadi (FPDIP) meminta agar nama-nama kader komunis yang menyusup ke DPR
disebut secara terang-terangan.
"Ini penting agar tidak terjadi fitnah kepada anggota DPR," kata Permadi dalam rapat
dengar pendapat Komisi I DPR dan KSAD Jenderal TNI Djoko Santoso di Jakarta,
Selasa kemarin.
Permadi mengingatkan, pernyataan Pangdam Jaya dan Pangdam Siliwangi yang
menyebut DPR disusupi kader komunis telah melampaui kewenangannya, karena
memasuki wilayah politik. "Apa Pangdam punya hak bicara (politik) seperti itu?
Kalangan TNI tak berhak menggulirkan wacana yang dapat melibatkan mereka
kembali ke arena politik," tutur Permadi.
Sementara Wakil Ketua Komisi I DPR Amris Hassan justru meminta agar isu
penyusupan kader komunis ke tubuh DPR tak perlu disikapi secara berlebihan. Dia
beralasan, kini sudah tak ada pelarangan terhadap aliran dalam politik. "Yang menarik
didiskusikan lebih lanjut adalah soal penyusupannya. Tapi ini cukup dibahas secara
internal oleh partai yang berkepentingan," ucapnya.
Di lain pihak, Effendi Choirie (FKB) mengatakan, TNI harus diingatkan bahwa mereka
kini bukan lagi pengawal ideologi, bukan alat kekuasaan, dan bukan alat politik. "UU
TNI memberikan posisi TNI hanya sebagai alat negara di bidang pertahanan,"
katanya.
Karena itu, TNI tak berhak berwacana di depan publik mengenai masalah politik.
"Bukan hak TNI mengatakan di partai ini ada (anggota) PKI, ada unsur kiri atau
kanan. Pembicaraan soal politik sudah bukan wilayah TNI," katanya.
Sidarto Danusubroto (FPDIP) juga mengatakan, wacana parpol disusupi kader
komunis mestinya tak dipublikasikan secara luas, melainkan hanya dijadikan bahan
laporan kepada pihak intelijen. "Tidak arif jika itu dijadikan wacana umum," ujarnya.
KSAD Jenderal TNI Djoko Santoso sendiri membantah bahwa TNI secara resmi
melansir nama anggota DPR yang terindikasi merupakan kader komunis. "Yang
disampaikan Pangdam Jaya itu pendapat pribadi. Sama sekali bukan hasil analisis
institusi TNI," ujarnya.
Sementara dosen Universitas Hamka Alfian Tanjung mengatakan, bukan hanya
lembaga DPR yang telah disusupi oleh kader-kader komunis ini. Kalangan pemuda,
pelajar, dan sejumlah organisasi massa juga telah lama digarap kader-kader komunis,
termasuk kalangan seniman dan budayawan.
Soal itu diketahui Alfian yang sejak delapan tahun lalu melacak dan memantau
kegiatan kader-kader komunis ke beberapa daerah, khususnya di beberapa kota di
Jawa Timur yang merupakan basis pembinaan anggota Partai Komunis Indonesia
(PKI) dan organisasi massa bermantel PKI.
Menurut Alfian yang Ketua Umum PP Gerakan Patriot Bangsa ini, sekarang sudah
tampak jelas adanya indikasi dan sistematika kebangkitan Neo PKI di Indonesia. Ini,
katanya, sebagai tindak lanjut pernyataan Ketua CC PKI Sudisman dalam Sidang
Mahmilub 1967 yang menyatakan: "Jika saya mati, bukannya berarti PKI ikut mati.
Tidak sama sekali tidak. Walaupun PKI sekarang sudah rusak berkeping-keping,
saya tetap yakin ini hanya sementara. Dalam proses sejarah, nanti PKI tumbuh
kembali. Sebab PKI adalah anak zaman yang dilahirkan oleh zaman".
Alfian membeberkan, pembenahan konsep jalan baru DN Aidit (sudah dibunuh prajurit
RPKAD/Kopassus di Klaten pada 1967) oleh Sudisman pada tahun 1969 diubah
menjadi strategi organisasi tanpa bentuk (OTB). OTB adalah organisasi yang
bergerak di bawah tanah dan muncul dalam dua model, yaitu desentralisasi mutlak
dan sentralisasi situasional.
Menurut Alfian, berdasarkan hasil investigasinya, sejumlah organisasi massa,
kalangan pemuda, pelajar dan mahasiswa telah lama disusupi kader-kader komunis.
Namun di antara mereka ada yang melakukan pergerakan atau aksi bukan karena
ideologi, tetapi karena motif uang. "Mereka mau bergerak karena dibayar," ujarnya.
(Yudhiarma/Seno Atmodjo)
Copy Right ©2000 Suara Karya Online
|