SUARA PEMBARUAN DAILY, 6 September 2006
Pemerintah Didesak Buka Kembali Peradilan Tibo Cs
[JAKARTA] Solidaritas Masyarakat Papua, Maluku, Sulawesi Utara (Salut), Sulawesi
Tengah (Sulteng) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) mendesak pemerintah, dalam hal
ini aparat penegak hukum agar membuka kembali peradilan terhadap kasus yang
menimpa Fabianus Tibo, Marinus Riwu, dan Dominggus da Silva.
Mereka meminta pemerintah melakukan investigasi ulang secara jujur terhadap kasus
Poso III, pada tahun 2000, serta kasus- kasus lain seperti pem- bunuhan Theys
Eluay, ser- ta kekerasan lain yang ter-jadi di Papua, Maluku dan Poso.
Demikian seruan masyarakat dari daerah-daerah tersebut di Jakarta, Rabu (6/9).
Dalam pernyataan sikap mereka yang ditandatangani Ketua Badan Pekerja
Solidaritas, Engelina Patiasina, Ismail Bauw dan Ignas Iryanto itu, menyatakan,
tuntutan dibukanya kembali kasus Tibo Cs didasarkan pada fakta yang tidak
terbantahkan. Proses peradilan yang telah menjatuhkan vonis mati adalah suatu
proses peradilan yang sesat.
Suatu proses peradilan baru yang terbuka, bebas serta independen dan
memungkinkan dihadirkan saksi-saksi kunci dapat mengakhiri persoalan ini secara
fair dengan tetap mempertahankan wibawa negara.
Sesama warga bangsa yang yakin akan kejahatan kemanusiaan yang telah dilakukan
Tibo Cs dapat juga mengajukan sanksi pada proses baru tersebut.
Dikatakan, tuntutan penolakan hukuman mati adalah tuntutan yang bersifat umum
dan berlaku untuk setiap hukuman mati dengan alasan apa pun.
Pasal-pasal dalam KUHP yang mengatur hukuman mati jelas bertentangan dengan isi
UUD 1945 serta kovenan internasional mengenai hak-hak sipil.
Keputusan Strategis
Salah satu kuasa hukum Tibo Cs, Petrus Selestinus SH mengatakan, MA sebaiknya
membuat keputusan strategis berupa, peraturan MA yang mengatur tentang
syarat-syarat dan tata cara mengadili kembali sebuah perkara pidana yang telah
diputus di tingkat PK namun putusan itu bersumber dari bukti rekayasa penyidik dan
penuntut umum dan hasil dari sebuah konspirasi aparat pada masa lalu.
Kewenangan MA untuk membuat peraturan seperti itu, tambahnya, sebagai sarana
untuk mengisi kekosongan hukum dan dalam rangka memperlancar proses
pemeriksaan sebuah kasus yang aturannya oleh UU atau hukum acaranya kurang
lengkap.
Hal seperti itu, diatur dalam UU No 5/2004 tentang perubahan atas UU No 14/ 1985
tentang MA pasal 79 yang berbunyi,
"MA dapat mengatur lebih lanjut hal yang diperlukan bagi kelancaran bagi
penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal yang belum cukup diatur dalam
undang-undang ini".
Dengan UU ini MA berwenang menentukan pengaturan tentang cara penyelesaian
suatu soal yang belum atau tidak diatur dalam UU tersebut.
Penyelenggaraan peradilan yang dimaksudkan UU ini hanya merupakan bagian dari
hukum acara secara keseluruhan. Dengan demikian MA tidak akan mencampuri dan
melampaui pengaturan tentang hak dan kewajiban warga negara pada umumnya dan
tidak perlu mengatur sifat, kekuatan, alat pembukti- an serta penilaiannya atau pun
pembagian beban pembuktian.
Masih Diperlukan
Selain itu, masih terdapat sejumlah alasan yang secara hukum dapat menegaskan
pengeksekusian terhadap Tibo Cs yaitu UU tentang Perlindungan Saksi dan Korban
yang telah diberlakukan.
Kalau dikaitkan dengan UU ini, Tibo Cs masih sangat diperlukan untuk menjadi saksi
dalam satu laporan mereka tentang keterlibatan 16 orang sebagai aktor intelektual
kasus Poso III dimana Tibo Cs telah dija-dikan korban.
Wakil Kapolri Komjen Pol Adang Darajatun mengatakan, proses hukum terhadap Tibo
Cs sudah selesai dan untuk mengeksekusinya adalah wewenang kejaksaan.
Mengeksekusi mereka adalah wewenang kejaksaan. Polri hanya menunggu
permintaan Kejaksaan.
Diimbau masyarakat agar yang menolak atau menuntut eksekusi itu dilakukan jangan
sampai mela- kukan hal-hal yang merugikan kepentingan umum dan melanggar
hukum.
"Saya minta semua warga harus taat hukum dan tentu soal eksekusi percayakan
sepenuhnya kepada aparat penegak hukum," katanya. [E-8/B14]
Last modified: 6/9/06
|