SUARA PEMBARUAN DAILY, 08 Mei 2006
Mabes Polri Diminta Periksa Da'i
[JAKARTA] Mabes Polri diminta segera memeriksa Mantan Kapolri Jenderal Polisi
Da'i Bachtiar terkait kasus penyuapan oleh sejumlah tersangka kasus pembobolan
BNI senilai Rp 1,7 triliun, kepada penyidik Polri. Hal itu perlu dilakukan untuk
menindaklanjuti keterangan sejumlah saksi di pengadilan dan ketika dalam
penyidikan Mabes Polri, yang mengarah kepada keterlibatan Da'i Bachtiar dalam
kasus tersebut.
Hal itu dikatakan secara terpisah anggota Komisi III DPR, Anhar, dan aktivis LBH
Jakarta, Hermawanto, kepada Pembaruan, Minggu (7/5). Hermawanto mengatakan,
terlibat atau tidak Da'i Bachtiar dalam kasus tersebut, tetap harus diperiksa.
"Pemimpin tertinggi Polri waktu itu kan dia. Jadi tidak ada alasan Mabes Polri untuk
tidak meminta keterangan beliau," kata dia.
Pada Kamis (4/5), dalam sidang lanjutan perkara kasus penyuapan tersebut dengan
terdakwa mantan Kepala Unit II/Perbankan dan Pencucian Uang Badan Reserse dan
Kriminal (Bareskrim) Polri Kombes Irman Santosa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta
Selatan (Jaksel), mantan Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia Bank BNI
Mohammad Arsjad dalam kesaksiannya menyatakan, ia pernah memberikan uang
kepada sejumlah pejabat Polri sekitar bulan November 2003.
Pemberian uang tersebut sebagai bantuan biaya operasional itu di- berikan kepada
Komisaris Besar Irman Santosa sebesar Rp 250 juta dan Brigjen (Pol) Samuel
Ismoko saat yang bersangkutan menjadi Direktur Ekonomi Khusus Bareskrim Polri
sebesar Rp 200 juta. Sementara Komisaris Jenderal (Purn) Erwin Mappaseng yang
saat itu menjadi Kepala Bareskrim diberi Rp 800 juta.
Menurut Muhammad Arsjad, uang yang awalnya untuk honor pengacara itu, diberikan
kepada polisi karena polisi telah membantu recovery Bank BNI dalam kasus dengan
Bank BPD Bali. Arsjad juga menuturkan, bantuan itu dimaksudkan untuk institusi
polisi.
Pada persidangan kasus yang sama, Kamis (13/4) di PN Jakarta Selatan, seorang
penyidik di Bareskrim Polri, Siti Kumalasari, dalam kesaksiannya juga menyebut
pernah melihat dua kwitansi, yaitu senilai Rp 8,5 miliar untuk biaya operasional
Trunojoyo I (istilah untuk Kapolri) dan Rp 7 miliar untuk biaya operasional di
Bareskrim.
Komisaris Besar Irman Santoso pada 17 Oktober 2005, dalam memberikan
kesaksian di depan penyidik mengatakan, Da'i Bachtiar menerima suap dari seorang
Direktur BNI sebanyak Rp 1 miliar. Keterangan Irman ini berkali-kali dibantah Da'i
ketika ditanya wartawan, dalam beberapa kesempatan.
Menurut Hermawanto, keterangan para saksi tersebut di atas sebenarnya sudah
cukup bukti bagi Mabes Polri untuk menetapkan Da'i Bachtiar menjadi tersangka.
"Ya, tentu sebelum dia ditetapkan menjadi tersangka, dia harus dikonfrontir dulu
dengan keterangan para saksi itu," kata dia.
Hermawanto mengatakan, kalau Mabes Polri tidak memeriksa Da'i Bachtiar, maka
masyarakat akan berpendapat, pertama, Mabes Polri diskriminatif dalam
menegakkan hukum. Kedua, janji Kapolri Jenderal Polisi Sutanto untuk menegakkan
hukum tanpa diskriminatif, hanya lip service saja. Ketiga, Mabes Polri lebih
mementingkan membela korps, dari pada menegakkan hukum.
Anhar mengatakan, Mabes Polri harus segera memeriksa Da'i selain buktinya sudah
ada, juga untuk memperjelas apakah Da'i Bachtiar terlibat atau tidak dalam kasus
tersebut. "Semakin Mabes Polri belum juga memeriksa Da'i, maka dugaan
masyarakat bahwa Da'i terlibat, semakin kuat," kata dia.
Da'i Siap
Da'i sendiri pekan lalu menyatakan siap dipanggil kapan saja, baik oleh penyidik di
Polri, KPK, atau pun pengadilan. "Saya menghormati proses hukum yang sedang
berjalan, saya akan taat pada hukum oleh karena itu saya akan menyerahkan
sepenuhnya pada penyidik yang akan melakukan proses hukum kepada siapapun,
termasuk pada diri saya," katanya.
Terkait kasus tersebut, tiga pejabat Polri diseret ke muka hukum, yakni Mantan
Kepala Bareskrim Polri, Suyitno Landung (perkaranya sudah P21), mantan Direktur II
Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Samuel Ismoko dan mantan Kepala Unit
II/Perbankan dan Pencucian Uang Bareskrim Polri Kombes Irman Santosa (perkara
keduanya masih berjalan di PN Jakarta Selatan). [E-8]
Last modified: 6/8/06
|