The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

SUARA PEMBARUAN DAILY


SUARA PEMBARUAN DAILY, 13 Agustus 2006

KWI Minta Presiden agar Hukuman Mati Dihapus

[JAKARTA] Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar menunda pelaksanaan hukuman mati terhadap siapa pun di Indonesia. Selain itu, KWI juga meminta agar pemberlakuan hukuman mati di Indonesia dihapus.

Demikian surat Presidium KWI kepada Presiden Yudhoyono pada 11 Agustus 2006. Lebih jauh dalam surat yang ditanda tangani Ketua KWI Kardinal Julius Darmaatmadja SJ dan Sekretaris Jenderal KWI I Suharyo Pr (Uskup Agung Semarang) itu dijelaskan, dengan hukuman mati, hidup seseorang diakhiri dan tidak bisa dikembalikan lagi, kendati pun di kemudian hari kebenaran yang sesungguhnya dapat mengungkapkan yang berbeda.

Lebih jauh dalam surat itu dikatakan, hal lain yang menjadi dasar, harus dihapusnya hukuman mati di Indonesia adalah negara Indonesia telah meratifikasi Perjanjian (Kovenan) Hak Sipil dan Politik di mana hak hidup setiap orang diakui dan dijunjung tinggi.

KWI mengirim surat kepada Presiden Yudhoyono ini terkait dengan maraknya pemberitaan mengenai hukuman mati belakangan ini, seperti rencana eksekusi mati terhadap tiga terpidana kasus Poso III, Fabianus Tibo, Marinus Riwu dan Dominggus Da Silva dan rencana eksekusi mati terhadap terpidana kasus Bom Bali, 2002, Amrozi Cs.

Pimpinan Kolektif Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) dalam pernyataan sikap, mengatakan, menolak eksekusi mati terhadap Tibo Cs karena kasus tersebut (Poso) bermuatan politis daripada hukum. "Terbukti, sampai saat ini belum terungkap aktor intelektual kerusuhan Poso yang sebenarnya," kata Ketua Pimpinan Kolektif Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) PDP, Anton Edward H dalam pernyataan sikap yang diterima Pembaruan, Senin (14/8).

Mereka juga meminta kepada Tibo Cs agar membuka secara transparan rahasia yang selama ini menutupi kasus ini agar tidak terjadi salah eksekusi. Menurut Anton, ketiga terpidana bukanlah pelaku, karena terbukti ketika mereka berada dalam penjara, Poso tetap rusuh. "Kasus bom Bali cepat terungkap, namun kasus Poso tidak. Itu menandakan pemerintah tidak mempunyai niat untuk mengungkap kasus Poso yang sebenarnya," kata Anton.

Kuasa hukum Tibo Cs, yang juga sebagai Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus SH mengatakan, Jaksa Agung belum memiliki wewenang eksekutorial terhadap ketiga terpidana mati kasus Poso III, Tibo Cs. Sebab, permohonan grasi oleh keluarga ketiga terpidana mati hingga saat ini belum dijawab oleh Presiden, meskipun PK yang diajukan beberapa waktu lalu telah ditolak oleh MA.

Jaksa Agung, kata Petrus, telah melampaui kewenangan konstitusionalnya bila memaksakan diri mengeksekusi Tibo Cs, karena sesuai prosedur hukum saat ini kewenangan untuk menentukan Tibo Cs dieksekusi atau tidak, sepenuhnya menjadi kewenangan konstitusional Presiden terkait permohonan grasi dari keluarga terpidana mati itu.

Karena itu, lanjut Petrus, harapan untuk meniadakan eksekusi terhadap tiga terpidana mati berada di tangan Kapolri dalam hal ini Kapolda Sulawesi Tengah karena Polri menurut UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI memiliki otoritas untuk menyatakan tidak menyiapkan regu tembak berdasarkan pertimbangan kepentingan umum yang sangat mendesak dan menjunjung tinggi HAM.

Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Paulus Purwoko mengatakan kepada wartawan di Mabes Polri, Jumat (11/8), Polri tetap mengusut 16 nama yang disebut-sebut menjadi aktor intelektual kerusuhan di Poso, Sulawesi Tengah, tahun 1999-2000. "Nama-nama itu tetap diusut oleh Polda Sulteng namun harus dilakukan secara hati-hati, pelan-pelan dan tidak gegabah karena kasus di Poso berbeda dengan kejadian yang ada di Jawa atau tempat lain," kata Purwoko.

Menurut tiga terpidana mati kerusuhan Poso yakni Fabianus Tibo, Marinus Riwu dan Dominggus Da Silva, ada 16 nama yang menjadi aktor intelektual pada kerusuhan itu, bahkan nama-nama itu telah dilaporkan ke Polda Sulteng dan Mabes Polri.

Tetap Dilaksanakan

Pemerintah tetap akan melakukan eksekusi terhadap tiga terpidana mati kasus kerusuhan Poso Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu, meski ada surat dari berbagai pihak termasuk Paus Benedictus XVI, yang meminta Pemerintah RI membatalkan eksekusi itu.

"Pelaksanaa eksekusi pasti akan dilaksanakan," kata Menko Polhukam Widodo Adi Sucipto, yang didampingi Kapolri Jenderal Pol Sutanto dan Jaksa Agung Abdul Rachman Saleh, kepada pers di Jakarta, Minggu. Ia menegaskan, penundaan pelaksanaan eksekusi yang semula akan dilakukan pada 12 Agustus 2006, semata-mata alasan teknis di lapangan yakni kesibukan aparat di daerah mempersiapkan peringatan HUT ke-61 Kemerdekaan RI.

Widodo menjelaskan, pemerintah sepenuhnya mendasarkan pelaksanaan eksekusi terhadap tiga terpidana mati tersebut, pada proses hukum yang berlaku di Indonesia. "Meski ada surat dan sebagainya, saya kira pemerintah meletakkan masalah ini dalam konteks hukum di Indonesia," katanya seperti dikutip Antara. [E-8]


Last modified: 13/8/06
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/batoegajah
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044