SUARA PEMBARUAN DAILY, 19 Agustus 2006
Tibo Cs Dieksekusi, Pemerintah Dilaporkan ke Mahkamah
Internasional
[JAKARTA] Solidaritas Eksponen Aktivis Pergerakan untuk Keadilan Tibo Cs akan
melaporkan pemerintah Indonesia ke Mahkamah Kejahatan Internasional. Hal itu
dilakukan jika tiga terpidana mati kasus kerusuhan Poso III, tahun 2000, Fabianus
Tibo, Marinus Riwu dan Dominggus da Silva tetap dieksekusi mati.
"Kita minta, sebelum pemerintah menjelaskan mengapa kasus kerusuhan Poso terus
berlangsung hingga sekarang, Tibo Cs tidak boleh dieksekusi. Kalau tetap
dieksekusi, kami akan melaporkan pemerintah Indonesia ke Mahkamah Kejahatan
Internasional," kata aktivis Indonesia Berhimpun, Ridwan Saidi di Jakarta, Jumat
(18/8).
Selain Ridwan, aktivis lain yang bergabung dalam seruan menolak eksekusi Tibo Cs
adalah Chris Siner Key Timu dari Pusat Kajian dan Edukasi Masyarakat (Pakem),
Fadjroel Rahman dari Pedoman Indonesia, Iryanto Djou dari Padma Indonesia, Ketua
Asosiasi Pondok Pesantren M Zaim Ahmad Ma'shoem dan Amin Aryoso dari
Yayasan Kepala Bangsaku. Mereka bergabung dalam Solidaritas Eksponen Aktivis
Pergerakan untuk Keadilan Tibo Cs.
Selain para aktivis tersebut, turut hadir dalam acara itu adalah Tim Kuasa Hukum Tibo
Cs dari Komite Pembaruan Peradilan Indonesia (KPPI), yakni Petrus Selestinus SH,
Paskalis Pieter SH, Robert B Keytimu SH, Paskalis A da Cunha SH, Daniel Tonapa
Masiku SH dan Harris Hutabarat SH.
Solidaritas Eksponen Aktivis Pergerakan untuk Keadilan Tibo Cs menyampaikan
sejumlah seruan. Pemerintah tidak dapat mengeksekusi mati Tibo Cs sebelum
memberikan pertanggungjawaban politik terhadap peristiwa Poso yang sudah
berlangsung sejak 2000. Selama ini pemerintah memberi kesan bahwa ini peristiwa
kriminal biasa yang berlatar belakang konflik agama.
Para aktivis meragukan kebenaran pandangan bahwa kasus yang menimpa tiga
terpidana mati tersebut merupakan peristiwa kriminal biasa yang berlatar belakang
konflik agama. Keraguan itu ada karena titik-titik konflik selalu menyebar di kawasan
terpencil yang sering kali mengandung kekayaan alam.
"Menurut kami, apa yang dinamakan konflik agama yang telah berlangsung sejak
1970 merupakan rekayasa asing yang menggunakan tenaga-tenaga lokal. Tidak
tertutup kemungkinan peranan asing dalam peristiwa Bom Bali I dan II serta sejumlah
teror bom di tempat-tempat lain," katanya.
Pemerintah sepenuhnya bertanggung jawab bila terbukti kelak bahwa serangkaian
peristiwa konflik agama berdarah di Tanah Air dan sejumlah teror bom itu didalangi
pihak asing. Sejauh ini pemerintah tidak pernah mengungkapkan keterlibatan pihak
asing dalam apa yang dinamakan konflik agama di Indonesia. "Yang kami saksikan
adalah peristiwa-peristiwa di daerah itu berujung pada penyelesai- an keuntungan bagi
pi- hak asing, misalnya kasus Aceh," katanya.
Dikatakan, adalah sebuah kejahatan kemanusiaan bila putra-putra Indonesia harus
mati tanpa mengerti duduk permasalahan yang sebenarnya. Pemerintah harus
bercermin pada sejarah ketika pemerintah Hindia Belanda menghentikan proses
pelaksanaan hukuman gantung di lapangan terhadap 22 tersangka peristiwa
pemberontakan Tambun 1869.
Diduga Rekayasa
Kasus Tibo Cs patut diduga sebagai sebuah rekayasa politik pihak tertentu yang
pada gilirannya dapat mempertajam ketegangan hubungan antarumat beragama yang
sekaligus mengancam eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia, katanya.
Selestinus mengatakan, eksekusi mati terhadap Tibo Cs harus dibatalkan, karena
proses hukuman terhadap mereka melalui peradilan yang sesat. Sedikitnya beberapa
alasan dikatakan pengadilan sesat. Proses peradilan terhadap mereka, yakni ketika
masih di Pengadilan Negeri Palu, persidangan dilaksanakan di bawah tekanan
massa. Bahkan ada saksi yang menempeleng terdakwa di dalam persidangan. Ini
kan tidak bisa. Semua saksi di persidangan menerangkan bahwa tiga terdakwa
(terpidana) tidak terlibat dalam kasus Poso, katanya.
Paskalis meminta Polri segera menangkap 16 orang yang diduga terlibat dalam
kerusuhan Poso III. Keenam belas nama itu ditemukan dalam putusan Pengadilan
Negeri Palu 3 April 2001. Mereka telah dilaporkan ke Mabes Polri, pada 1 Februari
2006. "Sampai sekarang penyidikannya belum jelas. Kami minta Polri jangan lindungi
mereka," katanya.
Mereka yang diduga terlibat itu adalah Paulus Tungkanan (purnawirawan TNI),
Limpadeli (pensiunan PNS), Ladue (purnawirawan TNI), Erik Rombot (PNS
Kehutanan), Theo Manjayo (purnawirawan TNI), Edi Bunkundapu (PNS Pemda
Tingkat II Poso), Yahya Patiro (PNS Tingkat II Poso), Sigilipu, HX Obed Tampai
(PNS), Rungadi Son (PNS Guru SD), Yanis Simangunsong, Angkaou, Angki
Tungkanan, Hari Banibi, Sarju alias Gode, dan Guntur Tarinje, katanya. [E-8]
Last modified: 19/8/06
|