HarianKomentar.Com, 03 Oktober 2006
Pendeta Eropa kunjungi Ponpes Ngruki
Ba'asyir: Kaum Kristen Indonesia Kurang Berperan
Ustad Abu Bakar Ba'asyir yang getol memperjuangkan Syariat Islam di Indonesia,
dikunjungi 14 pendeta protestan dari Jerman dan Swiss di Solo, kemarin (02/10).
Pertemuan pa-ra pendeta dan pemimpin Pon-dok Pesantren (Ponpes) Al-Muk-min
Ngruki itu dimaksudkan untuk mendapatkan titik temu dari perbedaan keyakinan
untuk terciptanya kerukunan manusia.
Ba'asyir pun menerima de-ngan hangat Pendeta Olaf Schuumann dkk tersebut.
Menariknya, dalam kesempatan
itu, Ba'asyir mengimbau De-wan Gereja Internasional se-makin berperan aktif dalam
penciptaan perdamaian di dunia. Dan Ba'asyir menilai, peran kaum Kristen di
Indo-nesia soal ini masih kurang.
"Saya perlu berterus terang bahwa peran kaum Kristen di Indonesia masih kurang
maksimal dalam penciptaan perdamaian. Saya harap De-wan Gereja Internasional
ber-sedia menyarankan kepada mereka untuk lebih berpe-ran," ujar Ba'asyir di
hadapan 14 pendeta Eropa di Pesan-tren Al-Mukmin Ngruki, Cemani, Sukoharjo,
kemarin.
Salah satu contoh yang dise-butkan Ba'asyir, adalah peran Kristen yang kurang
optimal dalam menjaga perdamaian di Ambon dan Poso. Selain itu dia juga berharap
ketulusan sikap semua pihak dalam membantu menangani benca-na alam yang
banyak terjadi di tanah air akhir-akhir ini.
Dalam kesempatan terse-but, Ba'asyir juga menye-salkan pernyataan Paus
Benediktus XVI saat mengisi perkuliahan di sebuah kam-pus di Jerman yang
pernya-taannya menyulut kontover-si karena dianggap mendis-kreditkan Islam serta
Nabi Muhammad.
Ba'asyir menjelaskan bagi seorang Muslim senjata ha-nya digunakan untuk berta-han
dan membela diri dari se-rangan. Islam melarang keras penggunaan kekerasan atau
paksaan maupun bujukan, sehalus apa pun paksaan dan bujukan itu, dalam
melaku-kan dakwah.
"Seseorang yang masuk Islam karena paksaan atau bujukan dan bukan atas
kesadaran orang itu sendiri, maka tidaklah sah keisla-mannya. Memang Islam
menganjurkan dakwah terus-menerus, namun pantang dengan kekerasan," lanjut dia
seperti dilansir detik.com.
"Karena itu, kami jelas-jelas menyayangkan pernyataan seorang pimpinan agama di
Jerman beberapa saat lalu itu yang mengatakan bahwa per-kembangan Islam
dilakukan dengan kekerasan dan senja-ta. Pernyataan itu muncul ka-rena
kekurangtahuannya ter-hadap Islam yang sesung-guhnya," imbuh Ba'asyir.
Pendeta Olaf Schuumann selaku pimpinan rombongan pendeta berterima kasih atas
masukan yang diberikan Ba'asyir. "Seharusnya dalam beragama memang tidak ada
paksaan. Sebab jika seseorang beragama karena terpaksa itu artinya bukan
keyakinan melainkan kemunafikan," ujar Pdt Olaf.
Kunjungan para pendeta Eropa yang difasilitasi Univer-sitas Kristen Duta Wacana
(UKDW) Yogyakarta ini, dinilai positif Direktur Pesantren Ngruki, Ustad Wahyuddin.
Dia mengaku senang atas kunjungan tersebut karena akan bisa menghapus jarak
antarmanusia yang disebab-kan perbedaan keyakinan. Menurut dia, secara prinsip,
kedua pihak memang menga-nut keyakinan yang berbeda, namun titik temu harus
diupayakan demi kerukunan.
Hal serupa juga dikuatkan oleh Ba'asyir. Menurut dia, hi-dup rukun dengan
non-Mus-lim merupakan cita-cita Islam. Allah dan RasulNya sangat menganjurkan hal
tersebut. Ajaran Islam hanya menganjurkan umatnya me-mutus hubungan dengan
non-Muslim jika pihak non-Muslim melakukan tindak permusuhan.(dtc/*)
|