Indopos, Rabu, 15 Nov 2006
Eksekusi Amrozi Cs Masih Belum Pasti
CILACAP - Kabar bahwa terpidana mati kasus bom Bali Amrozi cs segera dieksekusi
dibantah Tim Pengacara Muslim (TPM) yang menjadi penasihat hukum mereka. Isu
eksekusi Amrozi cs tersebut mencuat setelah keluarga dan TPM ke Nusakambangan
kemarin.
Ketua TPM H Achmad Michdan SH mengatakan, kedatangan TPM beserta keluarga
terpidana mati Amrozi cs selain bersilaturahmi juga untuk menyampaikan
perkembangan kasus yang tengah dilakukan TPM. "Kalau ada isu nanti malam
(kemarin, Red) mereka akan dieksekusi, itu tidak benar. Kalau Kejagung berani
mencabut vonis Mahkamah Konstitusi (MK), itu preseden buruk. Kami justru sangat
menunggu vonis dicabut dari MK. Tapi yang jelas, permintaan klien kami, keluarga
harus dihadirkan saat eksekusi dilakukan," ujar Michdan.
Sumber Radar Banyumas (Grup Jawa Pos) di kejaksaan yang dihubungi kemarin
menyatakan, sampai kemarin belum ada perintah eksekusi terhadap ketiga terpidana
mati tersebut. Sumber itu menolak menyebutkan waktu dan pelaksanaan eksekusi
yang pasti. "Itu rahasia. Ini bukan kunjungan terakhir mereka (keluarga Amrozi cs,
Red). Mungkin kunjungannya masih satu kali lagi atau lebih. Tapi, kami belum bisa
memberikan kapan waktunya. Yang jelas, bukan dini hari ini," kata sumber tersebut.
Sumber itu mengakui bahwa sebenarnya sudah ada persiapan terhadap rencana
eksekusi Amrozi cs. Namun, meski berkali-kali didesak, dia tetap bungkam dan tak
mau menyebut. "Wah, ini masih rahasia," katanya.
Saat menjenguk Amrozi cs kemarin, total ada 27 orang termasuk 8 TPM dalam
rombongan keluarga Amrozi, Muklas, dan Imam Samudra. Mereka menumpang mobil
APV berpelat D dan dua mobil Kijang berpelat B dan S.
Keluarga Amrozi yang ikut rombongan, antara lain, istri Amrozi, Khairina; dua anak
Amrozi, Zulia Mahendra dan Eva Nurbidayah; ibu Amrozi Hj Afiyah, mertua Amrozi
Said Ahmad Sungkar, dan saudara Amrozi. Keluarga Imam Samudra: Zakiah (istri),
Embay Badriah (ibu), adik, dan keponakan. Istri Muklas tidak ikut karena masih di
Malaysia. Dalam daftar, seharusnya anggota rombongan ada 35 orang, namun 7 di
antaranya tidak datang.
Ketua TPM H Achmad Michdan SH mengatakan, kepada Amrozi cs, mereka
menjelaskan bahwa upaya peninjauan kembali (PK) masih ada kendala di Pengadilan
Negeri (PN) Denpasar karena ada beberapa putusan kasasi yang belum diterima.
"Kami berharap PN Denpasar bersedia menyerahkan putusan kasasi mereka dalam
bentuk putusan yang lebih simpel," ungkap Michdan di depan wartawan.
Terkait dengan permintaan kliennya untuk dieksekusi secara Islam, Michdan akan
meminta pertimbangan ulama. "Kami akan meminta pendapat dari Departemen
Agama atau Majelis Ulama apakah syariat Islam bisa diterapkan atau tidak," katanya.
Dia menegaskan, kliennya siap dieksekusi secara adil dan tidak bertentangan dengan
syariat Islam. Tapi, hukuman pidana mati sendiri mendapat kritikan dari aktivis HAM
untuk dicabut.
Michdan secara tegas mengkritik statemen Kejagung bahwa jika belum mengajukan
PK hingga akhir November atau awal Desember, Imam Samudra cs akan dieskesusi.
"Saya kira Kejagung tidak usah menggembor-gemborkan hal itu. Yang terpenting
proses hukum klien kami bisa dipenuhi dengan ketentuan hukum yang berkeadilan
dan sesuai syariat Islam," tegasnya.
Menurut Michdan, saat ini di Nusakambangan ada ratusan terpidana mati yang belum
dieksekusi. Banyak yang sudah 43 tahun menunggu eksekusi. "Jangan seperti kasus
Tibo yang telah dieksekusi, tapi justru menimbulkan persoalan hukum di Poso.
Padahal, penasihat hukum Tibo sudah meminta penundaan eksekusi. Belajar dari
kasus Tibo, mestinya Kejagung lebih berhati-hati dengan lebih dulu memberikan
upaya hukum secara optimal. Sebab, pidana mati itu tidak akan turun menjadi pidana
seumur hidup," tandasnya.
Lantas bagaimana kondisi Amrozi cs di tahanan? Meski tengah menunggu eksekusi
mati, Imam Samudra tetap garang. Terpidana mati kasus bom Bali II itu justru
mengeluarkan rilis yang dititipkan kepada Tim Pengacara Muslim (TPM) yang
membesuknya. Imam mengecam keras kedatangan George W. Bush pada 20
November mendatang.
Kecaman tersebut ditulis tangan pada tiga lembar kertas HVS. Imam menyebut Bush
sebagai gembong teroris, pentolan dan pemimpin perang salib abad ke-21.
Michdan mengatakan, selain menitipkan tulisan berisi kecaman kepada Bush, Imam
juga meminta kesempatan menulis buku untuk mengklarifikasi beberapa tudingan
yang tidak benar atas dirinya. Di antaranya sikap dia kepada beberapa ulama. "Dia
(Imam, Red) minta disediakan komputer yang dilengkapi program untuk menulis
bahasa Arab. Nanti dia bisa menulis di ruang umum atau ruang lapas," ujarnya.
Masih menurut Michdan, terkait peledakan bom di Restoran A&W Kramatjati yang
dikaitkan dengan kelompok Banten, Imam tidak berkomentar apa-apa. "Biasanya
Imam langsung tahu jarum yang jatuh di luar penjara, tapi untuk masalah ini dia tidak
berkomentar apa pun," ujar Michdan.
Sementara itu, Muklas ingin menjadi hafiz (penghafal) Quran selama mendekam di
penjara. "Saat ini dia sudah hafal 18 juz. Dia ingin segera mewujudkan niatnya
tersebut," jelasnya. Amrozi sendiri, kata Michdan, masih murah senyum seperti
kebiasaannya.
Michdan menambahkan, tidak tertutup kemungkinan sidang PK kasus ini
dilaksanakan di PN Cilacap. "Registernya tetap di Jakarta, namun pelaksanaan bisa
dilakukan di PN Cilacap," ujarnya. (man) |