KOMPAS, Selasa, 31 Oktober 2006
Tim Pencari Fakta Dibentuk
Kepala BIN Sjamsir Siregar: Tak Ada Penarikan Pasukan Berdasarkan
Ultimatum
Jakarta, Kompas - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan empat kesepakatan
hasil pertemuan dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama Poso di Palu, Sulawesi
Tengah, Senin (30/10) dini hari. Dua di antaranya, membentuk Tim Pencari Fakta
Kasus Tanah Runtuh dan menghidupkan lagi Kelompok Kerja Malino.
"Di Sulawesi Tengah, tidak ada konflik antarmasyarakat. Yang ada teror-teror yang
dijalankan kelompok kecil anak muda. Sebagian besar dari mereka sudah ditangkap.
Tetapi, karena teror, satu orang saja bisa bikin gempar di sana," ujar Kalla dalam
jumpa pers di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Senin.
Untuk mengatasi teror yang masih terjadi di Poso, dalam pertemuan tertutup dengan
tokoh masyarakat dan agama di Palu, disepakati empat hal untuk dilakukan.
Pertama, masalah diselesaikan secara damai dengan dialog semua pihak. Untuk
upaya ini, Kelompok Kerja Malino dihidupkan untuk meningkatkan dialog dan
mempererat silaturahmi.
Kedua, teror merupakan musuh bersama karena membahayakan kedua belah pihak,
baik komunitas Islam maupun Kristen. Tindakan hukum untuk mengatasinya
dilakukan secara terbuka oleh aparat kepolisian dibantu masyarakat.
Ketiga, untuk insiden di Tanah Runtuh, pemerintah membentuk tim pencari fakta
(TPF) yang diketuai unsur dari Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan dengan
melibatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Polri), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Poso. TPF mengharapkan keterbukaan
semua saksi dan langkah Polri menegakkan hukum. Masyarakat akan dilibatkan
untuk pencarian fakta.
Keempat, karena konflik masa lalu, ekonomi Poso tak berkembang. Banyak anak
muda menganggur dan berpotensi memunculkan masalah baru. Pemerintah pusat
mendukung pendanaannya. Menteri Sosial dan Menteri Pekerjaan Umum akan ke
Poso pekan depan guna menghidupkan kehidupan sosial dan ekonomi.
Terkait dengan upaya menindak pelaku teror yang terjadi tiga tahun terakhir, Kalla
mengemukakan, Polri menangkap banyak pelaku meskipun banyak yang belum
diajukan ke pengadilan untuk alasan pengungkapan jaringan yang lebih luas. "Saya
mendapat daftar orang-orang yang dibekuk dari kedua kelompok," tuturnya.
Mengenai anggota Polri yang ditugaskan di Poso dengan status bawah kendali
operasi (BKO), Kalla mengemukakan akan ditarik kapan saja jika kondisi keamanan
pulih dan masyarakat tidak lagi khawatir. "Kapan saja penarikan bisa dilakukan kalau
keamanan pulih dan masyarakat tidak khawatir. Bisa minggu depan, bisa bulan
depan," ujarnya.
Untuk membantu memulihkan keamanan di Poso, MUI, Nahdlatul Ulama,
Muhammadiyah, dan Laskar Jihad akan dilibatkan untuk melakukan counter
pikiran-pikiran yang bertentangan dengan ajaran Islam moderat. Sementara itu, untuk
upaya rekonsiliasi, pemerintah akan mencontoh apa yang dilakukan di Aceh dengan
melibatkan partisipasi masyarakat.
Dalam konteks penegakan hukum, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sjamsir
Siregar menyatakan, tidak lama lagi Polri akan menangkap para pelaku teror di Poso.
"Sebentar lagi diambil langkah-langkah penangkapan. Ada kelompok tertentu yang
kecil, bukan Islam dan bukan Nasrani, yang berpikiran keras ingin tetap mengambil
tindakan yang meresahkan masyarakat. Kemarin, kelompok kecil itu masih ada.
Mereka ada yang menggunakan bahan peledak dan senjata, buktinya ada pendeta
tewas ditembak," papar Sjamsir.
Menurut Sjamsir, dari hasil pertemuan dengan para tokoh di Sulawesi Tengah
(Sulteng), ada kesepakatan, khususnya antara aparat dan komunitas Islam yang
sebelumnya mengultimatum agar pasukan BKO segera ditarik dari Poso. "Penarikan
itu tidak mungkin. Tidak ada penarikan berdasarkan ultimatum," kata Sjamsir.
Gubernur Sulteng HB Paliudju menambahkan, TPF yang segera dibentuk akan
dipimpin Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Widodo AS. "Kami
diberi waktu seminggu guna membentuknya. Ketuanya Menko Polhukam sendiri,
dengan anggota tokoh masyarakat dan agama dari pusat dan daerah. Akan tetapi,
yang independen. Tugasnya, melakukan investigasi agar tidak ada kecurigaan,
seperti tuduhan ke aparat keamanan," ujar Paliudju.
Yus Mangun, seorang deklarator Malino dari umat Islam, Senin di Palu, mengatakan,
dalam pertemuan hingga dini hari itu, Wapres menyatakan pemerintah tidak akan
menarik aparat Brimob yang berada di Poso dan dalam status BKO Kepolisian
Daerah Sulteng. Aparat Brimob yang di-BKO akan ditarik apabila situasi keamanan
Poso membaik.
Seusai melakukan pertemuan tertutup dengan tokoh-tokoh masyarakat dan agama
Islam di Gedung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sulteng, Wapres
melanjutkan pertemuan dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama Kristen di
Wisma Siranindi, rumah jabatan Gubernur Sulteng. Pertemuan itu tertutup dan dijaga
ketat Pasukan Pengamanan Presiden serta aparat Polri dan TNI di Palu.
Yanti Tobondo, seorang deklarator Malino dari umat Kristen, mengatakan, pada
pertemuan itu tokoh-tokoh masyarakat dan agama Kristen di Sulteng meminta
ketegasan pemerintah mengungkap teror di Poso dan Palu.
Menurut Yanti, banyak butir perjanjian Malino (perjanjian damai antara tokoh-tokoh
Islam dan Kristen Poso yang dilaksanakan di Malino, Sulawesi Selatan, tahun 2001)
yang belum dilaksanakan, baik oleh pemerintah maupun warga Poso. Butir itu, antara
lain, adalah rehabilitasi hidup pengungsi, penertiban penduduk, dan penegakan
hukum.
Dalam pertemuan itu, tutur Yanti, tokoh-tokoh Kristen juga mendukung keberadaan
Polri dan TNI di Poso. "Jika Polri dan TNI tidak ada, provokator di Poso akan semakin
bebas melakukan aksinya," kata Yanti, yang menegaskan bahwa kekerasan yang
terjadi di Poso akhir-akhir ini adalah ulah provokator.
Pada pukul 09.00 kemarin, sekitar 1.000 warga Poso melakukan aksi unjuk rasa
menuntut aparat Brimob yang berada di Poso di bawah kendali operasi Kepolisian
Daerah Sulteng dipulangkan ke daerah asalnya. Mereka juga menuntut pemerintah
membentuk tim investigasi independen kasus bentrokan aparat Brimob dan warga
Gebang Rejo, Poso. (REI/INU/HAR)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|