KOMPAS, Senin, 08 Januari 2007
Badai Hantam Teluk Ambon
Perlu Diwaspadai Terjadinya Siklon Tropika
Ambon, Kompas - Perairan laut di Maluku dinyatakan masih berbahaya bagi
pelayaran lokal karena cuaca belum stabil. Cuaca buruk akibat badai tropis di
perairan Australia sering menimbulkan angin kencang disertai hujan deras, seperti
yang terjadi Minggu (7/1) pukul 13.00 WIT, sehingga perjalanan sejumlah kapal
ditunda.
Angin kencang menyebabkan gelombang besar setinggi lebih kurang dua meter di
peraira! n lepas. Di Teluk Ambon, tinggi gelombang 0,5-1 meter. Kemarin, gelombang
besar menghantam kapal-kapal penyeberangan dan kapal cepat yang sedang
bersandar di Pelabuhan Rakyat Slamet Riyadi dan Pelabuhan Yos Sudarso.
Perubahan cuaca itu sangat cepat, ditandai dengan mendung tebal berwarna kelabu
di arah mulut Teluk Ambon pada pukul 12.45 WIT. Awan tebal menyelimuti langit
Ambon sekitar pukul 13.00 WIT disertai angin kencang dan hujan.
Melihat kondisi ini, Abraham J Lesnussa, Kepala Bidang Penjagaan dan
Penyelamatan Administrator Pelabuhan Ambon, menginstruksikan penundaan
keberangkatan sejumlah kapal pengangkut barang dan penumpang yang dijadwalkan
berangkat kemarin.
"Hari ini (kemarin) kami batalkan semua keberangkatan kapal penyeberangan lokal.
Kami tidak bisa tentukan sampai kapan karena cuaca masih belum stabil," kata
Abraham.
Siklon tropika
Di Papua, dalam tiga hari ke depan, diperkirakan bisa terjadi siklon tropika yang
ditimbulkan tekanan rendah udara di atas perairan Laut Timor dan Laut Arafuru.
Namun, tidak akan terjadi perubahan gelombang laut di pesisir selatan Papua.
"Dalam 24 jam mendatang diperkirakan tinggi ombak di pesisir selatan dan utara
Papua tetap berkisar 1,5-2,5 meter dengan kecepatan 5-15 knot. Akan tetapi, di
wilayah kepala burung Papua tinggi gelombang bisa mencapai 3,5 meter, dengan
kecepatan angin bisa 20 knot," kata Kepala Bidang Data dan Informasi Kantor Badan
Meteorologi dan Geofisika (BMG) Jayapura Ahmad Mujahidin saat dihubungi di
Jayapura, Minggu.
Dari Bandung dilaporkan, cuaca di daerah khatulistiwa atau ekuator sangat susah
diprediksi, terutama pada bulan Januari-Februari yang merupakan puncak cuaca
ekstrem.
Menurut Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan BMG Mezak A Ratag di
Bandung, Sabtu, ramalan cuaca buruk di daerah ekuator baru bisa dilakukan tiga hari
sebelum peristiwa terjadi. Padahal, umumnya ramalan cuaca di kawasan garis lintang
tinggi itu bisa dilakukan tujuh hari sebelumnya.
"Biasanya (ramalan) bisa kami lakukan tujuh hari sebelumnya. Itu pun tiap hari harus
dievaluasi," ujarnya.
Karena itu, katanya, peringatan dini prakiraan cuaca buruk yang disampaikan hanya
pada kondisi batas yang mungkin terjadi, belum data detail.
Kondisi cuaca buruk, menurut dia, akan berlanjut sampai bulan Maret, atau sampai
dengan berakhirnya musim hujan. (ANG/ROW/THT)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|