KOMPAS, Kamis, 11 Januari 2007
Pengembangan Ekonomi Kawasan Timur Tidak Jelas
Jayapura, Kompas - Pengembangan kawasan ekonomi di kawasan timur Indonesia
atau KTI tidak memiliki konsep yang jelas dan kebijakan yang konsisten. Jika
kawasan ekonomi KTI diperlakukan sama dengan kawasan ekonomi lainnya, minat
investor akan semakin berkurang karena sarana dan prasarana di KTI jauh tertinggal.
Hal itu disampaikan Kepala Pelaksana Harian Badan Pengelola Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) Biak Friggia Marien di Biak, Rabu (10/1).
Friggia menyatakan, rencana pemerintah mengonversi Kapet Biak menjadi kawasan
ekonomi khusus (KEK) harus disertai komitmen jelas untuk membiayai pembangunan
sarana dan prasarananya, fasilitas perizinan satu pintu, maupun pembentukan badan
otoritas pengelola kawasan dengan kewenangan yang tegas.
"Harus dicatat bahwa kegagalan Kapet Biak menjadi simpul distribusi barang dan
memacu pertumbuhan ekonomi di Papua juga disebabkan inkonsistensi kebijakan
pemerintah dalam pengembangan kapet. Pemerintah pusat di bawah tekanan IMF
(Dana Moneter Internasional) mencabut kewenangan fiskal dan perizinan Kapet Biak
sehingga Kapet Biak kehilangan nilai jual. Tanpa fasilitas fiskal dan perizinan satu
pintu, apa keuntungan investor berinvestasi di Biak yang masih minim sarana dan
prasarana?" kata Friggia.
"Pembentukan kapet pada 1996 disertai rencana pemerintah pusat pembangunan
sejumlah sarana di Biak, seperti pelabuhan kontainer, kawasan pergudangan, dan
peralatan yang dibutuhkan. Sampai sekarang rencana itu tidak terealisasi," katanya.
Terkait dengan arahan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu agar Kapet Biak
diarahkan menjadi KEK dengan didahului pembentukan kawasan berikat, Friggia
menyatakan, saat ini Kapet Biak sedang membangun sebuah kawasan berikat.
Pengalihan Kapet Biak menjadi KEK belum tentu akan memacu pertumbuhan
ekonomi di Papua. (row)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|