KOMPAS, Kamis, 11 Januari 2007
PLN Kaji Pengganti Solar
Bahan Bakar Alternatif Dinilai Lebih Hemat dan Mulai Diterapkan 2007
Ambon, Kompas - PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara terus mengkaji bahan
bakar murah dan terbarukan sebagai pengganti solar. Penggantian bahan bakar itu
untuk menekan biaya produksi listrik yang tinggi akibat harga minyak dunia terus
melambung. Hasil kajian itu sebagian mulai diterapkan pada 2007 ini.
PLN wilayah Maluku dan Maluku Utara terdiri atas 75 pusat pembangkit yang
tersebar di 50-an pulau. Pusat-pusat pembangkit listrik itu berada di bawah tiga
cabang, yaitu Ambon, Tual, dan Ternate.
Pasokan solar yang terbatas dan mahal menyebabkan pemenuhan listrik sering
terganggu. Oleh karena itu, dibutuhkan sumber bahan bakar baru yang tersedia dalam
jumlah banyak, relatif murah, dan terbarukan. Ancaman krisis bahan bakar tak
terbarukan itu juga mendasari pelarangan penambahan mesin diesel untuk
pembangkit listrik mulai tahun 2005 lalu.
Dalam program perencanaan PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara, bahan bakar
aternatif yang dikaji antara lain minyak berat (marine fuel oil/MFO), bahan bakar
campuran, panas bumi, mikrohidro, coal gas engine, dan tenaga angin.
"Untuk MFO, rencananya sudah digunakan mulai Februari. MFO ini akan dipasok
oleh Pertamina untuk PLTD Hative dan PLTD Poka di Pulau Ambon serta PLTD Kayu
Merah di Ternate," kata Hendarman Suhendro, Manajer Teknik PLN Wilayah Maluku
dan Maluku Utara.
Energi lain yang sedang dikaji adalah bahan bakar campuran antara solar dan minyak
sawit curah (palm pure oil). Bahan bakar campuran ini sudah digunakan sejumlah
pembangkit di Sumatera dengan komposisi solar-minyak curah 80:20.
Penggunaan minyak curah sebagai campuran, menurut Hendarman, kurang strategis
untuk wilayah Maluku dan Maluku Utara, karena tidak ada perkebunan kelapa sawit.
"Kami sedang menjajaki penggunaan minyak kopra yang dihasilkan dari kelapa. Dari
ketersediaan bahan baku, minyak kopra bisa diandalkan," kata Hendarman lebih
lanjut.
Agus Widoyoko, Manajer Perencanaan PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara
mengatakan, pihaknya juga sedang mengkaji kemungkinan penggunaan coal gas
engine. Prinsipnya, gas yang dihasilkan dari batu bara kemudian digunakan untuk
menggerakkan mesin pembangkit listrik. Teknologi ini sudah digunakan di China
untuk memenuhi kebutuhan listriknya.
Namun, teknologi coal gas engine dinilai cukup berisiko dari sisi pemenuhan bahan
baku.
Pasokan batu bara tiba
Dari Cilacap dilaporkan, dua kapal tongkang yang masing-masing mengangkut 13.000
ton dan 11.000 ton batu bara dari Kalimantan akhirnya tiba. Dengan demikian, untuk
sementara Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Karangkandri kini sedikit aman
karena persediaan bahan bakar cukup untuk 4 hari-5 hari.
Seperti diberitakan, PLTU Karankandri sempat mengalami krisis bahan bakar akibat
keterlambatan dua tongkang pengangkut batu bara yang terhalang badai dan
gelombang besar. Kedua tongkang tersebut dilaporkan sempat berlindung di perairan
Tuban, Jawa Timur.
"Kedua tongkang sudah sampai di Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap. Saat ini batu
bara sedang dibongkar dan langsung diangkut ke gudang terbuka guna menambah
persediaan," kata Matoin, Manajer Operasi PLTU Cilacap, Rabu kemarin.
Menurut dia, persediaan batu bara yang kini seluruhnya sekitar 35.000 ton itu
sebenarnya belum dapat disebut aman dari krisis. Sebab, normalnya persediaan
harus cukup untuk mengoperasikan dua mesin pembangkit selama 15 hari ke depan.
(ang/nts)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|