The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Masariku Network


Masariku Network, 11 November 2006

Beberapa detail disekitar kasus Pendeta Dicky Mailoa

oleh volty sweety

1. Soal Penggerebekan di Hotel Grand Soya

Penggerebekan dilakukan oleh pihak Polres Pulau Ambon & Lease di Kamar 401 Hotel Grand Soya, pada malam hari, Jumat 20 Oktober 2006. Penggerebekan tidak segera diikuti penahanan (kecuali terhadap 2 orang pramuria yang berada di kamar 401) terhadap Dicky, Wate (salah seorang keturunan Tionghoa yang dikenal sebagai bandar narkoba di Ambon), Edison (salah satu kontraktor keturunan Tionghoa, yang diketahui sebagai pemakai narkoba), serta Mayor AD Pasekel yang bertugas di KODAM XVI Pattimura. Penahanan tak jadi dilakukan, karena segera setelah penggerebekan, datang seorang perwira POLDA Maluku untuk membawa pergi (melepaskan) Wate, yang diikuti oleh Dicky dan teman lainnya. Tindakan 'pelepasan' ini sempat menimbulkan ketegangan antara pihak Polres dan Polda Maluku, karena terkesan salah seorang perwira Polda Maluku mem-back up bandar narkoba.

2. Alasan Kehadiran Dicky di kamar 401 hotel Grand Soya

Menurut hasil penyidikan polisi dari Polres Ambon & Lease, Dicky hadir di kamar 401 Hotel Grand Soya, setelah sebelumnya ditelpon oleh Edison (penyewa kamar 401) untuk meminta bertemu dengannya. Setelah Dicky tiba tak lama berselang datang Wate dengan seorang pramuria, yang kemudian diikuti dengan kejadian penggerebekan.

3. Penangkapan atau Penyerahan Diri

Dalam pemberitaan media, diungkapkan bahwa pada hari Minggu, 22 Oktober 2006 Dicky diciduk polisi di tempat kediamannya. Fakta yang terungkap didalam penyidikan, Dicky yang datang menyerahkan diri pada pagi hari, Minggu 22 Oktober 2006 ke Mapolres Pulau Ambon & Lease. Penyerahan diri kemudian diikuti dengan pemeriksaan marathon sepanjang hari Minggu sampai Senin, 23 Oktober 2006 di Mapolres Pulau Ambon & Lease.

4. Mendesak Pemeriksaan Urine dan Pemeriksaan Silang Para Tersangka

Pada hari Senin 23 Oktober 2006 Dicky & pengacaranya meminta (agak mendesak) dilakukan pemeriksaan urine sebagai salah satu upaya pembuktian. Desakan ini dilakukan karena Dicky tidak merasa menggunakan narkoba jenis shabu-shabu. Pemeriksaan urine Pdt Dicky Mailoa dan tersangka lainnya kemudian dilakukan pada Senin malam di laboratorium Polda Maluku yang terletak di RS Polri tantui. Berbeda dengan tersangka lainnya, pemeriksaan urine Dicky diulang sebanyak 3 kali. Dalam seluruh proses pemeriksaan urine, Dicky didampingi oleh pengacara dan beberapa teman lainnya, dengan pertimbangan untuk menghindari kemungkinan pemalsuan hasil laboratorium. Pada malam itu juga pengacara Dicky menginformasikan kepada beberapa rekannya bahwa hasil pemeriksaan urine Dicky ternyata negatif. Sementara beberapa tersangka lainnya terbukti positif menggunakan narkoba. Berbeda dengan hasil sementara (karena belum dipublikasikan) pemeriksaan urine, dua orang tersangka lainnya (Edison & salah seorang pramuria) mengaku kepada penyidik bahwa Dicky turut menggunakan narkoba jenis shabu-shabu pada malam penggerebekan itu. Kesaksian Edison kemudian dibantahnya sendiri, ketika penyidik polri melakukan konfrontasi antara para tersangka dalam pemeriksaan lanjutan di Mapolres Pulau Ambon & Lease.

5. Tuduhan yang Disangkakan Terhadap Dicky

Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang ditanda-tangani masing-masing tersangka, Dicky dikenai tuduhan 'mengetahui tetapi tidak melaporkan'. Terhadap tuduhan itu Dicky mengemukakan 4 alibi (dalam penyusunan BAP hanya 1 alibi yg dimuat), masing-masing:

a. Dicky tak mungkin melaporkan karena saat penggerebekan ia masih ada di tempat kejadian perkara.

b. Dicky tak bisa melaporkan karena ia tak memiliki satupun nomor telpon polisi saat itu.

c. Dicky takut melaporkan, karena melihat adanya salah seorang perwira Kodam XVI Pattimura di kamar itu. Selain itu kedatangan salah seorang perwira Polda Maluku untuk 'membebaskan' Wate disaat penggerebekan mengopinikan bagi Dicky bahwa kelompok ini di-back up oleh aparat keamanan.

d. Dicky enggan melaporkan karena menilai kasus narkoba memiliki jaringan dengan cukup banyak mata-mata, yang dapat saja mencelakakannya kemudian (Hanya alibi ke-4 yang dimuat di dalam BAP)

7. Penanda-tanganan Hasil Pemeriksaan Urine

Lewat seminggu barulah penyidik membawa hasil pemeriksaan urine untuk ditanda-tangani oleh Dicky. Ketika hasil itu dibawa pada hari Sabtu, 28 Oktober 2006, Dicky menolak untuk menandatanganinya. Penolakan Dicky dikarenakan pihak penyidik hanya menyodorkan lembar terakhir hasil pemeriksaan yang harus disetujui Dicky & ditanda-tangani. Keberatan penyidik untuk memperlihatkan keseluruhan hasil pemeriksaan kepada Dicky dengan alasan 'rahasia jabatan'. Karena penolakan Dicky maka penyidik polisi berjanji akan mempertemuakan Dicky dengan pihak dokter yang memeriksa dan merumuskan hasil pemeriksaan urine pada hari Minggu 29 Oktober 2006. Lewat hari Minggu penyidik tak kunjung datang sekalipun Dicky dan pengacaranya telah menunggu. Keesokan hari barulah penyidik polisi kembali, dan memperlihatkan seluruh hasil pemeriksaan kepada Dicky untuk ditanda-tangani. Setelah membaca lembaran hasil pemeriksaan, Dicky kemudian menandatangani secara berulang semua item hasil pemeriksaan yang tertera. Ketika ditanya oleh penyidik, Dicky beralasan bahwa ia harus membubuhkan tanda tangannya pada seluruh item untuk menghindari manipulasi tanda tangan. Disaat menanda-tangani, Dicky didampingi oleh salah seorang rekan wartawan koran Suara Maluku, serta seorang fungsionaris Partai Golkar Kota Ambon. Berdasarkan seluruh item pemeriksaan urine yang tertera dalam laporan hasil pemeriksaan, Dicky kedapatan negatif menggunakan semua jenis narkoba.

6. Penahanan

Berdasarkan hasil pemeriksaan maka perintah penahanan dikeluarkan terhadap semua tersangka, sambil menunggu pelimpahan perkara ke pihak Kejaksaan Negeri Ambon. Saat ini Dicky bersama tersangka lainnya sementara ditahan di ruang tahanan Mapolres Pulau Ambon & Lease.

7. Posisi Politik Dicky Mailoa

Status politik Dicky saat penahanan dilakukan adalah sebagai Sekretaris non aktif DPD Partai Golkar Maluku. Sebagaimana diketahui bahwa dalam tubuh Partai Golkar Maluku selama ini terjadi perpecahan yang cukup parah. Perpecahan ini berujung pada tuntutan dilakukannya Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) terhadap DPD Partai Golkar Maluku. Tuntutan itu diakomodir oleh pihak DPP Partai Golkar, yang diikuti dengan tindakan pembekuan pengurus DPD Partai Golkar Maluku, yang diketuai oleh Abdullah Tuasikal. Tindakan pembekuan kepengurusan Partai Golkar Maluku, diikuti dengan penetapan careteker dari pihak DPP Partai Golkar untuk mempersiapkan berlangsungnya Musdalub Partai Golkar Maluku. Tidakan pembekuan ini terjadi kurang lebih sebulan sebelum kasus Dicky. Sementara pelaksanaan Musdalub Partai Golkar Maluku direncanakan berlangsung pada akhir bulan November 2006. Posisi Dicky terhadap pelaksanaan Musdalub cukup penting, karena Dicky harus membuat laporan pertanggung-jawaban kepengurusan DPD Partai Golkar Maluku untuk dinilai melalui mekanisme musdalub. Selama ini muncul opini bahwa alasan di balik tuntutan penyelenggaraan musdalub, karena kepengurusan partai (yang dikomandoi Dullah & Dicky) dianggap telah gagal. Khususnya terkait dengan kegagalan beberapa kandidat Partai Golkar dalam pelaksanaan Pilkada di beberapa Kabupaten-Kota di Maluku. Terakhir yang cukup menohok berkaitan dengan kegagalan kandidat Partai Golkar dalam pemilihan Walikota Ambon yang baru lalu. Di lingkar pendukung kandidat walikota dari Partai Golkar, Dicky dianggap sebagai musuh politik karena lebih mendukung, dan bahkan turut mensukseskan terpilihnya kandidat walikota dari PDIP. Demikian juga Dullah sebagai Ketua DPD Partai Golkar Maluku, dianggap tak sepenuhnya mendukung kandidat walikota yang justru direkomendasi oleh Partai Golkar.

8. Posisi Dicky di Gereja Protestan Maluku

Dicky ditahbiskan sebagai pendeta Gereja Protestan Maluku, dan bekerja aktif sampai periode awal tahun 80-an. Di awal 80-an Dicky meminta status lolos butu dari BPH Sinode GPM untuk ke Jakarta melanjutkan study dan sekaligus beraktifitas sebagai fungsionaris Pengurus Pusat GMKI serta GAMKI. Dalam proses selanjutnya Dicky menjadi salah satu staff di PGI sampai awal tahun 2000-an. Posisi terakir Dicky di PGI adalah mengomandoi Crisis Center PGI dan penerbita majalah Oikumene. Dengan demikian sepanjang kurun waktu yang cukup lama Dicky tak menyandang status sebagai pegawai organik GPM. Dalam pergaulan keseharian Dicky malah lebih dikenal luas sebagai tokoh pemuda, dan kemudian sebagai politisi, yang malang melintang dalam dinamika politik nasional di Jakarta. Karena itu Dicky lebih umum disapa dengan sebutan 'Bung Dicky' sebagaimana lazimnya dalam dunia pemuda dan politik di Indonesia. Pada pertengahan tahun 2005 Dicky kembali ke Ambon dan menjabat sebagai Sekretaris DPD Partai Golkar Maluku.

9. Pemberitaan Media Terkait Kasus Dicky

Sejak Senin 23 Oktober 2006 media lokal maupun nasional melakukan ekspose terhadap kasus ini secara luas. Menariknya pada hari dimaksud, di Ambon hanya terbit 1 koran lokal, yakni koran Siwalima. Semua koran lain memilih meliburkan diri pada hari itu, menjelang pelaksanaan Idulfitri pada keesokan harinya. Hampir seluruh berita Siwalima pada penerbitan hari Senin mengekspose kasus Dicky secara besar. Seluruh eksemplar penerbitan Siwalima terjual habis sebelum jam 11.00. Dalam seluruh headline maupun isi beritanya, Siwalima menggunakan sebutan 'Pendeta Dicky Mailoa'. Sebutan yang tak lazim digunakan terhadap Dicky Mailoa selama ini dalam pergaulan publik. Dalam pemberitaan selanjutnya setelah Idulfitri sebutan in terus dipakai oleh Siwalima, sambil melakukan reportase secara luas pada banyak segmen publik. Termasuk didalamnya mengekspose wawancara yang dilakukan terhadap warga jemaat GPM, pengurus unit, mantan majelis jemaat, anggota-anggota wadah pelayanan perempuan GPM, dll. Terhadap kasus ini Siwalima melakukan konfrontasi pemberitaan secara luas kepada publik, dengan mengopinikan Pendeta Dicky Mailoa sebagai pemimpin kelompok yang digerebek. Beberapa orang dari segmen jemaat GPM yang diwawancarai Siwalima, menuntut ditegaskannya sangsi GPM terhadap Pendeta Dicky Mailoa, dan bahkan mencabut status kependetaannya.

Berbeda dengan Siwalima, koran lokal lainnya terkesan tak melakukan reportase secara luas terhadap kasus ini. Koran harian Ambon Express (umumnya masyarakat mengagap Koran harian Siwalima & Koran harian Suara Maluku merupakan representasi dari komunitas Kristen. Sebaliknya Ambon Express dianggap mewakili komunitas Muslim) dengan oplah terbesar dan terluas di Maluku, bahkan hanya sekali memuat berita ini dengan menggunakan nama Dicky Mailoa sebagai head line berita (dan tanpa embel-embel kependetaan).

Dalam pemberitaan selanjutnya Siwalima melakukan ekspose terhadap pernyataan Kapolres Pulau Ambon & Lease, bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan urine, Pendeta Dicky Mailoa terbukti menggunakan narkoba. Pemberitaan yang kemudian dibantah oleh Kapolres sendiri lewat berbagai media, setelah keluarnya hasil laboratorium terkait dengan pemeriksaan urine Dicky yang terbukti negatif dari kontaminasi semua unsur narkoba.

Media TV nasional sendiri melakukan ekspose secara luas terkait dengan kasus ini. Pemberitaan media TV awalnya dimotori oleh kontributor RCTI di Ambon, yang sejak awal mengawali kasus ini secara intens. Kontributor RCTI di Ambon merupakan adik dari salah satu pemimpin redaksi koran harian Siwalima.

Beberapa kalangan menilai bahwa posisi media (terutama koran harian Siwalima) terhadap kasus Dicky, terkait dengan pertarungan politik dalam proses pilkada walikota Ambon beberapa bulan silam. Sebagaimana umumnya diketahui publik, bahwa selama proses pilkada banyak media lokal terkontaminasi pemberitaannya, untuk mendukung salah satu kandidat dan menjatuhkan kandidat lainnya melalui pemberitaan media. Koran harian Siwalima dengan jelas dan gamblang mengopinikan pemihakannya terhadap kandidat walikota yg didukung Partai Golkar Maluku, dengan cara menyerang secara rutin dan terbuka kandidat PDIP melalui expose beritanya. Secara terang-terangan redaktur Siwalima bahkan terlibat dalam tim sukses kandidat walikota dari Partai Golkar. Kebencian terhadap Dicky telah terpupuk sejak saat itu, setelah mengetahui bahwa Dicky sebagai Sekretaris DPD Golkar Maluku justru berpihak mendukung kandidat walikota dari PDID (yang akhirnya memenangkan pertarungan Pilkada Kota Ambon).

Pilihan media untuk mengekspose kependetaan Dicky dalam kasus ini bukan saja dilakukan lewat media koran, TV & Radio, tetapi juga secara luas melalui penyebaran SMS gelap secara rutin kepada masyarakat. Intinya menggugat kependetaan Dicky (dan bukan posisinya sebagai fungsionaris DPD Golkar). Lewat SMS gelap GPM bahkan dikecam dan diancam untuk tidak mengintervensi kasus Dicky.

10. Sikap GPM terhadap kasus Dicky

Sejak hari pertama Dicky diperiksa di Mapolres Pulau Ambon & Lease, Ketua Sinode GPM telah mengunjunginya. Ketua Sinode bahkan berkesempatan bertemu dengan Kapolres untuk meminta kejelasan kasus penahanan Dicky. Kunjungan Ketua Sinode memicu koran harian Siwalima untuk mengkonfrontir Kapolres, dan mempertanyakan maksud kunjungan Ketua Sinode ke Mapolres. Menanggapi Siwalima, Kapolres menjelaskan bahwa kunjungan Ketua Sinode GPM dilakukan untuk meminta kejelasan tentang kebenaran berita penangkapan Dicky.

Dalam tanggapan resmi yang kemudian disampaikan Ketua Sinode GPM melalui media, ditegaskan bahwa GPM mendukung proses hukum yang dilakukan polisis terhadap kasus ini. Sekalipun demikian Ketua Sinode meminta supaya media tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Selain itu Ketua Sinode menegaskan bahwa kunjungan yang dilakukannya terhadap Dicky, merupakan bagian dari tanggung-jawab pastoral yang harus dilakukannya sebagai gereja (hal yang sama dilakukannya juga terhadap tahanan lainnya di Rutan Waiheru - Ambon pada waktu-waktu sebelumnya). "biarlah salib ini saya yang pikul.....gereja tidak saja menerima yang baik-baik, tetapi juga wajib menerima yang buruk' demikian pernyataan Ketua Sinode GPM melalui media.

Terkait sangsi yang akan ditetapkan GPM terhadap Dicky, Ketua Sinode GPM menjelaskan bahwa GPM memiliki aturan organisasi, dan posisi Dicky akan dilihat dalam kesesuaian dengan aturan yang ada. Dalam penjelasan lainnya kepada media, salah seorang anggota BPH Sinode GPM menegaskan bahwa penetapan aturan organisasi terhadap Dicky sulit dilakukan, karena saat terjadinya kasus itu Dicky masih dalam status lolos butu. Karenanya secara organisatoris ia tak terikat kepada peraturan pokok GPM (kecuali secara moral), sebab itu sangsi organisasi tak dapat ditetapkan. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa media jangan memakai kasus ini secara tendensius, untuk menyerang kependetaan maupun gereja. Sebaliknya, kasus ini harus dimengerti dan ditanggapi secara proporsional.

Selain Ketua Sinode GPM, maka dukungan rekan-rekan pendeta terhadap Dicky dan keluarganya dalam kasus ini terlihat membesar dari hari ke hari. Beberapa mantan Ketua Sinode GPM sebelumnya bahkan turut mengunjungi Dicky di ruang tahanan dan berdoa bersamanya. Hal yang sama dilakukan banyak teman pendeta GPM, maupun rekan-rekan dan warga masyarakat yang mengenalnya dan bersimpati kepada Dicky terkait kasus ini. Beberapa dari mereka yang mengunjunginya sepakat bahwa proses hukum harus dilanjutkan, tetapi pendampingan dan pelayanan kemanusiaan harus juga dilakukan sebagai wujud tugas gereja. Apalagi Dicky serta isteri dan anaknya masih tetap dianggap sebagai bagian utuh dari GPM, sebagai persekutuan pelayan dan umat.

11. Kelanjutan Proses Hukum

Saat ini proses hukum terus berlanjut. Dicky dan tersangka lainnya masih ditahan di ruang tahanan Mapolres Pulau Ambon & Lease, sambil menunggu pelimpahan kasus ke kejaksaan. Dalam pernyataannya kepada media, Dicky meminta supaya proses hukum terus dilanjutkan dan ia mendukung sepenuhnya. Demikian juga ia mengungkapkan kebahagiannya bahwa ia didukung secara moril oleh isteri, seorang anak perempuannya, keluarga lainnya, serta semua teman yang menguatkannya dalam menghadapi kasus ini.

MASARIKU NETWORK
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/batoemerah
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044