Media Indonesia, Selasa, 03 Oktober 2006 03:08 WIB
Kekerasan di Poso Lahirkan Kembali Radikalisme Kelompok
Agama
PALU--MIOL: Munculnya sejumlah aksi kekerasan terbaru di Kabupaten Poso,
Sulawesi Tengah (Sulteng), akhir-akhir ini bisa melahirkan kembali sikap radikalisme
kelompok-kelompok agama di bekas daerah konflik tersebut.
"Ini sangat berbahaya karena dapat mengancam proses rekonsiliasi yang mulai
terbangun pasca penandatanganan Deklarasi Damai Malino akhir tahun 2001," kata
KH Adnan Arsal, ketua Forum Silaturrahmi Umat Islam (FPUI) Poso ketika dihubungi
Antara telepon dari Palu, Senin malam.
Menurut dia, aksi-aksi kekerasan berupa penyerangan terhadap aset negara dan
aparat keamanan, pembakaran, penghadangan dan penculikan terhadap warga sipil di
jalan raya, hingga peledakan bom yang mulai muncul di wilayah Kabupaten Poso
kurun 10 hari terakhir, harus segera dihentikan aparat keamanan dan aparatur
pemerintah daerah.
Masalahnya, jika kejadian-kejadian tersebut dibiarkan berlarut-larut dan terus
menimbulkan jatuhnya korban jiwa dan cedera, kesabaran masyarakat terutama
mereka yang menjadi korban tindakan kekerasan pada kerusuhan beberapa waktu
lalu, bisa hilang.
"Paling mengkhawatirkan apabila kemudian berdatangan kembali orang-orang luar
Poso yang karena alasan solidaritas terhadap sesama pemeluk agama ikut membela
mereka yang menjadi korban tindak kekerasan. Itu, berarti Poso akan ramai lagi
dengan darah dan api," katanya.
Menjawab pertanyaan, Kyai Adnan mengatakan Umat Islam Poso hingga saat ini
masih menaruh harapan besar kepada Polri dan TNI untuk menciptakan kembali
situasi kamtibmas yang kondusif di daerahnya.
"Yang harus dilakukan sekarang adalah menindak tegas semua pelaku tindak
kekerasan dengan tanpa memandang SARA. Siapa pun yang terlibat harus segera
ditangkap dan diproses sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku," tuturnya.
Langkah lain yang perlu dilakukan dan menjadi kewajiban pemerintah daerah yaitu
harus segera menurunkan tim khusus sampai ke desa-desa, guna memberikan
pemahaman kepada masyarakat luas tentang arti hidup berbangsa dan bernegara.
Tim khusus tersebut, katanya, beranggotakan pemuka agama dan tokoh masyarakat,
selain pejabat pemerintah daerah dan dari instansi keamanan.
"Saya kira masyarakat Poso pada umumnya sangat mencintai kedamaian, sebab
mereka sudah bosan merasakan bagaimana pahitnya hidup akibat konflik
berkepanjangan," kata dia.
Ia menilai aksi-aksi kekerasan yang terjadi lebih sepekan terakhir di daerahnya
dilakukan oleh segelintir orang, dikarenakan mereka terhasut dengan provokasi dari
oknum-oknum tertentu yang ingin mencari keuntungan di balik penderitaan orang lain.
Dalam konferensi pers di Palu sebelumnya, Gubernur Sulteng, Bandjela Paliudju,
mengatakan pihaknya dalam waktu dekat akan membentuk dua tim khusus yang
melibatkan pemuka agama dan tokoh masyarakat guna membantu aparat keamanan
memulihkan kembali situasi kamtibmas di bekas daerah konflik Poso.
Fokus kerja tim pertama yang dikoordinir Majelis Sinode GKST (Gereja Kristen
Sulawesi Tengah) yaitu wilayah Pamona (Pamona Utara, Pamona Timur, dan
Pamona Selatan). Sedangkan wilayah kerja tim kedua yang dikoordinir Kantor
Departemen Agama Provinsi Sulteng adalah kota Poso dan wilayah sekitarnya.
"Pola kerja kedua tim khusus ini menggunakan pendekatan agama dan budaya,
sebab eskalasi yang memanas di wilayah Poso akhir-akhir ini bersentuhan dengan
agama dan budaya masyarakat setempat," kata dia.
Tapi, Gubernur Paliudju, menegaskan perlunya supremasi hukum di wilayah Poso
ditegakkan.
"Artinya, siapa pun yang melakukan tindak kekerasan tanpa memandang
latar-belakang suku dan agama harus ditangkap untuk menjalani proses hukum", kata
dia. (Ant/OL-01).
Copyright © 2006 Media Indonesia. All rights reserved.
|