Mirifica, Sabtu, 21 Oktober 2006
FUI Ancam Tindakan Tanpa Damai Jika Umat Katolik Tidak
Menghentikan Pembangunan
Sebuah kelompok kaum Muslim dari sebuah desa di Yogyakarta telah mengeluarkan
sebuah surat yang menuntut umat Katolik setempat menghentikan pembangunan
kapel mereka.
Forum Umat Islam (FUI) Pondokredjo menyampaikan surat itu pada 4 Oktober
kepada panitia pembangunan Kapel St. Antonius di Dukuh Mlesen, Desa
Pondokredjo, Kabupaten Sleman.
Surat itu, yang ditandatangani oleh Mutohari dan Makmum Mustofa, masing-masing
ketua dan sekretaris FUI, memberi waktu kepada panitia pembangunan kapel sampai
25 Oktober untuk mengembalikan kondisi kapel sama seperti dua bulan sebelumnya
sejak FUI menolak pembangunan kapel tersebut.
"Apabila sampai tanggal itu pihak panitia belum melaksanakannya, maka forum akan
melakukan tindakan tanpa damai sebagai sebuah solusi yang adil," kata surat itu
mengancam.
Pastor Yohanes Suwarna Sunu Siswaya dari Paroki St. Yosef di Medari, pastor
paroki setempat, mengatakan kepada UCA News, anggota FUI bertemu para tokoh
agama Islam dan perangkat desa setempat pada awal Agustus. Mereka menolak
pembangunan kapel jika Izin Mendirikan Bangunan (IMB) belum dikeluarkan. Saat itu
kapel hanya memiliki lantai semen dan beberapa pilar. Beberapa hari seusai
pertemuan, panitia pembangunan kapel melanjutkan pemasangan dinding bambu dan
genteng.
FUI, dalam suratnya, bersikeras agar Camat Tempel dan Kepala Departemen Agama
Kabupaten Sleman mencabut surat persetujuan pembangunan kapel. Surat FUI itu
juga meminta Bupati Sleman untuk tidak mengeluarkan IMB yang masih dalam
proses pembuatan.
Menurut Pastor Siswaya, Camat Tempel menyurati panitia pembangunan kapel pada
7 Oktober dan meminta panitia pembangunan kapel untuk menandatangani surat
pernyataan yang mengatakan bahwa panitia pembangunan kapel bersedia memenuhi
tuntutan FUI. Namun, panitia pembangunan kapel, Matius Aris Purwadi, menolak
menandatangai surat pernyataan tersebut dan melaporkan masalah ini kepada polisi.
Imam yang parokinya masuk wilayah Keuskupan Agung Semarang itu menjelaskan
bahwa sebuah kapel sudah dibangun tahun 1954 di atas tanah milik seorang umat
paroki. Bangunan kapel itu rusak sebagian akibat lava Gunung Merapi yang meletus
tahun 1972. "Kemudian, pada tahun itu juga kami melakukan perbaikan seadanya,"
katanya.
Umat paroki itu telah berencana menyumbangkan tanahnya kepada Gereja untuk
kapel tersebut, katanya, tapi ia meninggal tahun 1990 tanpa meninggalkan surat
resmi yang menyatakan niatnya itu. Anak-anaknya meminta Gereja untuk
mengembalikan tanah milik keluarga itu, karena mereka akan membagi rata harta
warisan tersebut. Tahun 2004, seorang umat paroki lain menawarkan tanahnya untuk
kapel itu, yang berjarak sekitar 500 meter dari lokasi semula.
"Sudah ada 60 warga sekitar yang setuju dan membubuhkan tanda tangan. Sudah
ada 90 orang pemakai kapel yang setuju. Sudah ada rekomendasi dari Departemen
Agama Kabupaten Sleman pada tanggal 5 Agustus 2006 dan rekomendasi dari Desa
Pondokredjo dan Kecamatan Tempel," jelasnya.
Persyaratan ini sesuai dengan Peraturan Bersama No. 9/2006 dan No. 8/2006, yang
ditandatangani oleh Menteri Agama Maftuh Basyuni dan Menteri Dalam Negeri
Muhammad Ma'aruf pada 21 Maret. Peraturan ini merevisi peraturan bersama 1969
yang kontroversial tentang pembangunan tempat ibadah.
Menurut peraturan bersama yang baru tersebut, sebuah komunitas agama minoritas
membutuhkan sedikitnya 90 anggotanya dan persetujuan dari 60 warga setempat
yang beragama lain untuk memperoleh izin membangun tempat ibadah. Jika anggota
komunitas yang berjumlah 90 orang tidak bisa mendapat dukungan minimum dari
umat beragama lain untuk lokasi yang dipilihnya, pemerintah setempat "wajib"
membantu mencarikan lokasi alternatif.
Peraturan Bersama 1969 tidak memiliki pernyataan untuk mengatasi perselisihan
atau pencarian alternative semacam itu, dan menuntut sedikitnya 100 tanda tangan
dari warga setempat yang beragama lain jika sebuah komunitas minoritas ingin
membangun sebuah tempat ibadah.
Pastor Siswaya menjelaskan bahwa FUI Pondokredjo belum mendaftarkan diri
sebagai organisasi massa kepada Pengadilan Negeri Sleman.
"Saya mengimbau umat paroki agar tidak usah cemas, tapi kita hendaknya tidak
menciptakan konflik antaragama di Desa Pondokredjo dan Kecamatan Tempel,"
katanya.
Dipublikasi pada Sabtu, 21 Oktober 2006 oleh oyr79
Mirifica © 2006
|