The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Pos Kupang


Pos Kupang, Rabu: 27 Sep 2006 02:20

Cerita tentang Tibo, cs

Oleh Yosef Keladu Koten*

DARI sebuah kawasan kumuh di Ibu kota Port-au-Prince, ibu kota negara kecil di kawasan Karibia, Haiti, Jean Bertrand Aristide — yang menjadi figur sentral setelah tergulingnya diktator dan presiden seumur hidup, Jean-Claude Duvalier, tahun 1986 -- menulis sekian banyak surat untuk para pemimpin di Amerika Selatan dan Tengah. Dalam salah satu suratnya dia menulis:

My story is a story of light and of shadow. The light is the light of solidarity, and that little light, growing stronger in spite of dark clouds that threaten it, shines through the clouds and illuminates so many of my struggling brothers and sisters, and also, if you look hard, so many evildoers. My brothers and sisters stand tall in that light: they are not afraid. But the evildoers run and hide, they hide in the shadows, hoping darkness will protect them and allow them cover to continue committing their crimes, their massacres, to continue to enforce their repression. ("In the Parish of the Poor", hlm. 16) (Cerita saya adalah sebuah cerita tentang terang dan bayang-bayangan. Terang adalah terang solidaritas, dan terang yang redup, semakin bertambah besar sekalipun ada awan gelap yang mengancamnya, bersinar menembusi awan dan mengiluminasi begitu banyak saudara-saudariku yang sedang berjuang, dan juga-kalau kita memperhatikan dengan serius-begitu banyak pelaku kejahatan. Saudara-saudariku berdiri tegak dalam terang itu: mereka tidak takut. Tetapi pelaku kejahatan berlari dan bersembunyi, mereka bersembunyi di bayang-bayang, sementara mengharapkan agar kegelapan melindungi mereka dan mengizinkan mereka terus melakukan kejahatan mereka, pembunuhan massal, untuk terus memaksakan tekanan.)

Tibo, Riwu, dan da Silva barangkali kini hanya tinggal nama. Proses pengadilan yang penuh dengan rekayasa dan manipulasi yang berakhir pada vonis mati, eksekusi yang terlaksana tergesa-gesa karena mendahului daftar tunggu napi yang sekian banyak, dan terakhir pembongkaran kubur Dominggus da Silva, yang dikuburkan secara tidak manusiawi oleh petugas, untuk memenuhi keinginan korban, keluarga, dan masyarakat Maumere agar dikuburkan di tempat kelahirannya, menambah daftar panjang cerita kebrobokan dan kebejatan bangsa ini.

Inilah cerita tentang ketiganya yang sedang hangat diperbincangkan oleh khalayak ramai sekarang dan di sini. Lalu apakah cerita ini layak untuk dikenang dan diceritakan? Kenapa tidak! Bupati Sikka, Alexander Longginus, misalnya, ketika memberikan kata sambutan pada misa pemakaman Dominggus da Silva di Katedral Maumere, Minggu, 24 September 2006, menganggap kasus Tibo, cs sebagai sesuatu yang "menarik" karena telah menyedot perhatian berbagaikalangan. Atau dengan kata lain, inilah sebuah cerita "menarik". Tetapi sayang, label "menarik" tidak lalu dibingkai dengan cerita soal kejujuran, ketahanan, ketegaran Tibo, cs dalam menghadapi tuduhan-tuduhan palsu yang dijatuhkan ke atas mereka oleh aparat negara ini, tetapi beralih kepada cerita tentang keberhasilan aparat keamanan dalam menjaga keamanan selama penjemputan mayat. Apakah hal ini cukup?

Saya kira tidak! Cerita ini harus dikenang dan diceritakan dalam bingkai terang-terang kehidupan — yang sudah mulai bersinar sekalipun masih redup dalam diri ketiga saudara kita ini. Terang ini telah menyingkap misteri hidup dan perjuangan orang-orang kecil yang selalu menjadi korban dan tumbal dari suatu sistem pengadilan yang "selalu memihak" orang-orang yang berkuasa dan masih penuh dengan konflik kepentingan, entah ekonomis atau politis. Inilah cerita orang-orang miskin yang berjuang dengan tulus dan halal dengan memeluh keringat untuk mempertahankan hadiah hidup yang diberikan oleh yang ilahi. Hal ini terungkap dari surat pribadi Dominggus da Silva yang dibacakan oleh wakil keluarga. Di dalam surat itu almahrum mengakui dengan terus terang ketidakmampuan ekonomisnya bersama kedua rekannya dan meminta keluarga serta sesamanya di Maumere untuk membantu mereka secara finansial di tempat "perantauan". Inilah cerita orang-orang tidak bersekolah tetapi memiliki hati nurani yang murni untuk

tidak berkooperasi dengan kekuatan-kekuatan dan pengaruh-pengaruh jahat dan tidak manusiawi. Inilah cerita tentang ketidakberdayaan anak manusia di hadapan penguasa yang sewenang-wenang. Inilah cerita sebagian besar warga negara bangsa ini yang sekalipun dibayang-bayangi ancaman hukuman bahkan hukuman mati, tetapi berdiri tegap karena mereka tidak takut.

Tetapi kalau kita mau meneliti secara lebih dalam dan jujur, terang yang sama juga menyingkapkan misteri yang masih dalam bentuk bayang-bayang tentang begitu banyaknya pelaku kejahatan. Dikatakan masih bayang-bayang karena mereka berlari dan bersembunyi di balik hukum dan sistem peradilannya, kekuasaan, dan praktik-praktik sosial korupsi, kolusi dan nepotisme. Lagi pula, para pelaku peristiwa Poso III yang ketar-ketir kini boleh bernafas lega karena kegelapan-dengan kematian "saksi kunci"-telah melindungi mereka untuk meneruskan tindak-tindakan jahat mereka. Sekali lagi, inilah cerita tentang hukum yang dipakai untuk melindungi yang kuat. Inilah cerita tentang penegak hukum : polisi, jaksa, dan hakim yang korup. Inilah cerita orang yang pandai melempar batu menyembunyikan tangan. Inilah cerita tentang sebagian kecil warga bangsa ini yang hati nuraninya telah dibekukan oleh iming-iming harta, uang, dan kekuasaan dan karena itu tidak peka lagi terhadap teriakan kaum tertindas dan marginal.

Cerita Tibo, cs telah menyingkapkan sisi terang dan gelap kehidupan bangsa ini.Dan kedua sisi harus diceritakan secara seimbang supaya kita tidak terjebak dalam lingkaran dosa dan kekerasan baru. Dengan demikian, terang solidaritas yang dibangun di atasnya bermakna dan mempunyai gema yang lebih hebat lagi. Terang solidaritas atau terang kehidupan yang terpancar dari cerita Tibo, cs hendaknya memaksa kita untuk mencari sarana atau alat untuk memberantas tuntas bayang-bayang kejahatan, ketidakadilan, dan ketidakjujuran. Dengan bermodalkan terang solidaritas, terang keadilan, terang kebebasan, terang martabat luhur kita sebagai manusia -- semua kita warga bangsa ini, khususnya aparat penegak hukum -- mencari jalan yang tepat dan benar yangg menghantar kita semua kepada sebuah misteri yang mengizinkan kita untuk menghalau bayang-bayang kegelapan di mana para pelaku kejahatan sedang bersembunyi dan menanti untuk melakukan kejahatan baru.

Kalau ini yang terjadi, maka cerita tentang Tibo, cs menjadi sungguh-sungguh menarik dan bermakna. Memang, tidaklah mudah menghalau kegelapan seperti diakui Plato, filsuf Yunani klasik yang mengidealkan sebuah negara ideal yang dipimpin oleh raja-filsuf. Dia dengan tegas mengatakan: "Kejahatan manusia tidak akan pernah berakhir sampai orang-orang yang sungguh-sungguh mencintai kebijaksanaan masuk dalam kekuasaan politik, atau pemimpin-pemimpin dalam negara dengan bantuan rahmat yang ilahi belajar filsafat (cinta akan kebijaksanaan) yang benar."

Apakah ini terlalu idealistis? Saya kira tergantung dari bagaimana kita menyikapinya. Kebijaksanaan, keadilan, kejujuran, solidaritas, terang kehidupan, telah bersemi dalam dan lewat Tibo, cs. Seperti Jean-Bertrand Aristide menceritakan cerita terang dan gelap bangsanya pada zaman rezim kejam Duvalier, Tibo, cs dengan cara mereka sendiri menghadirkan kepada kita sebuah cerita terang dan gelap bangsa ini. Memang benar, cerita itu "menarik" tetapi bukan karena menyedot perhatian banyak pihak, tetapi semata-mata karena inilah cerita tentang terang yang dalam keredupannya berusaha menelanjangi pelaku kejahatan yang sedang bersembunyi, menyingkap misteri gelap hukum dan sistem peradilan, perilaku tidak adil dan manusiawi aparat keamanan, dan bangsa ini secara keseluruhan.

Kita perlu menyikapinya dengan bijaksana dan meneruskan cerita mereka secara seimbang demi keluhuran sebuah perjuangan membawa bangsa ini ke dalam terang yang sesungguhnya. Hendaklah kita tidak membiarkan terang yang masih redup tersebut dihalaui kegelapan. Marilah kita menjadikan terang tersebut untuk menyingkapi misteri kegelapan bangsa ini sehingga orang tahu bahwa bangsa kita bukan saja hidup dalam kegelapan, tetapi juga dalam terang.

*Penulis, staf pengajar pada STFK Ledalero, Maumere-Flores

Copyright © Harian Pos Kupang Online 2004
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/batoemerah
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044