SINAR HARAPAN, Senin, 29 Januari 2007
Pembunuh Pendeta Kongkoli Diupah Rp 200.000
Palu – Tim penyidik Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Polda Sulteng), Senin
(29/1) pagi pukul 07.00 Wita menggelar rekonstruksi kasus pembunuhan Pendeta
Irianto Kongloli di Jalan Wolter Monginsidi, Palu, Sulteng dengan menghadirkan sang
eksekutor, Abdul Muis. Rekonstruksi dihadiri istri korban, Aiptu Rita Kapu yang juga
anggota Polwan Polsek Palu Timur.
Dalam rekonstruksi yang berakhir pukul 10.10 Wita terungkap bahwa Abdul Muis
yang tertangkap dalam penyergapan polisi pada Kamis (11/1) lalu di Gebang Rejo,
Poso Kota diperintah Ustadz Ryan (telah tewas dalam kontak senjata dengan polisi
pada Kamis, 11/1-red) untuk menghabisi Pendeta Irianto Kongloli dengan imbalan
uang Rp 200.000.
Terungkap pula dalam melakukan aksinya Abdul Muis dibantu Dedi Parsan salah
seorang tersangka daftar pencarian orang (DPO) kasus teror Poso. Keduanya
mengendarai sepeda motor. Dedi Pasran sendiri telah tewas dalam bentrokan dengan
polisi pada Kamis (11/1) lalu di Gebang Rejo, Poso Kota.
Pelaku telah membuntuti korban sejak dari rumahnya di Jalan Gereja Palu. Saat itu
pelaku ingin langsung menembak korban tapi tidak berhasil. Mereka pun lantas
mengikuti korban dan persis di depan toko keramik UD Sinar Sakti, pelaku
menembak bagian kepala belakang korban. Pendeta Irianto Kongkoli tewas di depan
istrinya.
Keterangan yang diperoleh SH menyebutkan, rencana pembunuhan terhadap Pendeta
Irianto Kongkoli telah direncanakan sejak 2004 lalu.
Bahkan, ketika yang bersangkutan akan berkotbah di Gereja Kristen Sulawesi
Tengah Efata, Palu, pada Minggu, 18 Juli 2004, rencana pembunuhan Pendeta Irianto
Kongkoli hampir terwujud. Namun, dalam menit-menit terakhir ternyata Pendeta
Irianto Kongkoli tidak bisa hadir dan digantikan oleh Pendeta Susianti Tinulele
sehingga kemudian yang menjadi sasaran adalah Pendeta Susianti Tinulele yang
tewas diberondong peluru.
Puluhan petugas dari Polda Sulteng baik berpakaian dinas maupun preman
mengawasi secara ketat rekonstruksi itu. Sejak pagi hari Jalan Wolter Mongonsidi
telah ditutup oleh petugas. Wakil Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri,
Brigjen Anton Bachrul Alam yang hadir dalam rekonstruksi itu menambahkan,
terungkapnya kasus penembakan Pendeta Irianto Kongkoli setelah polisi memeriksa
para tersangka yang ditangkap dalam penyergapan Kamis (11/1) lalu di Gebang Rejo,
Poso Kota.
Anton menambahkan, tersangka Abdul Muis juga diketahui sebagai tersangka
peledakan bom di Pasar Daging Babi Maesa, Palu beberapa waktu lalu. Dia yang
meletakan bom di salah satu kios pasar tersebut.
Pengacara tersangka Abdul Muis, Asludin Hatjani, menambahkan, sebelum mengaku
kliennya melakukan salat dulu. Setelah itu akhirnya Abdul Muis memutuskan untuk
mengakui perbuatannya sebagai eksekutor penembakan Pendeta Irianto Kongkoli.
Puluhan Bom dan Amunisi
Senin pagi ini Satuan Brimob Bawah Kendali Operasi (BKO) dari Kelapa Dua, Depok,
Jawa Barat kembali menemukan puluhan bom, 10 GLM, 1 SKS dan ratusan amunisi.
Senjata api dan amunisi tersebut ditemukan dalam penyisiran di kawasan Tanah
Runtuh, Kelurahan Gebang Rejo, Poso Kota, Sulawesi Tengah.
Temuan senjata dan ratusan amunisi ini merupakan kali keempat dalam sepekan
terakhir. Sebelumnya di Jalan Pulau Irian Jaya, Gebang Rejo, Sabtu (27/1) sore,
Polisi juga menemukan sekitar 1.218 butir amunisi aktif kaliber 5,56 milimeter, tiga
bom rakitan, sepucuk senjata MK3 dan sepucuk senjata api rakitan laras panjang.
Hari Minggu (28/1) siang juga ditemukan sepucuk senjata api laras pendek rakitan,
sepucuk senjata api laras panjang jenis M-16 dan sekitar 700 butir amunisi. Senjata
api dan amunisi tersebut ditemukan dalam penyisiran di kawasan Tanah Runtuh,
Kelurahan Gebang Rejo, Poso Kota, Sulawesi Tengah.
Selain itu, Polisi juga menemukan empat magazin untuk M-16 dan dua magazin
MK3, senapan mesin buatan Rusia serta beberapa lembar pakaian dan tas milik
kelompok bersenjata yang terlibat baku tembak dengan polisi Senin, (22/1).
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Irjen Sisno Adiwinoto ketika
dihubungi SH pagi ini mengakui pihaknya terus menemukan senjata api dan bahan
peledak di lokasi kontak senjata di Gerbang Rejo, Poso Kota. "Ini membuktikan
bahwa kelompok di Poso ini bukan kelompok kecil, tapi kelompok besar yang terkait
dengan jaringan terorisme di luar," katanya.
Sementara itu, Polda Sulteng akhirnya melepaskan 10 dari 26 tersangka yang terlibat
kerusuhan Poso. Namun, mereka tetap dikenakan wajib lapor dua kali seminggu. Hal
itu dikatakan Kapolda Sulteng, Brigjen Badrodin Haiti kepada SH, Minggu (28/1).
Kapolda menambahkan, 10 tersangka itu ditangkap karena kedapatan sedang
membawa senjata api dan bahan peledak. Polda Sulteng masih menahan 16
tersangka lainnya. Para tersangka itu terlibat dalam kontak senjata dan terbukti
melawan polisi.
Ba'asyir Diminta Jujur
Sementara itu, mantan Panglima Laskar Jihad, Ustadz Jafar Umar Thalib meminta
pimpinan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Ustadz Abu Bakar Ba'asyir untuk jujur
dalam berbicara tentang umat Islam.
"Saya nasehatkan Abu Bakar Ba'asyir, jujurlah di dalam berbicara tentang umat
Islam, hendaknya kamu itu lebih banyak nuansa pembicaraan sebagai tokoh agama
untuk berbicara jujur. Jangan suka memutarbalikan fakta," kata Jafar Umar Thalib usai
mengikuti pertemuan pemerintah diwakili Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla
dengan tokoh-tokoh dari agama Islam di kediaman Dinas Wapres, Sabtu (27/1)
malam.
Menurutnya, pemahaman Abu Bakar Baasyir dan pemahaman orang-orang didikan
dia ini yang membikin pandangan-pandangan ekstrim dan ini harus dibantah dan
harus diluruskan.
Seruan Jihad menurutnya, jihad itu disampaikan kepada siapa? Seruan jihad ini justru
menunjukan pemahaman sesat mereka karena seruan jihad itu berarti perang
melawan aparat, perang melawan sesama umat Islam dan itu sama sekali bukan
namanya jihad tapi itu pengacauan
Ia meminta khususnya Umat Islam di Poso harus transparan dalam menolak
pemahaman sesat yang ekstrim ini. Ekstrim yang diajarkan oleh kelompok Abu
Bakar Baasyir ini bahwa pemerintah itu kafir, kemudian aparat kepolisian itu juga kafir
sebagai kaki tangan Amerika Serikat (AS) dan juga menyatakan bahwa polisi itu
menjalankan kepentingan AS. (erna dwi lidiawati/eddy
lahengko/sjarifuddin/maya handhini/norman meoko)
Copyright © Sinar Harapan 2003
|