Siwalima, 31 January 2007
DIKOR Kota Terapkanlah Efisiensi
Victor Manuhutu
It is never too late-in fiction or in life-to revise. (Nancy Thayer)
Satu kali bagini sekitar jam 11.00, beta singgah dirumah sodara. Dari muka jalan lai
beta stom; ibu guru e, ibu Oya, bage karu-karu do? Beta harap ada yang manyau dari
dalang rumah. Maar sondor, cuma suara parsis orang bongkar kapal sambut beta.
Beta maso poris, skrek lia anana ada baku guling koliling dalang rumah. Yakobis,
Dominggus deng Marawae baku iko, lia dorang tita kedera deng meja sama deng
tantara latihan lehen dari musuh. Yo dong pung ade Yomima deng Yakoba dudu
cicilepu di jiku dapor.
"Oee, dong seng pi skola? Mana kamorang pung meme?" beta tarewas par anana
kalakuang calon kewang negri ni. "Ina ada pi ambel gaji" dong balas tabaos maar
seng stop baku suruku iko dalang rumah.
Ternyata dong pung meme pi ambel dia pung ongkos "transport" di Dikor Kota, begitu
penjelasan Oya waktu sampe dirumah. Bagitu lai, nanti sama deng ambel gaji, Oya
musti antrei.
Beta tado maar pikirang bajalang, ini orang-orang di Dikor dong pung handeke ada
kaseng? Guru-guru SD sekecamatan Nusaniwe ada sekitar 730 orang. Lalu dorang
antrei rame-rame par ambel kepeng sacubi bagitu, parsis Japang strap Otohilo
dolo-dolo par ambel ransum.
Oe, pake handeke. Kalo pake handeka dunya snang deng aman. Itu di SD ada
bendahara to? Mangapa kong Bendahara seng ambel saja? Padahal kalau diwakilkan
pada Bendahara banyak efisiensi bisa tercapai. Guru-guru SD diperlakukan bagai
hamba sedang pegawai Dikor bagai sang dipertuan.
Efisiensi yang dimaksud adalah soal waktu, mencegah pungutan liar terhadap guru
serta proses persiapan diri guna mengajar didepan kelas. Olehnya, sistem
pendelegasian tugas dan wewenang sangat diperlukan guna mencapai efisiensi
maksimal. Misalnya, pengefektifan tugas bendahara.
Bayangkan 730 guru antrei parsis ikan julung asar dalang waya, sangat tidak
manusiawi. Bayangkan juga, kalo setiap guru dikutip Rp 3.500 dengan alasan seng
ada kepeng kacil untuk mencukupi pembayaran, misalnya dari total Rp 173.500,
maka dibayarkan hanya Rp 170.000. Kalo Rp 3.500 x 730 berarti kipas-kipas sadap e
dengan Rp 2.555.000.
Kalo guru-guru parampuang antrei su cicilepu, balong lai kalo ada yang bunting, tantu
dong nekad batawar asal par capat. Dong mangkali bilang pada sang "dipertuan",
loko ambel stengah par tuang atau tuing jua asal beta capat pulang. Peluang korupsi
terlihat jelas!
Belum lagi soal waktu. Kalau diperlukan waktu untuk proses pembayaran tiap guru
per 3 menit maka 730 orang guru dibutuhkan 2.190 menit. Jika ada seorang juru
bayar bekerja 8 jam per hari maka setara dengan 4.5 hari hanya untuk pembayaran
ongkos transport. Kalau proses pembayaran diperpendek maka dibutuhkan lebih
banyak juru bayar. Sungguh tidak efektif!
Benar-benar cari kerjaan dan bikin pusing banyak orang. Tugas rumah tangga sang
guru wanita terbengkalai karena ulah inefisiensi Dikor Kota. Waktu mempersiapkan
diri guna mengajari anak-anak di sekolah terkorupsi oleh oknum-oknum Dikor yang
tidak berfikir efisien dan efektif. Padahal manajemen kerja modern merekomendasikan
efisiensi dan efektifitas sebagai pilihan utama. Kecuali orang yang pung kelakuan
suka bikin diri penting deng biking pusing banyak orang.
Malahan dibilang pada bulan-bulan yang akan datang akan diberlakukan sejumlah
syarat. Diantaranya harus melengkapi daftar keluarga, KTP dll di tiap pengambilan
gaji. Beta bilang itu masih kurang, perlu ditambah surat bebas PKI dari Butepra, surat
bebas selingkuh dari KPS serta surat bebas dosa dari pandoti.
Kalo su biasa biking bodoh rakyat, jang biking bodoh guru-guru ni lai. Skang beta
pung ana di SD seng jadi pintar maar jadi sama deng karbou Tiouw. Abis dong pung
guru saja dibikin bodok!
Bagini, kita harus berfikir efisien serta efektif untuk mencapai kerja maksimal. Beta
usulkan agar gaji semua guru dari Krokodok sampe SMA dibayarkan lewat bank. Jadi
guru parampuang yang lagi bunting bisa pi ambel gaji di ATM jam berapa pun bisa
asal diluar jam kerja.
Pengontrolan bisa dilakukan per 3 bulan sekali terhadap jumlah anggota keluarga
yang masuk dalam daftar gaji. Sistem komputerisasi memungkinkan hal ini sehingga
memudahkan pengontrolan. Misalnya ibu guru Oya, mempunyai anak si Ongkodo di
bulan makaraong su seng bisa masuk daftar gaji lai. Maka pas bulan makaraong bin
bulan pake payong, akan muncul dilayar monitor bahwa si Ongkodo anak dari si Oya
stop cake kepeng rakyat. Gampang sekali, tinggal kita sesuaikan programnya.
Kalau pembayaran gaji atau uang transport dilakukan melalui bank maka dapat
dicegah kelakuan oknum yang suka main "patah". Pembayaran lewat bank maka
kepada sang guru di setiap sekolah hanya diberikan laporan berupa "pay slip". Kalau
misalnya ada pemotongan gaji maka tinggal diterangkan maksud dan tujuannya lewat
"pay slip" tersebut. Sebaliknya adjustment gaji dapat diterangkan lewat "pay slip".
Bendaharawan di Dikor dilarang berhubungan dengan kepeng secara langsung tetapi
hanya mengurusi administrasi kertas-kertas "pay slip". Gampang paskali to?
Urusan utang-mengutang di bank dapat dibuatkan MoU dengan bank bahwa yang
meminjam uang ke bank lain maka gaji yang bersangkutan dapat dipindahkan dan
dibayarkan di bank pemberi kredit.
Kalau berpikir manual memang semua jadi susah. Jika berpikir secara integrated
antara bendahara, bagian penanganan absensi, bagian disiplin kerja serta bagian
akutansi maka sekali tangan rofol computer semua data akan tersaji. Kalau sudah
begitu berarti ibu guru Oya seng tersiksa antrei ambel kepeng transport deng poro
basar sama kamboti sebab lagi bunting.
Sekali lagi, paksa handeke bekerja supaya bisa mendatangkan keuntungan bagi
banyak orang. Membiarkan handeke sambunyi dikolong meja maka akan
membiarkan ratusan guru antrei di kantor Dikor Kota Ambon.
Harapan beta supaya para aparat dan aporot agar lebih berpikir efisien dan efektif.
Para aparat dan aporot bukanlah tuan yang seenak perut menerapkan prinsip "kalau
bisa dipersulit mengapa musti dipermudah?". Aparat dan aporot demikian menurut
Otohilo ika deng batu sau la pi colo dorang. Kalo seng mau dapa colo perhatikan
kata-kata Nancy Thayer diatas bahwa tidak ada kata terlambat par berubah. Mena!
Copyright © Siwalima Ambon
|