SUARA PEMBARUAN DAILY, 16 Oktober 2006
Pendeta Ditembak di Palu
"Peristiwa tersebut sungguh memprihatinkan dan sangat disesalkan. Penegak
hukum harus bekerja keras agar peristiwa ini tidak menimbulkan gejolak
serta membuat kerukunan umat beragama di Poso terganggu." (Ketua Umum
Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin)
[PALU] Pendeta Irianto Kongkoli MTh (40), Sekretaris Umum Majelis Sinode Gereja
Kristen Sulawesi Tengah (GKST) yang berpusat di Tentena, Poso, Senin (16/10)
sekitar pukul 08.15 Wita tewas ditembak orang tidak dikenal.
Korban ditembak saat hendak membeli ubin keramik di toko bangunan UD Sinar
Sakti di Jalan Wolter Monginsidi, Palu, Ibu Kota Sulteng.
Korban saat itu bersama dengan istrinya, Rita yang juga polisi berpangkat inspektur
satu, dengan sopir mereka, Edje, datang ke toko dengan mobil Toyota Kijang.
Sampai di toko, korban bersama istri turun dari mobil dan masuk ke dalam. Beberapa
saat setelah menawar ubin keramik, korban Rita bersama sopir kembali ke mobil
yang diparkir di depan toko bangunan tersebut.
Namun Irianto masih berada dalam toko, dan hendak bersiap-siap pula naik ke dalam
mobil. Tapi belum sempat korban keluar dari dalam toko, tiba-tiba dia ditembak dan
mengenai pelipis kiri tembus ke telinga kiri bagian belakang.
Korban pun langsung terkapar bersimbah darah. Rita yang mendengar bunyi
tembakan langsung berteriak histeris dan turun dari mobil menghampiri suaminya
yang sudah terkapar tidak sadarkan diri.
Rita yang sehari-hari bertugas di Polsek Palu Timur dengan dibantu pemilik toko
berusaha menolong dan menaikkan korban ke dalam mobil, serta membawa ke
Rumah Sakit Bala Keselamatan yang jaraknya hanya sekitar 600 meter dari lokasi
kejadian. Namun begitu sampai di rumah sakit, korban sudah meninggal dunia.
Keterangan yang dihimpun di lokasi kejadian menyebutkan, pelaku menggunakan
sepeda motor bermerek Honda Supra berwarna hitam. Pelaku menggunakan topeng
sehingga wajahnya tidak terlihat.
Menurut Rita yang ditemui Pembaruan di RS Bala Keselamatan, sopir mereka Edje
sempat melihat pelaku. "Saat itu saya sudah naik dalam mobil, tapi Papa Gita (Pdt
Kongkoli) masih dalam toko. Tapi sopir kami, Edje sempat melihat pelakunya,"
ucapnya sambil menahan tangis.
Rita yang dalam keadaan sangat terpukul dan lemas, tidak dapat berbicara banyak.
"Papa sudah dipanggil Tuhan. Tolong sampaikan pada semua keluarga agar datang
ke Palu. Beri kami kekuatan," katanya.
Saat berita ini diturunkan korban masih disemayamkan di kamar jenazah RS Bala
Kesalamatan Palu. Tampak sejumlah pejabat hadir, di antaranya Wakil Wali Kota
Palu Suardi Suebo dan Sekretaris Daerah Provinsi Sulteng Gumyadi.
Kepala Polda Sulteng Brigjen Polisi Badrodin Haiti juga datang menjenguk korban di
kamar je- nazah, dan ia disambut histeris keluarga korban yang memenuhi halaman
rumah sakit tersebut.
"Pak, di mana keadilan untuk kami? Kepala siapa lagi yang akan ditembak setelah
ini? Kami siap pak, berikan kepala kami, tembak saja kami sudah siap," ucap
seorang lelaki dengan histeris di depan Kapolda.
Seusai keluar dari kamar jenazah, Badrodin menyatakan prihatin dengan kejadian
tersebut. Dia sudah memerintahkan aparatnya untuk merazia semua kendaraan
dalam Kota Palu untuk menangkap pelakunya.
Dia menjelaskan, hasil penyelidikan sementara diduga pelaku menembak dengan
menggunakan senjata berkaliber 9 milimeter.
Wakil Wali Kota Palu Suardin Suebu mengutuk keras peristiwa penembakan
tersebut. Hal senada juga disampaikan Pastor Paroki Santa Theresia Poso, Jimmy
Tumbelaka yang menyatakan kekecewaannya terhadap kejadian tersebut dan
mengecam keras pelakunya.
Pada Juli 2003, Pendeta Susianty Tinulele (23) tewas ditembak saat sedang
berkhotbah di GKST Jemaat Effata Palu. Hingga kini tidak diketahui siapa pelakunya.
Bentuk Tekanan
Menyikapi peristiwa sadis tersebut, Ketua Lembaga Advokasi Hukum dan HAM Poso
Hany Tikualo mengatakan, penembakan tersebut sebagai bentuk tekanan kepada
para pendeta yang bertugas di Poso maupun Palu.
"Dari segi sosial politik, penembakan seorang pendeta menunjukkan adanya
tujuan-tujuan untuk menghancurkan pelayanan kependetaan di daerah ini," katanya.
Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Richard Daulay
mengatakan, PGI ikut berbela sungkawa atas meninggalnya Sekretaris Umum GKST
di Palu akibat penembakan. PGI juga mengecam pelakunya dan mendesak
pemerintah untuk mengusut peristiwa tuntas peristiwa tersebut.
"Yang tertembak itu adalah Sekjen dari satu gereja besar. Dia pejabat gereja. Karena
itu, kami mendesak agar pemerintah mengusut kasus ini sampai tuntas," ucap
Richard seraya menyayangkan situasi Palu masih sebagai daerah yang mudah
rusuh.
Secara terpisah Sekretaris Komisi Hubungan Agama dan Gereja Konferensi
Waligereja Indonesia Benny Susetyo Pr berpendapat, penembakan itu menunjukkan
ketidakberdayaan Indonesia sebagai negara hukum memberikan jaminan rasa aman
bagi warga negaranya.
Menurut dia, kelemahan aparat penegak hukum dan keamanan karena tidak mampu
melindungi warganya merupakan cermin bahwa para penegak hukum di Poso tidak
mampu lagi berbuat sesuatu untuk menciptakan rasa aman.
"Karena itu, sudah seharusnya dibentuk tim independen yang diberi kuasa untuk
menyelidiki serta diberi wewenang untuk mengungkap tragedi kemanusiaan ini. Tanpa
komitmen yang kuat untuk menciptakan rasa aman dan keadilan, dapat dipastikan
kasus kekerasan dan pelanggaran HAM akan terus terjadi di Poso," katanya.
Wakil Sekretaris Umum PGI Weinata Sairin menambahkan, penembakan itu
merupakan tindakan keji dan tidak beradab dari sekelompok orang yang tidak
bertanggungjawab dengan tujuan menciptakan kepanikan serta kerusuhan massa
yang lebih besar di Poso.
"PGI sangat berharap pemerintah dan penegak keamana dapat mengusut tuntas
pelakunya dan menyingkap seluruh permasalah Poso sampai ke akar-akarnya.
Pelaku penembakan harus segera ditengkap dan dibawa ke pengadilan. Gereja dan
seluruh umat Kristiani di Indonesia menyatakan duka cita mendalam atas
meninggalnya Sekum GKST itu," ujarnya.
Begitu pula Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin
mengungkapkan rasa keprihatinannya atas peristiwa penembakan pendeta yang
terjadi di Poso. "Peristiwa tersebut sungguh memprihatinkan dan sangat disesalkan.
Penegak hukum harus bekerja keras menangkap pelakunya. Yang harus dilakukan
selanjutnya penegak hukum harus bekerja keras agar peristiwa ini tidak menimbulkan
gejolak serta membuat kerukunan umat beragama di Poso terganggu," ujarnya.
[128/W-9/E-5]
Last modified: 16/10/06
|