SUARA PEMBARUAN DAILY, 17 Oktober 2006
Umat Beragama Diimbau Tidak Terpancing Provokasi
[JAKARTA] Ketua Bidang Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia, Prof
Dr Nazri Adlani meminta seluruh umat beragama mampu menahan diri dan tidak
terpancing upaya provokasi sejumlah pihak yang menginginkan ketidakharmonisan
dan kekerasan terjadi di Poso.
"Kami mengimbau umat Islam dan umat beragama lain di Poso untuk bersikap
tenang dan menyikapi seluruh isu, fitnah dan bentuk-bentuk pro- vokasi lain dengan
hati dan kepala dingin. Apalagi umat Islam tengah menjalankan ibadah puasa yang
dituntut sabar, ikhlas, dan mampu memancarkan kesejukan," ujar Nazri kepada
Pembaruan, di Jakarta, Senin (16/10).
Dikatakan, tugas menciptakan keamanan dan kerukunan umat beragama merupakan
tanggung jawab bersama umat beragama di Poso.
Dan seluruh bentuk aksi provokatif dan upaya menghasut serta memecah belah umat
beragama harus dijadikan musuh bersama umat beragama di Poso.
Setiap anggota masyarakat yang mengetahui ada upaya jahat seperti itu wajib
melaporkan kepada aparat penegak hukum.
"Penegak hukum harus lebih banyak bekerja keras menciptakan ketenangan dan
kerukunan umat beragama di Poso," ujarnya.
Sementara itu, Hendrikus Tual dari Forum Poso Bersatu dalam siaran persnya
menegaskan, kekerasan yang terjadi di Poso, bukan merupakan peristiwa baru.
Sebelumnya beberapa waktu lalu Pendeta Susianti Tinulele (29) tewas ditembak oleh
penembak jitu tak dikenal ketika ia memberikan khotbah di Gereja Effata.
Sporadis
"Sejak tahun 2000 di Palu sebenarnya sudah terjadi berbagai bentuk kekerasan,
seperti penembakan, peledakan bom, dan ancaman teror. Bedanya, kekerasan itu
berlangsung sporadis dan tertutup. Tidak seperti di Poso, kecuali dalam beberapa
tahun terakhir, kekerasan di sana pernah berlangsung terus menerus dan terbuka.
Sayangnya hal ini kurang diantisipasi aparat keamanan," ujarnya.
Dikatakan, pihaknya menilai peristiwa penembakan itu sebagai usaha memperluas
kekerasan, yakni dengan memperluas wilayah kekerasan yang tidak saja mencakup
Kabupaten Poso, Morowali, dan Tojo Una-Una, tetapi juga meliputi Kotamadya Palu
dan sekitarnya.
Dengan demikian, kekerasan menjadi kian rumit karena mencakup wilayah lebih luas.
Namun, usaha perluasan itu sulit terwujud.
Secara demografis Palu amat jauh berbeda dengan Poso.
"Karena itu, teror-teror misterius untuk mengadu domba warga yang berbeda agama
tidak pernah sukses mendorong eskalasi kekerasan di Palu. Kekerasan di Palu
sebenarnya lebih dimaksudkan untuk meme- lihara ketakutan warga,
mempertahankan kecurigaan antarwarga," ujarnya.
Serangan terhadap tempat ibadah dan simbol-simbol keagamaan dimaksudkan untuk
melestarikan kecurigaan antarumat beragama. [E-5]
Last modified: 17/10/06
|