SUARA PEMBARUAN DAILY, 20 Oktober 2006
Wapres: Tangkap Para Pelaku Teror di Poso
[JAKARTA] Konflik Poso yang masih berlangsung hingga saat ini adalah aksi teror
yang dilakukan oleh kelompok-kelompok radikal yang tersisa di wilayah itu dibantu
sejumlah orang dari luar Poso. Di Poso, tidak ada lagi konflik antara komunitas
Kristen dan Islam. Polisi diminta segera menangkap para pelaku teror di wilayah
tersebut.
Demikian dikemukakan Wakil Presiden (Wapres) Muhammad Jusuf Kalla di Jakarta,
Jumat (20/10). Sejak pecah beberapa tahun lalu, hingga saat ini di Poso masih terjadi
serangan terhadap kelompok tertentu. Terakhir, orang tidak dikenal, menembak
Sekretaris Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) Pdt Irianto Kongkoli hingga tewas.
"Konflik Poso pada mulanya adalah konflik komunal, antara masyarakat Islam dan
Kristen. Itulah yang diselesaikan dengan Perjanjian Malino dan itu efektif. Setelah itu
tidak ada lagi konflik komunal, tidak ada lagi saling serang secara komunal," katanya.
Dalam dua tiga tahun terakhir, tambahnya, yang terjadi di Poso adalah teror yang
dilakukan sekelompok kecil orang, sisa-sisa kelompok radikal dan dipengaruhi oleh
orang luar. Tugas aparat kepolisian untuk menangkap para pelakunya. Masyarakat,
harus membantu aparat kepolisian dengan memberi informasi terhadap setiap orang
yang dicurigai. "Kalau melihat ada orang membuat bom atau kalau ada bom di situ
atau ada orang yang berusaha menembak, laporkan," tegasnya.
Secepatnya
Namun demikian, pemerintah ingin secepatnya menyelesaikan masalah Poso, bila
perlu minggu depan diselesaikan semua. Polisi harus berupaya sebaik mungkin dan
serius dalam menangani berbagai kasus teror di Poso. Tidak ada satu orang pun
yang ingin di daerah itu masih terjadi pembunuhan.
Secara terpisah sejumlah tokoh muda lintas agama dan aktivis organisasi non-
pemerintah (LSM) mengeluarkan pernyataan sikap meminta semua komponen
bangsa jangan mau dipancing ke dalam konflik agama menyusul aksi teror
pembunuhan Pdt Kongkoli di Palu. Ini membuktikan masih ada yang belum tuntas
pasca eksekusi Tibo.
Para aktivis dari Forum Damai, Persekutuan Warga Gereja Indonesia (PWGI), The
People's Institute dan tokoh-tokoh muda lintas agama-di antaranya Soenarno
bersama Jemmy Frans (Islam), Alma Shepard Supit (Kristen Protestan), serta
Theopilus Bela (Katholik)-dalam pernyataan itu menilai aksi pembunuhan tersebut
merupakan sebuah kejahatan kemanusiaan.
"Tragedi ini merupakan bukti bahwa masih ada masalah yang belum tuntas di Poso
dan sekitarnya pasca eksekusi mati Tibo Cs, yang seharusnya sejak awal sudah
dapat dideteksi aparat. Aksi pembunuhan ini jelas dapat mengakibatkan rusaknya
stabilitas keamanan dan keharmonisaan kehidupan antar umat beragama," kata
Supit, atas nama rekan-rekannya dalam suatu pertemuan di Wisma Nusantara,
Jakarta.
Masyarakat di Sulteng hendaknya tidak terpancing, dengan menganggap kejadian
terbunuhnya Pdt Kongkoli sebagai konflik antaragama. Dalam pernyataan sikapnya
yang berisi empat butir utama, mereka mendesak pemerintah segera menuntaskan
masalah ini. "Keamanan di seluruh wilayah, khususnya di Provinsi Sulawesi Tengah
(Sulteng), terutama di Palu maupun Poso harus segera dikembalikan, dan kasus
pembunuhan beruntun tersebut mesti secepatnya dituntaskan tanpa pandang bulu,
dengan mengendepankan rasa kemanusiaan serta keadilan," ujarnya.
Mereka meminta Polri dan TNI bertanggung jawab dengan segera menemukan
sekaligus menindak aktor intelektual di balik segala kerusuhan di Sulteng. "Para
aktor intelektual harus menyadari, akibat perbuatannya pada masyarakat," katanya.
[A-21/E-5]
Last modified: 20/10/06
|