SUARA PEMBARUAN DAILY, 30 Januari 2007
Senjata di Poso Teridentifikasi dari Gudang Brimob Ambon
[PALU] Senjata-senjata api (senpi) organik standar TNI/Polri yang disita aparat dari
tangan warga Poso, sebagian diketahui berasal dari gudang senjata Brimob di
Ambon.
"Senjata-senjata itu diduga berasal dari gudang senjata Brimob di Ambon yang
pernah dibobol para perusuh saat terjadi kerusuhan di daerah itu antara tahun
1999-2001," kata Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Pol Anton Bachrul Alam
dalam jumpa pers, Senin (29/1) malam, di Mapolda Sulteng.
Dari puluhan senjata organik termasuk amunisinya yang berhasil disita aparat dalam
serangkaian penggerebekan di Kelurahan Gebang Rejo dan Kayamanya, Kecamatan
Poso Kota, baru-baru ini, menurut Anton, tiga di antaranya telah teridentifikasi berasal
dari gudang senjata Brimob di Ambon.
Ketiga jenis senpi itu, yakni jenis MK3, SKS, dan Revolver. "Sudah kita cocokkan
keberadaan senjata-senjata tersebut, dan benar ketiganya memang berasal dari
gudang Brimob di Ambon," tandasnya.
Polisi juga masih menyelidiki kemungkinan sebagian senjata organik yang jatuh ke
tangan warga sipil di Poso sebagai hasil selundupan dari Moro dan Mindanao Filipina.
Sementara senjata-senjata rakitan, menurut penyidikan sementara selain dari Ambon
sebagian diperoleh dari Papua dan Aceh, dan sebagian lagi dirakit sendiri oleh para
perusuh di Poso.
"Para perusuh di Poso sudah sangat pandai merakit senjata dan bahan peledak,
bahkan hampir mirip dengan senjata organik," ujar Anton yang didampingi Wakapolda
Sulteng Kombes Pol I Nyoman Sindra dan Kabid Humas AKBP Moh Kilat.
Dalam penyisiran di Gebang Rejo, Poso, sejak Minggu-Senin, aparat kembali menyita
sejumlah senjata organik dan rakitan serta bahan peledak yang diduga dipakai
melakukan aksi-aksi kekerasan di Poso maupun Palu selama ini.
Di antaranya senjata organik M16, MK3, SKS, Revolver (masing-masing satu pucuk),
6 pucuk senpi rakitan laras panjang, 10 GLM (senapan peluncur granat), 5 magazen
SS1, 31 bom rakitan aktif, 1.000 butir amunisi berbagai jenis kaliber, rompi antipeluru,
sepatu laras dan lain-lain. Senjata-senjata itu kini diamankan di Mapolda Sulteng
untuk kepentingan pengusutan dan barang bukti.
Sementara itu, Abd Muis, tersangka utama pelaku penembakan Pdt Irianto Kongkoli,
mengaku menembak Kongkoli hanya dari jarak sekitar satu meter. Pelaku menembak
dengan senjata laras pendek jenis revolver, mengenai persis belakang telinga korban
yang menyebabkan korban meninggal seketika pada Senin, 16 Januari 2006.
Dalam melakukan aksi jahatnya, Abd Muis ditemani Dedi Parsan (sudah tewas
tertembak dalam penyergapan para buronan Poso, 11 Januari 2007 di Keluruhan
Gebang Rejo, Poso Kota). Dan yang menyuruh keduanya menembak Kongkoli adalah
Rian yang juga memberi uang Rp 200.000 kepada pelaku sebagai biaya operasional.
Tersangka Rian juga sudah ikut tertembak bersama Dedi Parsan.
Demikian terungkap dalam rekonstruksi kasus penembakan Kongkoli, Senin (29/1), di
Palu. Rekonstruksi itu turut disaksikan Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Pol
Anton Bachrul Alam.
Pelanggaran HAM
Tim Pengacara Muslim (TPM) tengah mempersiapkan gugatan dan tuntutan ganti rugi
kepada Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri). Tuntutan tersebut
terkait tindakan polisi yang memaksa warga mengakui terlibat dalam kontak tembak
di Tanah Runtuh, Kelurahan Gebang Rejo, Poso, Sulawesi Tengah. "Kami
berkeyakinan terjadi pelanggaran HAM (hak asasi manusia) di sana," ujar Ketua TPM
Mahendradatta dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (29/1).
Menurut Mahendradatta, sesuai Pasal 95 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana, seseorang dapat menuntut bila dirugikan atas tindakan aparat yang
sewenang-wenang. TPM menyampaikan laporan 20 warga yang mengaku sebagai
korban penyiksaan polisi. Mereka adalah tersangka kericuhan di Tanah Runtuh,
Poso.
Dikatakan, berdasarkan informasi yang dihimpun Tim Pengacara Muslim terdapat
puluhan warga tersebut pekan silam mengadu ke Komisi Nasional HAM di Masjid
Raya Kota Poso. Seorang korban menuturkan, bersama warga lain mereka disiksa
saat di dalam mobil polisi dan sel tahanan. Bentrok antara polisi dan kelompok
bersenjata di Tanah Runtuh terjadi Senin silam. Sebanyak 13 warga tewas dan 25
tersangka lainnya dibekuk lengkap dengan barang bukti.
Pada kesempatan tersebut, keterlibatan JI dalam berbagai aksi teror dan kekerasan
serta kontak senjata dibantah tegas oleh tokoh Islam setempat, Adnan Arsal.
Menurut Adnan, kelompok kecil yang selama ini dituding polisi sebagai pelaku teror
dan masuk DPO adalah kelompok lokal dan bukan internasional. "Apakah Jamaah
Islamiyah atau bukan saya tidak memahami. Mereka hanya solider terhadap umat
Islam yang waktu itu diperangi," katanya. [128/VL/148/E-5]
Last modified: 29/1/07
|