FKM News Network, 18 April 2003
Negeri Aboru Dikepung Pasukan Gabungan TNI
Kepanikan dan ketakutan terus melanda Pemerintah Neo Kolonialis Republik
Indonesia ( NKRI ), karena semangat masyarakat anak bangsa Maluku untuk
membebaskan diri dari belenggu penjajahannya semakin hari semakin nyata dan
momentum memperingati Hari Ulang Tahun Proklamasi Republik Maluku Selatan
ke-53, tanggal 25 April 2003, sebagai manifestasi bentuk perjuangan moral tidak
dapat dibendung dengan segala cara intimidasi dan propaganda murahan yang terus
digelar oleh Aparat negara Neo Kolonialis Republik Indonesia, maupun kaki
tangannya yaitu milisi sipil (PAMSWAKARSA) bentukan TNI dan PDSDM (penguasa
Darurat Sipil Daerah Maluku).
Sebuah propaganda murahan dalam rangka upaya menciptakan prakondisi menjelang
25 April 2003, telah dimainkan oleh TNI dan PAMSWAKARSA yang sengaja
mengibarkan bendera RMS "BENANG RAJA" pada tanggal 16 April 2003, di halaman
SD Kristen Rehoboth Batugantung Ambon, tetapi pancingan mereka ini sama sekali
tidak ditanggapi oleh masyarakat, baik Muslim maupun Kristen.
Masyarakat sudah sangat menyadari bahwa meningkatnya suhu politik di Ambon,
Maluku adalah akibat ulah Penguasa Neo Kolonialis Republik Indonesia (NKRI)
sendiri, yang sangat serius dan sibuk menanggapi kegiatan masyarakat anak bangsa
Maluku, yang akan memperingati hari bersejarah bagi bangsa Maluku dengan tenang
dan damai dan pastinya akan mendatangkan sukacita bagi masyarakat Maluku,
bukan sebaliknya seperti yang diciptakan oleh Pemerintah / Penguasa NKRI, malah
membuat masyarakat menjadi resah, panik dan ketakutan, akibat ulah TNI yang
melakukan manuver militer (show of force) dijalan-jalan dan kampung-kampung.
Manuver (Show of force) TNI yang terkesan sangat berlebihan dan arogan adalah yang
terjadi pada tanggal 17 April 2003 di Negeri Aboru, Pulau Haruku. Sekitar pukul 08.00
Waktu Maluku, satu kompi satuan gabungan TNI, yang terdiri dari personel Yon Zipur
V, Yon Armed 11 dan Kopassus, yang dipimpin oleh Asisten Operasional Kodam XVI
Pattimura, Letnan Kolonel TNI Mohamad Nazir, yang didampingi pula oleh asintel
Kodam XVI Pattimura Letnan Kolonel TNI Irvan Syah; Dandim 1504 Letnan Kolonel
TNI Yudi Zanibar; Kapolres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, Ajun Komisaris
Besar Polisi Teguh Budi Prasojo, serta beberapa perwira pertama lainnya seperti
seorang Kapten dari Kopassus, namanya tidak teridentifikasi, dua orang mayor TNI
dari Kodam XVI Pattimura.
Pasukan TNI yang berjumlah ± 150 (seratus lima puluh) orang ini diperlengkapi
dengan peralatan tempur khas TNI, menurut laporan masyarakat Aboru, pasukan
tersebut ada membawa sepuluh buah senapan mesin jenis MK 3 dan Mini mi, serta
amunisi sebanyak tiga peti ukuran besar. Saat ini pasukan TNI tersebut telah
mengambil posisi mengepung negeri Aboru dari darat dan yang sangat meresahkan
dan mengkhawatirkan masyarakat negeri Aboru yang berjumlah ± 2500 (dua ribu lima
ratus) jiwa ini adalah pasukan TNI memasang / membangun tenda-tendanya di lokasi
sumber air minum negeri.
Manurut laporan masyarakat Aboru yang sempat memantau ke lokasi tersebut, TNI
telah mengotori sumber air minum dengan cara membuang hajat disembarang tempat
dan mandi pada sumber air minum tersebut, selain itu juga mereka merusak
kebun-kebun masyarakat disekitar lokasi mereka mendirikan tendanya.
Yang menarik dari kehadiran TNI di negeri Aboru ini adalah, pemaksaan kehendak
dari Letnan Kolonel TNI Mohamad Nazir , karena masyarakat Aboru dengan tegas
dan jelas telah menolak kehadiran TNI dengan alasan apapun, hal ini didasarkan
karena di negeri Aboru sudah ada aparat pengamanan yang ditempatkan dalam
rangka antisipasi peringatan 53 tahun HUT Proklamasi RMS, yaitu satu peleton
Brimob Polda Maluku dan Perintis Polda Maluku, sehingga dengan adanya kehadiran
pasukan TNI ini benar-benar sangat meresahkan masyarakat.
Ketika masyarakat meminta para perwira TNI yang datang ke Aboru untuk membuat
pernyataan tertulis di atas kertas bermeterai, bahwa mereka yang akan bertanggung
jawab bila terjadi sesuatu di Aboru, nyatanya tidak ada satu perwirapun yang berani,
sikap seperti ini yang sering terjadi di Indonesia apabila ada sesuatu insiden (seperti
pelanggaran HAM), maka selalu para perwira melempar tanggung jawab kepada
komandan lapangan bawahannya. Beginilah karakter pengecut para perwira TNI di
Indonesia.
Amboina, 18 April 2003.
Mena Muria!
"Undure, undure apa datang dari muka jang undureeee !!!" [Thomas Matulessy]
|