KOMPAS, Rabu, 05 Februari 2003
Bom di Bhayangkari Mirip Bom di Medan
Jakarta, Kompas - Bom yang meledak di lobi Wisma Bhayangkari, Kompleks Markas
Besar (Mabes) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Senin (3/2), mirip
dengan bom yang meledak atau ditemukan di sejumlah tempat di Indonesia pada
tahun 2000 dan 2002, termasuk yang ditemukan polisi di 10 gereja di Medan. Akan
tetapi, kemiripan ini belum membuat polisi yakin bahwa peledaknya berasal dari
komplotan yang sama.
Demikian penjelasan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Kepolisian
Daerah (Polda) Metro Jaya Komisaris Besar Prasetyo di Jakarta, Selasa. "Kami baru
bisa menyatakan ada kemiripan. Belum bisa lebih jauh dari itu, termasuk siapa saja
yang akan menjadi tersangka," katanya.
Menurut Prasetyo, bom yang meledak pada tahun 2000 dan 2002 yang berbahan
sama dengan bom di Wisma Bhayangkari antara lain bom pada malam Natal 2000 di
Medan, Sumatera Utara, dan bom di Diskotek Eksotis, Jakarta, pada 9 Juni 2002
yang meledak dan melukai empat orang.
Berdasarkan catatan Kompas, bom malam Natal di Medan yang diletakkan di 10
gereja tidak meledak karena dapat dijinakkan Tim Gegana. Bom-bom tersebut terbuat
dari belerang, dilengkapi detonator dan alat penunda waktu.
Tentang bom di Diskotek Eksotis, kesamaannya dengan bom di Wisma Bhayangkari
adalah pada daya ledaknya yang rendah (low explosive).
Prasetyo menambahkan, sama dengan bom di Medan, polisi juga menemukan
belerang pada bom di Wisma Bhayangkari, selain beberapa unsur lain seperti nitrat
dan black powder (bubuk hitam). Mengenai langkah penyelidikan lebih lanjut atas
kemiripan ini, ia menyatakan, kini masalah tersebut sedang didalami penyidik.
Tak suka kiprah polisi
Ditanya mengenai analisis terhadap pelaku, Prasetyo menyatakan, peledak bom di
Wisma Bhayangkari diduga adalah kelompok-kelompok yang tidak ingin polisi eksis
dalam memberantas terorisme. "Saya tidak mengatakan institusi, saya hanya
katakan kelompok. Mungkin mereka merasa, polisi kok sombong benar, menangkapi
teroris bom Bali. Jadi bikin teror seperti itu," ujarnya.
Singkatnya, kelompok ini tidak suka dengan kiprah polisi akhir-akhir ini. Namun, ia
buru-buru menambahkan, polisi belum bisa mengidentifikasi siapa yang menjadi
anggota kelompok dimaksud.
Prasetyo mengingatkan, dugaan terhadap kelompok yang tidak suka dengan polisi
tidak lantas mengabaikan kemungkinan keterlibatan empat kelompok teroris yang
sudah menjadi catatan polisi. Keempatnya, tutur Prasetyo, adalah kelompok Gerakan
Aceh Merdeka (GAM), kelompok Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto,
kelompok Hambali-Imam Samudra Cs, dan kelompok avonturir (petualang).
"Saya mengatakan, tetap ada kemungkinan satu dari empat kelompok itu yang
diduga terlibat, tergantung bukti hukum nanti. GAM, misalnya, sudah mulai
melanggar beberapa kesepakatan damai. (Kelompok- Red) Itu juga bisa saja,
demikian pula kelompok Hambali, karena Hambali-nya sampai sekarang juga belum
tertangkap," ujar Prasetyo.
Hingga Selasa kemarin, sudah enam saksi yang dimintai keterangan di Direktorat
Reserse dan Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Para saksi itu ialah Otong Djaya,
Slamet Sutrisno, Eun dan NM (keduanya karyawan sipil Mabes Polri), serta NR dan
IW (polisi yang berdinas di Mabes).
Menurut pengamatan Kompas pada Selasa pagi, pengamanan di Markas Polda Metro
lebih ketat dari biasanya. Di pintu masuk kendaraan bermotor, 12 polisi menyeleksi
mobil dan sepeda motor dengan detektor. Ke-12 polisi itu terdiri atas enam polisi Tim
Gegana, empat dari Detasemen Provoost, dan dua dari Detasemen Markas.
Terkait dengan pengamanan ini, Prasetyo menjelaskan, tidak ada salahnya Polda
meningkatkan kewaspadaan. "Ini bukan bermaksud mengganggu kenyamanan warga.
Justru untuk melindungi masyarakat dari ancaman teror itu sendiri," paparnya. (ADP)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|