KOMPAS, Kamis, 13 Februari 2003
Dari Rekonstruksi Pembuatan Bom Bali
Ledakan di Paddy's Diakui Bom Bunuh Diri
Denpasar, Kompas - Terorisme di Indonesia sudah memasuki era baru, ditandai
dengan terjadinya bom bunuh diri dalam peristiwa peledakan di Bali yang
menewaskan lebih dari 180 orang pada 12 Oktober 2002. Sebuah rompi memuat
enam potong pipa paralon berisi bom trinitrotoluene (TNT) seberat empat sampai lima
kilogram, dikenakan seorang tersangka Iqbal alias Feri alias Isa, yang kemudian
tewas dalam ledakan di Paddy's Cafe, Kuta, Bali, pada hari kejadian itu.
Hal tersebut diungkapkan tersangka pelaku peledakan bom Bali lainnya, Ali Imron
alias Alik, di Markas Kepolisian Daerah (Polda) Bali, menjelang digelarnya reka ulang
(rekonstruksi) hari Selasa (11/2) lalu tentang perakitan bom dan perjalanan bom
menuju masing-masing lokasi peledakan. Penjelasan Ali Imron itu menguatkan
keterangan serupa yang diutarakan Abdul Azis alias Imam Samudra. Pada saat
paparan oleh Ali Imron sebelum rekonstruksi dilakukan, hadir Commander Scott Lee
dari Kepolisian Federal Australia (AFP) dan Kevin Cuthbertson dari Pusat Data Bom
Australia (Australia Bomb Data Centre).
"Ya, itu bunuh diri," ujar Ali Imron dengan nada tegas soal bom yang dipasang di
rompi. Selain bom rompi, Ali Imron menyebutkan bahwa bom mobil juga membuka
kemungkinan terjadinya bom bunuh diri, karena untuk meledakkan bom tersebut, ada
dua cara manual yang harus dilakukan seseorang dari dalam mobil. Bom mobil juga
dapat diledakkan dari jarak jauh, yaitu menggunakan hand phone (HP) yang ternyata
masih di dalam saku Idris-yang kini buron-dan dengan timer yang disimpan di dalam
mobil.
"Untuk kejadian sebenarnya (untuk bom mobil), tidak ada yang tahu, apakah dengan
ini (membuka penutup kotak detonator) atau langsung tombol (switch)," kata Ali Imron
saat melakukan pemaparan di Markas Polda Bali.
Bom mobil tersebut, lanjutnya, dibuat dari 1,125 ton black powder-campuran
potasium klorat, belerang, dan bubuk aluminium. Seorang tersangka lainnya, yang
juga bernama Iqbal alias Arnasan, tewas dalam mobil yang diparkir di depan Sari Club
(SC) Jalan Legian, Kuta, Sabtu malam itu.
Ali Imron tidak tahu persis bagaimana meledaknya bom mobil itu karena mobil
tersebut kemudian dia serahkan kepada Arnasan alias Iqbal, di dekat pertigaan Jalan
Legian, sementara dia langsung dibonceng Idris ke Denpasar dengan sepeda motor
Yamaha F1ZR.
Menanggapi keterangan itu, Ketua Tim Investigasi Peledakan Bom di Kuta Inspektur
Jenderal I Made Mangku Pastika mengatakan, tim belum menyimpulkan bahwa
peledakan itu adalah kasus bom bunuh diri. Apalagi tersangka juga menyiapkan dua
switch untuk timer dan remote control guna meledakkan bom mobil tersebut dari jarak
jauh.
"Kalau bom rompi itu, mungkin agak jelas. Kami agak hati-hati menyimpulkan ini
kasus bom bunuh diri pertama walaupun memang belum pernah. Sebab, ada kesan
(agar terlihat) perjuangan heroik," ujar Pastika.
Sementara itu, saat perayaan Idul Adha 1423 H, kemarin, di Polda Bali juga digelar
shalat bersama. Seperti halnya pelaksanaan shalat Id saat Idul Fitri sebelumnya, para
tersangka pelaku peledakan bom Bali yang ditahan di Polda Bali juga diberi
kesempatan melaksanakan shalat, namun hal itu dilakukan di dalam sel mereka
masing-masing.
Meminta maaf
Rupanya selain gembira menyambut "keberhasilan" bom yang diledakkan
kelompoknya, muncul perasaan menyesal pada diri pemimpin tersangka pelaku
peledakan bom Bali, Imam Samudra.
Pengakuan menyesal itu diungkapkan Imam Samudra seusai reka ulang di Jalan
Pulau Pinang. "Maafkan saya, bagi kaum Muslim yang terbunuh (dalam peristiwa
itu)," ujar Imam saat berjalan keluar dari kamar kos di Jalan Pulau Pinang ketika
didesak wartawan memberikan pernyataan.
Peledakan bom di Kuta tersebut menewaskan lebih dari 180 orang, termasuk 37
warga Indonesia. Jumlah korban terbanyak berasal dari Australia, yaitu 80 orang,
sementara AS kehilangan tujuh warganya.
Berhasilnya peledakan di Bali, terutama di Kuta, ketika itu langsung ditanggapi
gembira oleh para tersangka, terutama Ali Imron dan Imam Samudra. Meskipun
demikian, keduanya juga mengaku menyesal karena hal tersebut menimbulkan
korban jiwa selain warga AS.
"Pertama adalah niat fisabilillah (memerangi kafir). Terus, kenapa Kuta yang kami
pilih, sebetulnya sasaran kami adalah Amerika dan sekutunya karena mereka itulah
teroris internasional," kata Ali Imron.
Ia mengaku, secara pribadi tidak tahu apakah Australia sekutu AS atau tidak. "Tetapi,
sasaran kami adalah Amerika sehingga kami ledakkan bom di dekat Konsulat
Amerika sebagai peringatan bahwa serangan kami di Jalan Legian adalah untuk
Amerika, bukan Australia atau negara lain," katanya menambahkan.
Mengenai keterlibatan Abu Bakar Ba'asyir dalam peledakan bom di Bali, Ali Imron
mengaku Ba'asyir tahu peristiwa tersebut namun ia tidak minta restu kepada Ba'asyir.
"Restu? Oh tidak. Entah yang lain. Hubungan saya pribadi dengan Abu Bakar
Ba'asyir. Kalau saya di pondok (pesantren) adalah hubungan antara guru pondok.
Tetapi, kalau kami teliti-teliti dari awal sampai akhir, dari Afganistan sampai saya di
rumah, saya akui bahwa struktur dari kepemimpinan itu pada beliau (Ba'asyir)," kata
Ali Imron yang menjadi guru di Pondok Pesantren Al Islam Lamongan, Jawa Timur.
Reka ulang hari Selasa lalu berlangsung di tujuh lokasi dengan 38 adegan, yang
dimulai dari lokasi ledakan di dekat Kantor Konsul AS di Renon Denpasar, Lapangan
Puputan Renon, rumah kontrakan-yang dikontrak Imam Samudra-di Jalan Pulau
Menjangan 18 Denpasar, sampai Mushala Al Ghuroba di Jalan Pulau Ceningan.
Kegiatan serupa dilangsungkan di kedua lokasi peledakan di Jalan Legian Kuta, yaitu
Paddy's dan Sari Club, serta di Jalan Imam Bonjol. Lokasi reka ulang terakhir adalah
di rumah kos Imam Samudra, Jalan Pulau Pinang Denpasar, tempat Ali Imron dan
Idris menemui Imam Samudra mengabarkan peledakan telah terjadi.
Di beberapa lokasi, warga sekitar berkerumun di belakang garis pembatas (police
line). Kemacetan tidak terhindarkan karena polisi menutup sebagian ruas jalan ketika
rekonstruksi berlangsung, seperti di ruas Jalan Legian menuju lokasi peledakan.
Dari sembilan tersangka yang terlibat, hanya dua tersangka yang diperankan
langsung oleh pelakunya, yaitu Ali Imron dan Imam Samudra, sementara tujuh
tersangka lainnya diperankan petugas. Lima tersangka masih buron, yakni Dul Matin
alias Amarusman alias Joko Pitono, Dr Azahari, Abdul Goni, dan Sawad alias Sarjio
serta Idris alias Jhoni Hendrawan. Adapun dua tersangka lainnya, Feri alias Iqbal dan
Arnasan alias Acong alias Iqbal, tewas saat kejadian itu. (cok)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|