Masariku Update, 25 APRIL 2003
Seputar Perayaan 25 April 2003
Dear all,
Perkembangan yang terjadi di Kota Ambon dan sekitarnya dalam beberapa hari
terakhir ini sedikit meningkatkan eskalasi ketegangan di tengah masyarakat. Situasi
ini terutama terkait dengan tarik menarik upaya pengibaran bendera RMS oleh
berbagai pihak. Meskipun demikian ketegangan yang meningkat ini tak mengurangi
intensitas proses interaksi yang telah terbangun diantara masyarakat Kristen dan
Islam di Ambon dan sekitarnya. Beberapa spot berita dapat kami rangkum dibawah
ini:
Situasi Menjelang 25 April 2003
Menjelang 25 April 2003 eskalasi ketegangan masyarakat terlihat agak meningkat.
Hal ini terutama berkaitan dengan beberapa upaya pengibaran bendera RMS, maupun
penggerebekan dan penangkapan beberapa kelompok yang diketahui memiliki afiliasi
ideologi dengan RMS.
PENANGKAPAN KELOMPOK JOHN REA - Pada hari Minggu, 20/4/03 aparat
keamanan menggerebek dan menahan kelompok John Rea di daerah Batubulan --
Batugajah Atas, kodya Ambon. John Rea dan delapan orang pengikutnya digerebek
aparat disaat sedang berlangsungnya pertemuan di rumah John Rea. Delapan orang
pengikut John Rea masing-masing: Piter Rea (pegawai kodya Ambon), Johanis
Tuhuteru (Mahasiswa fak hukum Unpatti), Jeffry Soulissa, Yoseph Lesnusa, Elisa
Mathenahoruw (Mahasiswa fak tekhnik Unpatti), Reinhard Nanlohi, Philipus Nurlatu,
dan Sandi Lolapua. Selain ke-delapan orang itu maka dua orang lainnya yang berhasil
melarikan diri pada akhirnya telah juga menyerahkan diri. Masing-masing: Pieter
Latuhihin (pegawai Pemkot Ambon), dan John Abraham. Penangkapan yang
dilakukan pada jam 19.30 diawali dengan laporan warga setempat kepada aparat
keamanan tentang adanya aktifitas pertemuan di rumah John Rea. Penangkapan
yang diwarnai dengan adu argumentasi itu membutuhkan waktu beberapa jam.
Barulah pada jam 01.00 kelompok itu dibawa ke markas Mapolres Ambon untuk
diperiksa lebih lanjut. Menariknya sejak awal penangkapannya, John Rea berkeras
bahwa mereka bukan anggota FKM, tetapi RMS. Bahkan dalam pemeriksaan lebih
lanjut John menegaskan bahwa mereka berada dibawah pimpinan RMS di Inggris.
Namun tak jelas diinformasikan, siapa pimpinan RMS yang mereka maksudkan di
Inggris. Dalam keterangan lainnya, sebagaimana yang juga tercantum pada dokumen
yang ditemukan disebutkan bahwa pimpinan perang mereka adalah jenderal
P.Pattipeilohy, yang menurut pengakuan mereka masih hidup dan berada di Pulau
Nusa Ina. Beberapa dokumen dan atribut RMS yang disita aparat dari kelompok ini
diantaranya: 2 lembar surat keputusan panglima perang RMS
No.01/APRMS/Kep/2002, tanggal 2 Mei 2002, 5 lembar surat kuasa dari pemerintah
darurat RMS di tanah air Amboina, Paper dari PBB dengan judul 'Economic and
Social Council' tanggal 27 April 2000, Surat dari FKM No.14/DPP FKM/III/2001
tanggal 28 Maret 2001 tentang peringatan hari Proklamasi Kemerdekaan RMS, 1
buku dengan judul 'Apa sudah diwartakan di Belanda', 1 buku Dewan Maluku Selatan,
8 lembar kliping foto bendera RMS, 13 lembar proposal dalam bahsa belanda, 3
lembar surat yang berjudul The Provisional Government Of The Republic Of South
Moluccas in the Fatherland Amboina tanggal 7 Desember 1999, 1 buku
undang-undang dasar sementara RMS, 1 lembar lagu kebangsaan RMS, 1 lembar
struktur badan pemerintahan sementara RMS di tanah air Amboina, 1 buku ekspedisi
pulau Seram tahun 1860, 1 buku berjudul'Republik yang Hilang' cetakan pertama
bulan Mei 2001, 1 buku sejarah suku bangsa Ina dari kerajaan Nunusaku di
Molo-Occos Nusa Karasau, 1 buah pasport atas nama John Rea, 1 buku kisah nyata
hak menentukan pilihan sendiri rakyat Maluku, 2 lembar surat pemerintahan darurat
RMS di tanah air Amboina, 1 lembar permohonan visa ke Inggris atas nama John
Rea, 2 buah topi berlogo bendera RMS, 2 buah aksesoris kain bendera RMS, 1 buah
stamp RMS, 2 buah teleskop, dan 1 buah kamera film.
BENDERA RMS BERKIBAR DI PULAU BURU -- Pada tanggal 19 April yang lalu di
dusun Wainibe -- Desa Waipoti kecamatan Buru Utara Barat ditemukan satu lembar
bendera RMS yang dikibarkan orang tidak dikenal. Penemuan itu memicu turunnya
'ribuan' masa dari beberapa desa untuk melakukan demonstrasi di Namlea, ibukota
kabupaten Buru pada tanggal 21 April yang lalu. Dalam aksi demonya masa
melakukan pembakaran bendera RMS yang ditemukan dan menuntut diusut tuntas
pelaku pengibaran bendera dimaksud. Penyikapan aparat di pulau Buru kemudian
meluas ke Buru bagian selatan. Informasi yang diterima Masariku Network Ambon
dari Leksula, memberitahukan bahwa pada tanggal 23 April aparat Arhanud XV
melakukan razia di Leksula dan sekitarnya dan menemukan beberapa pengikut
kelompok John Rea. Ironisnya penyikapan yang diambil terhadap
YONIF 743 BERAKSI DI WILAYAH KEDIAMAN ALEX MANUPUTTY -- Pada tanggal
22 jam 14.00 satu peleton Yonif 743 menggelar aksinya di di lingkungan kediaman
Alex Manuputty -- pimpinan FKM. Aksi yang oelh banyak orang dinilai over acting itu
menurut komandan peletonnya (sebagaimana dilansir oleh koral lokal Siwalima)
diakibatkan rasa emosi anggotanya yang merasa dipermainkan oleh warga di
lingkungan itu. Menurut Letda Inf. Candra, awalnya anggotanya berupaya untuk
menghapus gambar bendera RMS serta menurunkan berbagai atribut RMS yang
tertempel di beberapa tembok rumah warga di lingkungan itu. Namun setelah mereka
selesai mengerjakan aktifitasnya, beberapa pemuda kembali mengecat
tembok-tembok itu dengan gambar bendera RMS. Melihat hal itu anggota peleton
letda Candra lalu berupaya menahan mereka, namun para pemuda tersebut kemudian
lari menghindar dan menghilang di pemukiman penduduk di wilayah itu. Kejar
mengejar segera terjadi diselingi perang mulut dengan beberapa warga yang bediam
disitu. Aparat kemudian menjadi emosi dan melakukan pemukulan terhadap beberapa
warga masyarakat. Selain itu mereka juga merobohkan sebuah paparisa kecil milik
FKM yang tepat berada di depan rumah Alex Manuputty. Dua tiang bendera yang
telah terpasang untuk persiapan penaikan bendera RMS tanggal 25 April mendatang,
juga dirobohkan anggota Yonif 743. Selain itu mereka juga mengambil selembar
bendera RMS dari dalam rumah paparisa kecil itu, sebelum dirobohkan. Sebaliknya
dalam percakapan Masariku Network Ambon dengan beberapa warga sekitar,
diketahui bahwa warga tidak bereaksi apa-apa ketika peleton Yonif 743 memasuki
lingkungan itu. Mereka mengakui beberapa pemuda kembali mengecat gambar
bendera RMS di tembok setelah sebelumnya dihapus oleh anggota Yonif 743, namun
aparat justru memukuli warga masyarakat yang tak terlibat dalam kegiatan itu.
Tindakan mengkasari warga kemudian berlanjut dengan bentuk intimidasi lainnya,
dengan cara mengikatkan bendera RMS yang direbut ke kaki anggota Yonif 743, dan
kemudian menyeretnya ke jalan raya. Bendera dimaksud kemudian dibentangkan di
tengah jalan raya, untuk digilas oleh kendaraan yang melewati jalur jalan itu. Tindakan
yang menurut warga setempat over acting itu menempatkan rakyat kecil sebagai aksi
pelampiasan emosi aparat. Warga setempat menuntut aparat untuk menindak orang
yang tepat, dan tidak hanya main pukul sembarangan karena emosi. Berkaitan
dengan kejadian itu sumber Masariku Network Ambon berkesempatan mewawancarai
sekjen FKM, Mozes Tuanakota. Menurutnya tindakan aparat tidak akan menyurutkan
nyali dan langkah FKM untuk tetap melakukan upacara pengibaran bendera. Bahkan
sekalipun tiang bendera telah dirobohkan oleh aparat, FKM tetap berkeras untuk
mengibarkan bendera RMS pada tanggal 25 April nanti.
BENDERA RMS BERKIBAR DI AMAHUSU -- Beberapa hari lalu, tepatnya di
lingkungan SMU neg VI Amahusu ditemukan selembar bendera RMS yang dikibarkan
di tiang bendera sekolah tersebut. Tak diketahui siapa pelaku penaikan bendera di
tiang itu, karena letak sekolah yang terisolasi dengan perumahan penduduk di
sekitarnya. Selain itu penaikan bendera itu rupanya dilakukan pada malam hari.
Dalam kasus ini, dua warga setempat (yang menemukan bendera dimaksud)
sementara dimintai keterangan oleh Mapolsek Nusaniwe. Masing-masing mereka:
Anton Timur dan Jeffry Tahalele.
PENANGKAPAN KELOMPOK PENGIKUT FKM DI BEBERAPA TEMPAT - Rabu 23
April pada jam 03.00 aparat keamanan menggerebek dan menangkap tujuh orang
aktifis FKM pada tiga tempat yang berbeda di kota Ambon. Penangkapan dilakukan
berdasarkan informasi dari salah seorang anggota kelompok mereka (Rein Nanlohy)
yang tertangkap sebelumnya di negeri Hative besar. Masing-masing mereka: Hendrik
Lakotani (anggota FKM ranting Karang Panjang), Andreas Maranta (seksi usaha dana
FKM ranting Karang Panjang), Arjun Unawekla (seksi rumah tangga), Marthen Ourlely
(seksi rumah tangga), Rein Nanlohy (ketua seksi kerohanian), dan Matheus Lewier
(sekretaris FKM ranting Karang Panjang). Saat ini polisi sedang mengejar beberapa
pengurus ranting Karang panjang lainnya. Diantaranya: David Tapilattu (penasihat),
Hermanus Tantaro (ketua ranting Karang Panjang), Daniel Nanlohy (wakil ketua), dan
Daniel Kerlely (bendahara). Beberapa jurnalis media lokal yang meliput bukti
penangkapan di Polda Maluku mengatakan bahwa dari beberapa dokumen yang
disita, terdapat juga kwitansi pembelian senjata (hal yang kemudian dianggap aneh,
karena transaksi senjata selama kerusuhan jarang melampirkan bukti kwitansi -- red).
ANDRE KAKISINA JADI KORBAN -- Dalam situasi yang agak memanas ini seorang
anggota provost Polda Maluku, Brigadir Andre Kakisina ditahan di markas Brimob
polda Maluku -- Tantui, Ambon. Andre yang juga merupakan menantu Alex Manuputty
ditahan dengan alasan ditemukannya 13 pakaian seragam hitam yang dijahitkan
Andre pada salah seorang penjahit di kota Ambon. Dalam keterangannya kepada
media lokal, wakapolda Maluku menegaskan bahwa berdasarkan pemeriksaan di
polda, Andre mengakui ia hanya menjalankan permintaan dari Alex Manuputty
mertuanya untuk menjahitkan pakaian itu. Tanpa tahu untuk apa pakaian itu
dijahitkan. Dari pantauan Masariku Network Ambon, tidak ditemukan adanya simbol
ataupun atribut apapun yang melekat pada 13 potong pakaian itu untuk dijadikan
alasan keterkaitan pakaian itu dengan FKM ataupun RMS.
BENDERA RMS BERKIBAR DI ATAS KAMPUNG GANEMO -- Rabu 23 April jam
17.00 dua lembar bendera RMS dikibarkan di daerah Kampung Ganemu Atas --
BatuGantung Ambon. Dua bendera yang diikatkan pada sebatang bambu dan
dinaikan ke pohon membuat penasaran aparat keamanan. Tak diketahui siapa yang
meletakan bendera di wilayah itu, karena letaknya di bebukitan yang terisolir dengan
pemukiman penduduk.
BENDERA NAIK DI NEGERI ALANG DAN NAIRA-ABORU. Hari ini 24 April,
masyarakat negeri Alang dikejutkan dengan pebnemuan sehelai bendera RMS yang
berkibar di negeri Alang. Berdasarkan informasi warga setempat, aparat lalu
menangkap sekretaris FKM ranting Alang, beserta 18 orang pengikutnya. Saat ini
mereka sementara ditahan di Mapolres Pulau Ambon & Lease. Kejadian ini menarik
perhatian karena satu hari sebelumnya telah keluar pernyataan sikap masyarakat
Negeri Alang yang dibacakan oleh pemerintah negerinya, dengan maksud menolak
FKM dan RMS. Sementara itu siang tadi diperoleh berita sehelai bendera juga
dinaikan di wilayah hutan bakau/mange-mange yang terdapat di ujung desa Aboru --
Pulau Haruku. Tak diketahui siapa pelaku pengibaran bendera di daerah itu, karena
letaknya yang terisolir dengan pemukiman penduduk Aboru, maupun lokasi
pemukiman pengungsi negeri Kariu.
BENDERA DINAIKAN DI WILAYAH BATU GAJAH ATAS -- Malam ini sekitar jam
21.00 ditemukan sehelai bendera RMS yang diikatkan di pohon nangka, daerah Batu
Gajah Atas -- Kota Ambon. Tak diketahui siapa pelakunya, namun dari pantauan
Masariku Network Ambon di lapangan, masyarakat sekitar cukup diresahkan dengan
penemuan ini. Menurut sebagian warga yang ditemui, penemuan bendera ini bisa
berdampak negatif bagi masyarakat, mengingat beberapa hari sebelumnya kelompok
RMS pimpinan John Rea juga dibekuk di wilayah itu.
BENDERA RMS DINAIKAN DI PASSO DAN PERBATASAN TOISAPU -- HUTUMURI
-- Sementara berita ini diketik kami meneriima informasi bahwa di daerah pasar negeri
Passo (depan Sekolah Polisi Negara) ditemukan 3 buah bendera yang diikatkan di
atas pohon Mangga. Penemuan tiga buah bendera pada kurang lebih jam 23.00 tanpa
diketahui siapa pelakunya. Sementara itu di perbatasan Toisapu -- Hutumuri juga
ditemukan sehelai bendera RMS pada waktu yang sama. Saat ini aparat keamanan
sedang berusaha untuk menurunkan bendera-bendera dimaksud. DOKUMEN LA
JUMU TULISKAN DUKUNGAN UNTUK RMS -- Perkembangan penyidikan polda
Maluku terhadap aksi teror bom beberapa hari lalu di kota Ambon mengungkapkan
beberapa hal menarik. Awalnya dari dua tersangka yang ditahan (Ilyas bin Lata dan
Yasin Samiun Rahawarin bin Umar) diperoleh informasi tentang otak dibalik aksi teror
itu. Berdasarkan informasi dimaksud aparat kemudian memburu La Jumu yang
menetap di wilayah Diponegoro kampung -- kota Ambon. Tak berhasil menangkap La
Jumu yang telah berhasil melarikan diri, aparat kemudian menemukan sebuah senjata
MK 3, beberapa jenis bom rakitan, serta berbagai jenis peluru senjata organik. Selain
senjata dan amunisi turut disita pula sejumlah dokumen. Menariknya diantara
dokumen-dokumen dimaksud terselip dokumen dukungan terhadap RMS beserta cap
RMS. Menurut Wakapolda Maluku dokumen-dokumen itu merupakan tindakan
menghilangkan jejak, atau alibi dari La Jumu sendiri, dengan cara menusuk RMS dari
belakang. Sampai saat ini pengembangan penyidikan dan upaya pencaharian
terhadap La Jumu belum membuahkan hasil apa-apa.
'AKSI BAKTI SOSIAL' DI ABORU -- Menyikapi tanggal 25 April, di negeri Aboru
diturunkan 3 kompi TNI dan Brimob. Menurut keterangan Panglima Kodam XVI
Pattimura, kedatangan pasukan disana berkaitan dengan 'aksi bakti sosial' bersama
warga negeri Aboru, antara lain untuk pembangunan jembatan, talud pantai,
pengobatan masal, dll. Sementara itu dari pantauan Masariku Network Ambon,
ketegangan masyarakat Aboru meningkat seiring kehadiran aparat TNI & Polri dalam
jumlah yang cukup besar. Sekalipun melalui publikasi berita TV lokal sampai malam
ini, yang memperlihatkan kegiatan bersama TNI & Polri bersama masyarakat Aboru.
Namun menurut informasi radio 2 meter band kegiatan itu tak sepenuhnya dapat
mengurangi ketegangan dan kecurigaan masyarakat disana. Dapat dipastikan bahwa
dibalik kegiatan bakti sosial yang dilakukan, TNI & Polri sebenarnya sedang
melakukan intimidasi tertutup terhadap warga negeri Aboru.
BERBAGAI AKSI PENOLAKAN TERHADAP FKM DAN RMS -- Setelah Uskup Diosis
Amboina menyatakan sikap tegas menolak upaya penaikan bendera RMS, dan
Sinode GPM menyatakan komitmen kebangsaannya dengan cara menolak
upaya-upaya-upaya mengembangkan ideologi lain diluar NKRI (tanpa menyebutkan
FKM dan RMS), reaksi penolakan bermunculan dari berbagai elemen masyarakat.
Kelompok yang mengatas-namakan warga Nusaniwe beberapa Sabtu, 19 April
melakukan aksi demo di kantor gubernur Maluku, Kodam XVI Pattimura, dan Mapolda
Maluku. Aksi yang diikuti oleh kurang lebih 100 orang ini menyatakan tegas sikap
penolakan mereka terhadap gerakan FKM ataupun RMS, dan mengutuk rencana
penaikan bendera RMS pada tanggal 25 April nanti. Aksi yang dimotori oleh Frangki
Pattipelohy menuntut diambilnya tindakan tegas pemerintah untuk menyikapi
kelompok-kelompok yang bertendensi separatis. Aksi serupa dilakukan juga oleh
kelompok yang mengatas namakan warga kecamatan Leihitu pada tanggal 22 April.
Aksi yang melibatkan lebih kurang 200 warga ini dimotori oleh a/l Pemuda Panca
Marga Kecamatan Leihitu, Forum Pemuda Laihitu, dan Latupati se-jazirah leihitu.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan, antara lain mereka menegaskan bahwa
'masyarakat Maluku, asli Alifuru Ambon, asal Leihitu dengan tegas menolak
organisasi separatis FKM/RMS'. Untuk itu mereka menuntut supaya PDS daerah
Maluku segera mengambil tindakan tegas terhadap pelaku dan pengikut FKM/RMS.
Pada wilayah lainnya, tanggal 23 April warga masyarakat Negeri Alang dengan tegas
menyatakan penolakannya terhadap FKM dan RMS serta seluruh aktifitasnya.
Penolakan yang terjadi di negeri Alang diliput stasiun TV lokal dan ditampilkan pada
siaran berita malam. Menariknya pada layar TV terlihat mayoritas kelompok tersebut
tampil dengan menggunakan seragam merah milik Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, sambil didampingi oleh John Mailoa, ketua DPD Maluku PDIP. Selain
beberapa elemen masyarakat maka enam organisasi masyarakat (ormas) Islam yang
cukup berpengaruh di Maluku juga mengeluarkan sikap tegas menolak dan mengutuk
keberadaan FKM dan RMS. Masing-masing mereka: MUI, Muhammadiyah, Nahdatul
Ulama (NU), Badan Imarah Muslim Maluku (BIMM), dan Pengurus Wilayah Al Irsyad.
Institusi lainnya yang dengan tegas menyatakan penolakan terhadap gerakan FKM
dan RMS adalah DPRD Maluku. Dalam pernyataan sikap (7 point) yang dikeluarkan
di Jakarta DPRD Maluku antara lain menyatakan menolak dan mengutuk dengan
tegas gerakan separatis RMS di Maluku, dan meminta aparat mengambil tindakan
tegas baik preventif maupun represif terhadap upaya penaikan bendera RMS pada
tanggal 25 April nanti. Dalam point lainnya ditegaskan bahwa RMS yang muncul
kembali dan dimotori oleh FKM adalah Gerakan Pengacau Kemanan (GPK). Karena
itu pemerintah pusat harus menetapkan FKM sebagai organisasi terlarang, serta
menindak pengikutnya sesuai undang-undang yang berlaku. Selain DPRD Maluku,
maka DPRD Kota Ambon melalui ketuanya, Drs Lucky Wattimury menyatakan akan
menyurati PDSD Maluku dan pimpinan TNI/Polri untuk mengambil tindakan tegas
menyusul rencana pengibaran bendera RMS pada tanggal 25 April mendatang.
Menurut Lucky ditengah situasi yang semakin kondusif ini, masyarakat jangan lagi
digiring masuk pada kondisi-kondisi traumatis yang sudah cukup berat dialami
selama ini. Upaya penolakan tidak saja dilakukan secara langsung oleh beberapa
segmen masyarakat, tetapi juga melalui aksi spanduk yang dipasang pada berbagai
sudut kota. Dominan terlihat spanduk dengan latar belakang kain berwarna hijau yang
isinya menolak FKM dan RMS, sekalipun dengan redaksi yang berbeda-beda. Selain
spanduk hijau yang dipastikan dipasang oleh aparat TNI, juga terlihat beberapa
spanduk putih yang juga bernada sama. Melalui penelusuran Masariku, ternyata
beberapa spanduk putih dimaksud digantungkan oleh warga masyarakat untuk
mengekspresikan sikap penolakannya terhadap FKM dan RMS. Sementara itu pada
siang tadi sekitar jam 13.00 sekelompok warga masyarakat yang mengatas-namakan
Forum Pemuda MuslimBaguala melakukan demo di depan kantor gubernur Maluku
untuk menolak FKM dan RMS. Dalam orasinya kelompok yang berjumlah kurang
lebih 50 orang ini melakukan pembakaran sehelai bendera RMS yang dibawa mereka.
Antara lain mereka menuntut dibubarkannya FKM dan RMS di Maluku, serta
menindak tegas penaikan bendera yang terjadi di negeri Alang. Propaganda
penolakan FKM dan RMS secara sistimatis dan terpola juga dilakukan oleh TNI &
Polri. Tanggal 23 kemarin, sekitar jam 12.30 helikopter milik TNI kembali
menyebarkan dari udara selebaran yang isinya menghimbau masyarakat untuk tidak
mengibarkan bendera RMS pada tanggal 25 April nanti. Pola serupa sudah berulang
kali dilakukan, selain pemasangan spanduk dll. Selain itu sampai malam ini kondisi
siaga satu ditetapkan, dan ditandai dengan bergeraknya patroli TNI & Polri diseluruh
kota Ambon dan sekitarnya. Sekalipun tak ada instruksi tembak di tempat, namun
masyarakat dibuat agak tegang. Diharapkan besok tak terjadi sesuatu yang dapat
memicu konfliklagi diantara masyarakat.
25 APRIL 2003
Sejak dinihari tanggal 25 April 2003, Masariku Network Ambon menerima informasi
ditemukannya bendera RMS di berbagai tempat di Pulau Ambon. Wilayah-wilayah
lokasi penemuan bendera sampai siang ini diantaranya:
1. Belakang Farmasi Kudamati 1 bh
2. Pohon Gandaria , Kudamati 1 bh
3. Tugu Dolan, Kudamati 1 bh
4. Alinong, Siwang 11 bh
5. Batu Gajah Atas 5 bh
6. Toisapu -- Hutumuri 1 bh
7. Riang Tawiri 1 bh
8. Kayu Putih 1 bh
9. Hative Besar 1 bh
10. Kusu-kusu Sereh 8 bh
11. Negeri Mahia 1 bh
12. Negeri Amahusu 6 bh
13. Negeri Noloth 3 bh
14. Skip Atas 4 bh
15. Air Putri 2 bh
16. Negeri Kaibobu 1 bh
17. Halong 2 bh
18. Wayari 4 bh
19. Natsepa 1 bh
20. Negeri Passo 35 bh
21. Negeri Alang 21 bh
22. Negeri Kamariang 1 bh
23. Negeri Kairatu 1 bh
Selain bendera yang ditemukan terikat pada pohon, maka sejak subuh hari sampai
siang ini ditemukan 2 kali penerbangan bendera RMS melalui balon gas ke udara.
Hampir semua kasus penaikan bendera yang terjadi sejak malam sampai siang ini
tak diketahui pelakunya. Ironisnya beberapa lokasi penemuan bendera terlihat sangat
berdekatan dengan pos jaga aparat keamanan. Sebagaimana diketahui sejak malam
sampai pagi hari digelar penjagaan dan patroli yang sangat ketat di kota Ambon dan
sekitarnya. Hal ini misalnya terlihat dari gelar pasukan beserta mobil panser di
wilayah Kudamati (yang masuk pada spot wilayah siaga satu). Atau juga penjagaan
berlapis di wilayah Karang Panjang menuju Ahuru. Namun ternyata 'tak mampu'
mencegah penaikan bendera, yang terjadi pada lokasi yang sangat berdekatan
dengan pos jaga aparat. Hal ini menimbulkan pertanyaan di banyak kalangan
masyarakat, apakah memang aparat keamanan sungguh tak mengetahui adanya
penaikan bendera RMS disekitar mereka?, ataukah mereka berpura-pura tidak tahu?.
Sementara itu sebagian besar bendera memang dinaikan pada lokasi-lokasi hutan
dan bebukitan yang sulit terjangkau oleh aparat keamanan.
Di markas FKM Kudamati sendiri sampai saat ini tak terjadi apapun. Sumber
Masariku Network Ambon menemui para pendukung FKM tengah beribadah di bawah
langit terbuka, pada reruntuhan paparisa kecil yang dirobohkan Yonif 743 beberapa
hari lalu. Menariknya ibadah yang berlangsung sejak pagi hari itu dilakukan dibawah
'pengepungan' aparat keamanan, yang dalam jumlah besar disebar di lokasi itu. Lebih
kurang 30 orang pendukung FKM menyanyikan lagu-lagu rohani dengan sangat
dinamis. Terkadang lagu-lagu itu diselingi pembacaan Alkitab dan doa bersama.
Aparat keamanan sendiri terlihat seakan 'tak berani' memasuki rumah Alex
Manuputty, yang didalamnya berada Sekjen FKM Mozes Tuanakota dan beberapa
pendukung lainnya. Realitas ini memunculkan pertanyaan tersendiri, mengingat pada
beberapa wilayah lainnya aparat keamanan dengan arogannya melakukan
penggerebekan dan penahanan langsung para pengikut FKM dan RMS di dalam
rumah mereka (misalnya kasus penggerebekan John Rea, dan FKM Ranting Karang
Panjang).
Berbeda dengan situasi di Ambon dan sekitarnya, negeri Aboru kembali mencatat
record konsentrasi aparat terbesar dalam upaya penanganan FKM & RMS tahun ini.
Kurang lebih 3 kompi aparat keamanan digelar disana, dibanding dengan
negeri-negeri lainnya di Lease dan sekitarnya (paling banyak satu regu). Bila di
banyak negeri lainnya gelar aparat keamanan mampu meredam pengibaran bendera
RMS, sebaliknya di negeri Aboru masyarakat tetap tak terbendung. Pagi ini diterima
informasi bahwa di negeri Aboru lebih kurang 200 orang anggota masyarakat
pendukung FKM dan RMS telah menyerahkan diri untuk ditangkap dan dibawa ke
Ambon. Penyerahan diri dilakukan dengan sukarela oleh masyarakat sambil melilit
bendera RMS di tubuh mereka, dan kemudian menyatakan bersedia dibawa ke
Ambon untuk menandatangani pernyataan sebagai anggota FKM dan RMS. Namun
sampai berita ini ditulis, ternyata warga negeri Aboru tak berhasil dibawa ke Ambon.
Keputusan ini diambil setelah terjadi proses negosiasi a lot dengan aparat keamanan
yang bermaksud membawa hanya 70 orang ke Ambon. Sementara masyarakat
berkeras 200 orang harus dibawa seluruhnya. Sumber Masariku Network Ambon
sendiri berhasil memperoleh rekaman video upacara pengibaran dan penurunan
bendera RMS yang dilakukan di salah satu kawasan hutan negeri Aboru. Upacara
yang dihadiri oleh kurang lebih 100 orang itu, menurut sumber Masariku dilakukan
kurang lebih 2 hari sebelum tanggal 25 April. Sekalipun pada redaksi acara upacara
disebutkan pelaksanaannya tanggal 25 April 2003. Pada rekaman video terlihat
khidmatnya upacara penaikan dan penurunan bendera dilakukan oleh para pengikut
FKM dan RMS. Sekalipun dengan sangat sederhana namun para peserta upacara
terlihat sangat menghayati jalannya upacara. Bendera RMS dinaikan dengan benang
tasik pada sebatang kayu, sambil diiringi lagu Hena Masawaya oleh sekelompok
ibu-ibu. Setelah itu upacara diakhiri dengan menyanyikan lagu rohani 'sekarang b'ri
syukur'. Tak ada pakaian khusus yang dikenakan. Bahkan jelas terlihat banyak
diantara peserta upacara yang bertelanjang kaki. Sekalipun demikian kesederhanaan
itu tak dapat mengurangi spirit upacara yang dijalankan dengan tenang.
Sampai siang ini Masariku Network Ambon memperoleh informasi bahwa jumlah
pendukung FKM dan RMS yang ditangkap, ataupun yang menyerahkan diri dengan
sukarela di berbagai wilayah lebih kurang sejumlah kurang lebih100 orang. Saat ini
mereka dikonsentrasikan di Mapolres Pulau Ambon dan Lease. Sementara itu situasi
kota Ambon dan sekitarnya sampai siang ini terlihat semakin normal. Setelah
sebelumnya pada pagi hari cenderung terlihat sepi. Jalur Galunggung-Batumerah
yang sempat mengkhawatirkan untuk dilewati warga Kristen, kembali bisa dilalui
siang ini. Tak nampak tanda-tanda akan terjadinya demonstrasi akibat penaikan
bendera, sebagaimana yang dikhawatirkan banyak pihak sebelumnya. Diharapkan
situasi kondusif ini dapat terus berlangsung sebagaimana harapan masyarakat.
(Bersambung)
MASARIKU NETWORK AMBON
|