The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Masariku Network


Masariku Update, 25 APRIL 2003

Seputar Perayaan 25 April 2003

Dear all,

Perkembangan yang terjadi di Kota Ambon dan sekitarnya dalam beberapa hari terakhir ini sedikit meningkatkan eskalasi ketegangan di tengah masyarakat. Situasi ini terutama terkait dengan tarik menarik upaya pengibaran bendera RMS oleh berbagai pihak. Meskipun demikian ketegangan yang meningkat ini tak mengurangi intensitas proses interaksi yang telah terbangun diantara masyarakat Kristen dan Islam di Ambon dan sekitarnya. Beberapa spot berita dapat kami rangkum dibawah ini:

Situasi Menjelang 25 April 2003

Menjelang 25 April 2003 eskalasi ketegangan masyarakat terlihat agak meningkat. Hal ini terutama berkaitan dengan beberapa upaya pengibaran bendera RMS, maupun penggerebekan dan penangkapan beberapa kelompok yang diketahui memiliki afiliasi ideologi dengan RMS.

PENANGKAPAN KELOMPOK JOHN REA - Pada hari Minggu, 20/4/03 aparat keamanan menggerebek dan menahan kelompok John Rea di daerah Batubulan -- Batugajah Atas, kodya Ambon. John Rea dan delapan orang pengikutnya digerebek aparat disaat sedang berlangsungnya pertemuan di rumah John Rea. Delapan orang pengikut John Rea masing-masing: Piter Rea (pegawai kodya Ambon), Johanis Tuhuteru (Mahasiswa fak hukum Unpatti), Jeffry Soulissa, Yoseph Lesnusa, Elisa Mathenahoruw (Mahasiswa fak tekhnik Unpatti), Reinhard Nanlohi, Philipus Nurlatu, dan Sandi Lolapua. Selain ke-delapan orang itu maka dua orang lainnya yang berhasil melarikan diri pada akhirnya telah juga menyerahkan diri. Masing-masing: Pieter Latuhihin (pegawai Pemkot Ambon), dan John Abraham. Penangkapan yang dilakukan pada jam 19.30 diawali dengan laporan warga setempat kepada aparat keamanan tentang adanya aktifitas pertemuan di rumah John Rea. Penangkapan yang diwarnai dengan adu argumentasi itu membutuhkan waktu beberapa jam. Barulah pada jam 01.00 kelompok itu dibawa ke markas Mapolres Ambon untuk diperiksa lebih lanjut. Menariknya sejak awal penangkapannya, John Rea berkeras bahwa mereka bukan anggota FKM, tetapi RMS. Bahkan dalam pemeriksaan lebih lanjut John menegaskan bahwa mereka berada dibawah pimpinan RMS di Inggris. Namun tak jelas diinformasikan, siapa pimpinan RMS yang mereka maksudkan di Inggris. Dalam keterangan lainnya, sebagaimana yang juga tercantum pada dokumen yang ditemukan disebutkan bahwa pimpinan perang mereka adalah jenderal P.Pattipeilohy, yang menurut pengakuan mereka masih hidup dan berada di Pulau Nusa Ina. Beberapa dokumen dan atribut RMS yang disita aparat dari kelompok ini diantaranya: 2 lembar surat keputusan panglima perang RMS No.01/APRMS/Kep/2002, tanggal 2 Mei 2002, 5 lembar surat kuasa dari pemerintah darurat RMS di tanah air Amboina, Paper dari PBB dengan judul 'Economic and Social Council' tanggal 27 April 2000, Surat dari FKM No.14/DPP FKM/III/2001 tanggal 28 Maret 2001 tentang peringatan hari Proklamasi Kemerdekaan RMS, 1 buku dengan judul 'Apa sudah diwartakan di Belanda', 1 buku Dewan Maluku Selatan, 8 lembar kliping foto bendera RMS, 13 lembar proposal dalam bahsa belanda, 3 lembar surat yang berjudul The Provisional Government Of The Republic Of South Moluccas in the Fatherland Amboina tanggal 7 Desember 1999, 1 buku undang-undang dasar sementara RMS, 1 lembar lagu kebangsaan RMS, 1 lembar struktur badan pemerintahan sementara RMS di tanah air Amboina, 1 buku ekspedisi pulau Seram tahun 1860, 1 buku berjudul'Republik yang Hilang' cetakan pertama bulan Mei 2001, 1 buku sejarah suku bangsa Ina dari kerajaan Nunusaku di Molo-Occos Nusa Karasau, 1 buah pasport atas nama John Rea, 1 buku kisah nyata hak menentukan pilihan sendiri rakyat Maluku, 2 lembar surat pemerintahan darurat RMS di tanah air Amboina, 1 lembar permohonan visa ke Inggris atas nama John Rea, 2 buah topi berlogo bendera RMS, 2 buah aksesoris kain bendera RMS, 1 buah stamp RMS, 2 buah teleskop, dan 1 buah kamera film.

BENDERA RMS BERKIBAR DI PULAU BURU -- Pada tanggal 19 April yang lalu di dusun Wainibe -- Desa Waipoti kecamatan Buru Utara Barat ditemukan satu lembar bendera RMS yang dikibarkan orang tidak dikenal. Penemuan itu memicu turunnya 'ribuan' masa dari beberapa desa untuk melakukan demonstrasi di Namlea, ibukota kabupaten Buru pada tanggal 21 April yang lalu. Dalam aksi demonya masa melakukan pembakaran bendera RMS yang ditemukan dan menuntut diusut tuntas pelaku pengibaran bendera dimaksud. Penyikapan aparat di pulau Buru kemudian meluas ke Buru bagian selatan. Informasi yang diterima Masariku Network Ambon dari Leksula, memberitahukan bahwa pada tanggal 23 April aparat Arhanud XV melakukan razia di Leksula dan sekitarnya dan menemukan beberapa pengikut kelompok John Rea. Ironisnya penyikapan yang diambil terhadap

YONIF 743 BERAKSI DI WILAYAH KEDIAMAN ALEX MANUPUTTY -- Pada tanggal 22 jam 14.00 satu peleton Yonif 743 menggelar aksinya di di lingkungan kediaman Alex Manuputty -- pimpinan FKM. Aksi yang oelh banyak orang dinilai over acting itu menurut komandan peletonnya (sebagaimana dilansir oleh koral lokal Siwalima) diakibatkan rasa emosi anggotanya yang merasa dipermainkan oleh warga di lingkungan itu. Menurut Letda Inf. Candra, awalnya anggotanya berupaya untuk menghapus gambar bendera RMS serta menurunkan berbagai atribut RMS yang tertempel di beberapa tembok rumah warga di lingkungan itu. Namun setelah mereka selesai mengerjakan aktifitasnya, beberapa pemuda kembali mengecat tembok-tembok itu dengan gambar bendera RMS. Melihat hal itu anggota peleton letda Candra lalu berupaya menahan mereka, namun para pemuda tersebut kemudian lari menghindar dan menghilang di pemukiman penduduk di wilayah itu. Kejar mengejar segera terjadi diselingi perang mulut dengan beberapa warga yang bediam disitu. Aparat kemudian menjadi emosi dan melakukan pemukulan terhadap beberapa warga masyarakat. Selain itu mereka juga merobohkan sebuah paparisa kecil milik FKM yang tepat berada di depan rumah Alex Manuputty. Dua tiang bendera yang telah terpasang untuk persiapan penaikan bendera RMS tanggal 25 April mendatang, juga dirobohkan anggota Yonif 743. Selain itu mereka juga mengambil selembar bendera RMS dari dalam rumah paparisa kecil itu, sebelum dirobohkan. Sebaliknya dalam percakapan Masariku Network Ambon dengan beberapa warga sekitar, diketahui bahwa warga tidak bereaksi apa-apa ketika peleton Yonif 743 memasuki lingkungan itu. Mereka mengakui beberapa pemuda kembali mengecat gambar bendera RMS di tembok setelah sebelumnya dihapus oleh anggota Yonif 743, namun aparat justru memukuli warga masyarakat yang tak terlibat dalam kegiatan itu. Tindakan mengkasari warga kemudian berlanjut dengan bentuk intimidasi lainnya, dengan cara mengikatkan bendera RMS yang direbut ke kaki anggota Yonif 743, dan kemudian menyeretnya ke jalan raya. Bendera dimaksud kemudian dibentangkan di tengah jalan raya, untuk digilas oleh kendaraan yang melewati jalur jalan itu. Tindakan yang menurut warga setempat over acting itu menempatkan rakyat kecil sebagai aksi pelampiasan emosi aparat. Warga setempat menuntut aparat untuk menindak orang yang tepat, dan tidak hanya main pukul sembarangan karena emosi. Berkaitan dengan kejadian itu sumber Masariku Network Ambon berkesempatan mewawancarai sekjen FKM, Mozes Tuanakota. Menurutnya tindakan aparat tidak akan menyurutkan nyali dan langkah FKM untuk tetap melakukan upacara pengibaran bendera. Bahkan sekalipun tiang bendera telah dirobohkan oleh aparat, FKM tetap berkeras untuk mengibarkan bendera RMS pada tanggal 25 April nanti.

BENDERA RMS BERKIBAR DI AMAHUSU -- Beberapa hari lalu, tepatnya di lingkungan SMU neg VI Amahusu ditemukan selembar bendera RMS yang dikibarkan di tiang bendera sekolah tersebut. Tak diketahui siapa pelaku penaikan bendera di tiang itu, karena letak sekolah yang terisolasi dengan perumahan penduduk di sekitarnya. Selain itu penaikan bendera itu rupanya dilakukan pada malam hari. Dalam kasus ini, dua warga setempat (yang menemukan bendera dimaksud) sementara dimintai keterangan oleh Mapolsek Nusaniwe. Masing-masing mereka: Anton Timur dan Jeffry Tahalele.

PENANGKAPAN KELOMPOK PENGIKUT FKM DI BEBERAPA TEMPAT - Rabu 23 April pada jam 03.00 aparat keamanan menggerebek dan menangkap tujuh orang aktifis FKM pada tiga tempat yang berbeda di kota Ambon. Penangkapan dilakukan berdasarkan informasi dari salah seorang anggota kelompok mereka (Rein Nanlohy) yang tertangkap sebelumnya di negeri Hative besar. Masing-masing mereka: Hendrik Lakotani (anggota FKM ranting Karang Panjang), Andreas Maranta (seksi usaha dana FKM ranting Karang Panjang), Arjun Unawekla (seksi rumah tangga), Marthen Ourlely (seksi rumah tangga), Rein Nanlohy (ketua seksi kerohanian), dan Matheus Lewier (sekretaris FKM ranting Karang Panjang). Saat ini polisi sedang mengejar beberapa pengurus ranting Karang panjang lainnya. Diantaranya: David Tapilattu (penasihat), Hermanus Tantaro (ketua ranting Karang Panjang), Daniel Nanlohy (wakil ketua), dan Daniel Kerlely (bendahara). Beberapa jurnalis media lokal yang meliput bukti penangkapan di Polda Maluku mengatakan bahwa dari beberapa dokumen yang disita, terdapat juga kwitansi pembelian senjata (hal yang kemudian dianggap aneh, karena transaksi senjata selama kerusuhan jarang melampirkan bukti kwitansi -- red).

ANDRE KAKISINA JADI KORBAN -- Dalam situasi yang agak memanas ini seorang anggota provost Polda Maluku, Brigadir Andre Kakisina ditahan di markas Brimob polda Maluku -- Tantui, Ambon. Andre yang juga merupakan menantu Alex Manuputty ditahan dengan alasan ditemukannya 13 pakaian seragam hitam yang dijahitkan Andre pada salah seorang penjahit di kota Ambon. Dalam keterangannya kepada media lokal, wakapolda Maluku menegaskan bahwa berdasarkan pemeriksaan di polda, Andre mengakui ia hanya menjalankan permintaan dari Alex Manuputty mertuanya untuk menjahitkan pakaian itu. Tanpa tahu untuk apa pakaian itu dijahitkan. Dari pantauan Masariku Network Ambon, tidak ditemukan adanya simbol ataupun atribut apapun yang melekat pada 13 potong pakaian itu untuk dijadikan alasan keterkaitan pakaian itu dengan FKM ataupun RMS.

BENDERA RMS BERKIBAR DI ATAS KAMPUNG GANEMO -- Rabu 23 April jam 17.00 dua lembar bendera RMS dikibarkan di daerah Kampung Ganemu Atas -- BatuGantung Ambon. Dua bendera yang diikatkan pada sebatang bambu dan dinaikan ke pohon membuat penasaran aparat keamanan. Tak diketahui siapa yang meletakan bendera di wilayah itu, karena letaknya di bebukitan yang terisolir dengan pemukiman penduduk.

BENDERA NAIK DI NEGERI ALANG DAN NAIRA-ABORU. Hari ini 24 April, masyarakat negeri Alang dikejutkan dengan pebnemuan sehelai bendera RMS yang berkibar di negeri Alang. Berdasarkan informasi warga setempat, aparat lalu menangkap sekretaris FKM ranting Alang, beserta 18 orang pengikutnya. Saat ini mereka sementara ditahan di Mapolres Pulau Ambon & Lease. Kejadian ini menarik perhatian karena satu hari sebelumnya telah keluar pernyataan sikap masyarakat Negeri Alang yang dibacakan oleh pemerintah negerinya, dengan maksud menolak FKM dan RMS. Sementara itu siang tadi diperoleh berita sehelai bendera juga dinaikan di wilayah hutan bakau/mange-mange yang terdapat di ujung desa Aboru -- Pulau Haruku. Tak diketahui siapa pelaku pengibaran bendera di daerah itu, karena letaknya yang terisolir dengan pemukiman penduduk Aboru, maupun lokasi pemukiman pengungsi negeri Kariu.

BENDERA DINAIKAN DI WILAYAH BATU GAJAH ATAS -- Malam ini sekitar jam 21.00 ditemukan sehelai bendera RMS yang diikatkan di pohon nangka, daerah Batu Gajah Atas -- Kota Ambon. Tak diketahui siapa pelakunya, namun dari pantauan Masariku Network Ambon di lapangan, masyarakat sekitar cukup diresahkan dengan penemuan ini. Menurut sebagian warga yang ditemui, penemuan bendera ini bisa berdampak negatif bagi masyarakat, mengingat beberapa hari sebelumnya kelompok RMS pimpinan John Rea juga dibekuk di wilayah itu.

BENDERA RMS DINAIKAN DI PASSO DAN PERBATASAN TOISAPU -- HUTUMURI -- Sementara berita ini diketik kami meneriima informasi bahwa di daerah pasar negeri Passo (depan Sekolah Polisi Negara) ditemukan 3 buah bendera yang diikatkan di atas pohon Mangga. Penemuan tiga buah bendera pada kurang lebih jam 23.00 tanpa diketahui siapa pelakunya. Sementara itu di perbatasan Toisapu -- Hutumuri juga ditemukan sehelai bendera RMS pada waktu yang sama. Saat ini aparat keamanan sedang berusaha untuk menurunkan bendera-bendera dimaksud. DOKUMEN LA JUMU TULISKAN DUKUNGAN UNTUK RMS -- Perkembangan penyidikan polda Maluku terhadap aksi teror bom beberapa hari lalu di kota Ambon mengungkapkan beberapa hal menarik. Awalnya dari dua tersangka yang ditahan (Ilyas bin Lata dan Yasin Samiun Rahawarin bin Umar) diperoleh informasi tentang otak dibalik aksi teror itu. Berdasarkan informasi dimaksud aparat kemudian memburu La Jumu yang menetap di wilayah Diponegoro kampung -- kota Ambon. Tak berhasil menangkap La Jumu yang telah berhasil melarikan diri, aparat kemudian menemukan sebuah senjata MK 3, beberapa jenis bom rakitan, serta berbagai jenis peluru senjata organik. Selain senjata dan amunisi turut disita pula sejumlah dokumen. Menariknya diantara dokumen-dokumen dimaksud terselip dokumen dukungan terhadap RMS beserta cap RMS. Menurut Wakapolda Maluku dokumen-dokumen itu merupakan tindakan menghilangkan jejak, atau alibi dari La Jumu sendiri, dengan cara menusuk RMS dari belakang. Sampai saat ini pengembangan penyidikan dan upaya pencaharian terhadap La Jumu belum membuahkan hasil apa-apa.

'AKSI BAKTI SOSIAL' DI ABORU -- Menyikapi tanggal 25 April, di negeri Aboru diturunkan 3 kompi TNI dan Brimob. Menurut keterangan Panglima Kodam XVI Pattimura, kedatangan pasukan disana berkaitan dengan 'aksi bakti sosial' bersama warga negeri Aboru, antara lain untuk pembangunan jembatan, talud pantai, pengobatan masal, dll. Sementara itu dari pantauan Masariku Network Ambon, ketegangan masyarakat Aboru meningkat seiring kehadiran aparat TNI & Polri dalam jumlah yang cukup besar. Sekalipun melalui publikasi berita TV lokal sampai malam ini, yang memperlihatkan kegiatan bersama TNI & Polri bersama masyarakat Aboru. Namun menurut informasi radio 2 meter band kegiatan itu tak sepenuhnya dapat mengurangi ketegangan dan kecurigaan masyarakat disana. Dapat dipastikan bahwa dibalik kegiatan bakti sosial yang dilakukan, TNI & Polri sebenarnya sedang melakukan intimidasi tertutup terhadap warga negeri Aboru.

BERBAGAI AKSI PENOLAKAN TERHADAP FKM DAN RMS -- Setelah Uskup Diosis Amboina menyatakan sikap tegas menolak upaya penaikan bendera RMS, dan Sinode GPM menyatakan komitmen kebangsaannya dengan cara menolak upaya-upaya-upaya mengembangkan ideologi lain diluar NKRI (tanpa menyebutkan FKM dan RMS), reaksi penolakan bermunculan dari berbagai elemen masyarakat. Kelompok yang mengatas-namakan warga Nusaniwe beberapa Sabtu, 19 April melakukan aksi demo di kantor gubernur Maluku, Kodam XVI Pattimura, dan Mapolda Maluku. Aksi yang diikuti oleh kurang lebih 100 orang ini menyatakan tegas sikap penolakan mereka terhadap gerakan FKM ataupun RMS, dan mengutuk rencana penaikan bendera RMS pada tanggal 25 April nanti. Aksi yang dimotori oleh Frangki Pattipelohy menuntut diambilnya tindakan tegas pemerintah untuk menyikapi kelompok-kelompok yang bertendensi separatis. Aksi serupa dilakukan juga oleh kelompok yang mengatas namakan warga kecamatan Leihitu pada tanggal 22 April. Aksi yang melibatkan lebih kurang 200 warga ini dimotori oleh a/l Pemuda Panca Marga Kecamatan Leihitu, Forum Pemuda Laihitu, dan Latupati se-jazirah leihitu. Dalam pernyataan sikap yang dibacakan, antara lain mereka menegaskan bahwa 'masyarakat Maluku, asli Alifuru Ambon, asal Leihitu dengan tegas menolak organisasi separatis FKM/RMS'. Untuk itu mereka menuntut supaya PDS daerah Maluku segera mengambil tindakan tegas terhadap pelaku dan pengikut FKM/RMS. Pada wilayah lainnya, tanggal 23 April warga masyarakat Negeri Alang dengan tegas menyatakan penolakannya terhadap FKM dan RMS serta seluruh aktifitasnya. Penolakan yang terjadi di negeri Alang diliput stasiun TV lokal dan ditampilkan pada siaran berita malam. Menariknya pada layar TV terlihat mayoritas kelompok tersebut tampil dengan menggunakan seragam merah milik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, sambil didampingi oleh John Mailoa, ketua DPD Maluku PDIP. Selain beberapa elemen masyarakat maka enam organisasi masyarakat (ormas) Islam yang cukup berpengaruh di Maluku juga mengeluarkan sikap tegas menolak dan mengutuk keberadaan FKM dan RMS. Masing-masing mereka: MUI, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama (NU), Badan Imarah Muslim Maluku (BIMM), dan Pengurus Wilayah Al Irsyad. Institusi lainnya yang dengan tegas menyatakan penolakan terhadap gerakan FKM dan RMS adalah DPRD Maluku. Dalam pernyataan sikap (7 point) yang dikeluarkan di Jakarta DPRD Maluku antara lain menyatakan menolak dan mengutuk dengan tegas gerakan separatis RMS di Maluku, dan meminta aparat mengambil tindakan tegas baik preventif maupun represif terhadap upaya penaikan bendera RMS pada tanggal 25 April nanti. Dalam point lainnya ditegaskan bahwa RMS yang muncul kembali dan dimotori oleh FKM adalah Gerakan Pengacau Kemanan (GPK). Karena itu pemerintah pusat harus menetapkan FKM sebagai organisasi terlarang, serta menindak pengikutnya sesuai undang-undang yang berlaku. Selain DPRD Maluku, maka DPRD Kota Ambon melalui ketuanya, Drs Lucky Wattimury menyatakan akan menyurati PDSD Maluku dan pimpinan TNI/Polri untuk mengambil tindakan tegas menyusul rencana pengibaran bendera RMS pada tanggal 25 April mendatang. Menurut Lucky ditengah situasi yang semakin kondusif ini, masyarakat jangan lagi digiring masuk pada kondisi-kondisi traumatis yang sudah cukup berat dialami selama ini. Upaya penolakan tidak saja dilakukan secara langsung oleh beberapa segmen masyarakat, tetapi juga melalui aksi spanduk yang dipasang pada berbagai sudut kota. Dominan terlihat spanduk dengan latar belakang kain berwarna hijau yang isinya menolak FKM dan RMS, sekalipun dengan redaksi yang berbeda-beda. Selain spanduk hijau yang dipastikan dipasang oleh aparat TNI, juga terlihat beberapa spanduk putih yang juga bernada sama. Melalui penelusuran Masariku, ternyata beberapa spanduk putih dimaksud digantungkan oleh warga masyarakat untuk mengekspresikan sikap penolakannya terhadap FKM dan RMS. Sementara itu pada siang tadi sekitar jam 13.00 sekelompok warga masyarakat yang mengatas-namakan Forum Pemuda MuslimBaguala melakukan demo di depan kantor gubernur Maluku untuk menolak FKM dan RMS. Dalam orasinya kelompok yang berjumlah kurang lebih 50 orang ini melakukan pembakaran sehelai bendera RMS yang dibawa mereka. Antara lain mereka menuntut dibubarkannya FKM dan RMS di Maluku, serta menindak tegas penaikan bendera yang terjadi di negeri Alang. Propaganda penolakan FKM dan RMS secara sistimatis dan terpola juga dilakukan oleh TNI & Polri. Tanggal 23 kemarin, sekitar jam 12.30 helikopter milik TNI kembali menyebarkan dari udara selebaran yang isinya menghimbau masyarakat untuk tidak mengibarkan bendera RMS pada tanggal 25 April nanti. Pola serupa sudah berulang kali dilakukan, selain pemasangan spanduk dll. Selain itu sampai malam ini kondisi siaga satu ditetapkan, dan ditandai dengan bergeraknya patroli TNI & Polri diseluruh kota Ambon dan sekitarnya. Sekalipun tak ada instruksi tembak di tempat, namun masyarakat dibuat agak tegang. Diharapkan besok tak terjadi sesuatu yang dapat memicu konfliklagi diantara masyarakat.

25 APRIL 2003

Sejak dinihari tanggal 25 April 2003, Masariku Network Ambon menerima informasi ditemukannya bendera RMS di berbagai tempat di Pulau Ambon. Wilayah-wilayah lokasi penemuan bendera sampai siang ini diantaranya:

1. Belakang Farmasi Kudamati 1 bh
2. Pohon Gandaria , Kudamati 1 bh
3. Tugu Dolan, Kudamati 1 bh
4. Alinong, Siwang 11 bh
5. Batu Gajah Atas 5 bh
6. Toisapu -- Hutumuri 1 bh
7. Riang Tawiri 1 bh
8. Kayu Putih 1 bh
9. Hative Besar 1 bh
10. Kusu-kusu Sereh 8 bh
11. Negeri Mahia 1 bh
12. Negeri Amahusu 6 bh
13. Negeri Noloth 3 bh
14. Skip Atas 4 bh
15. Air Putri 2 bh
16. Negeri Kaibobu 1 bh
17. Halong 2 bh
18. Wayari 4 bh
19. Natsepa 1 bh
20. Negeri Passo 35 bh
21. Negeri Alang 21 bh
22. Negeri Kamariang 1 bh
23. Negeri Kairatu 1 bh

Selain bendera yang ditemukan terikat pada pohon, maka sejak subuh hari sampai siang ini ditemukan 2 kali penerbangan bendera RMS melalui balon gas ke udara. Hampir semua kasus penaikan bendera yang terjadi sejak malam sampai siang ini tak diketahui pelakunya. Ironisnya beberapa lokasi penemuan bendera terlihat sangat berdekatan dengan pos jaga aparat keamanan. Sebagaimana diketahui sejak malam sampai pagi hari digelar penjagaan dan patroli yang sangat ketat di kota Ambon dan sekitarnya. Hal ini misalnya terlihat dari gelar pasukan beserta mobil panser di wilayah Kudamati (yang masuk pada spot wilayah siaga satu). Atau juga penjagaan berlapis di wilayah Karang Panjang menuju Ahuru. Namun ternyata 'tak mampu' mencegah penaikan bendera, yang terjadi pada lokasi yang sangat berdekatan dengan pos jaga aparat. Hal ini menimbulkan pertanyaan di banyak kalangan masyarakat, apakah memang aparat keamanan sungguh tak mengetahui adanya penaikan bendera RMS disekitar mereka?, ataukah mereka berpura-pura tidak tahu?. Sementara itu sebagian besar bendera memang dinaikan pada lokasi-lokasi hutan dan bebukitan yang sulit terjangkau oleh aparat keamanan.

Di markas FKM Kudamati sendiri sampai saat ini tak terjadi apapun. Sumber Masariku Network Ambon menemui para pendukung FKM tengah beribadah di bawah langit terbuka, pada reruntuhan paparisa kecil yang dirobohkan Yonif 743 beberapa hari lalu. Menariknya ibadah yang berlangsung sejak pagi hari itu dilakukan dibawah 'pengepungan' aparat keamanan, yang dalam jumlah besar disebar di lokasi itu. Lebih kurang 30 orang pendukung FKM menyanyikan lagu-lagu rohani dengan sangat dinamis. Terkadang lagu-lagu itu diselingi pembacaan Alkitab dan doa bersama. Aparat keamanan sendiri terlihat seakan 'tak berani' memasuki rumah Alex Manuputty, yang didalamnya berada Sekjen FKM Mozes Tuanakota dan beberapa pendukung lainnya. Realitas ini memunculkan pertanyaan tersendiri, mengingat pada beberapa wilayah lainnya aparat keamanan dengan arogannya melakukan penggerebekan dan penahanan langsung para pengikut FKM dan RMS di dalam rumah mereka (misalnya kasus penggerebekan John Rea, dan FKM Ranting Karang Panjang).

Berbeda dengan situasi di Ambon dan sekitarnya, negeri Aboru kembali mencatat record konsentrasi aparat terbesar dalam upaya penanganan FKM & RMS tahun ini. Kurang lebih 3 kompi aparat keamanan digelar disana, dibanding dengan negeri-negeri lainnya di Lease dan sekitarnya (paling banyak satu regu). Bila di banyak negeri lainnya gelar aparat keamanan mampu meredam pengibaran bendera RMS, sebaliknya di negeri Aboru masyarakat tetap tak terbendung. Pagi ini diterima informasi bahwa di negeri Aboru lebih kurang 200 orang anggota masyarakat pendukung FKM dan RMS telah menyerahkan diri untuk ditangkap dan dibawa ke Ambon. Penyerahan diri dilakukan dengan sukarela oleh masyarakat sambil melilit bendera RMS di tubuh mereka, dan kemudian menyatakan bersedia dibawa ke Ambon untuk menandatangani pernyataan sebagai anggota FKM dan RMS. Namun sampai berita ini ditulis, ternyata warga negeri Aboru tak berhasil dibawa ke Ambon. Keputusan ini diambil setelah terjadi proses negosiasi a lot dengan aparat keamanan yang bermaksud membawa hanya 70 orang ke Ambon. Sementara masyarakat berkeras 200 orang harus dibawa seluruhnya. Sumber Masariku Network Ambon sendiri berhasil memperoleh rekaman video upacara pengibaran dan penurunan bendera RMS yang dilakukan di salah satu kawasan hutan negeri Aboru. Upacara yang dihadiri oleh kurang lebih 100 orang itu, menurut sumber Masariku dilakukan kurang lebih 2 hari sebelum tanggal 25 April. Sekalipun pada redaksi acara upacara disebutkan pelaksanaannya tanggal 25 April 2003. Pada rekaman video terlihat khidmatnya upacara penaikan dan penurunan bendera dilakukan oleh para pengikut FKM dan RMS. Sekalipun dengan sangat sederhana namun para peserta upacara terlihat sangat menghayati jalannya upacara. Bendera RMS dinaikan dengan benang tasik pada sebatang kayu, sambil diiringi lagu Hena Masawaya oleh sekelompok ibu-ibu. Setelah itu upacara diakhiri dengan menyanyikan lagu rohani 'sekarang b'ri syukur'. Tak ada pakaian khusus yang dikenakan. Bahkan jelas terlihat banyak diantara peserta upacara yang bertelanjang kaki. Sekalipun demikian kesederhanaan itu tak dapat mengurangi spirit upacara yang dijalankan dengan tenang.

Sampai siang ini Masariku Network Ambon memperoleh informasi bahwa jumlah pendukung FKM dan RMS yang ditangkap, ataupun yang menyerahkan diri dengan sukarela di berbagai wilayah lebih kurang sejumlah kurang lebih100 orang. Saat ini mereka dikonsentrasikan di Mapolres Pulau Ambon dan Lease. Sementara itu situasi kota Ambon dan sekitarnya sampai siang ini terlihat semakin normal. Setelah sebelumnya pada pagi hari cenderung terlihat sepi. Jalur Galunggung-Batumerah yang sempat mengkhawatirkan untuk dilewati warga Kristen, kembali bisa dilalui siang ini. Tak nampak tanda-tanda akan terjadinya demonstrasi akibat penaikan bendera, sebagaimana yang dikhawatirkan banyak pihak sebelumnya. Diharapkan situasi kondusif ini dapat terus berlangsung sebagaimana harapan masyarakat.

(Bersambung)

MASARIKU NETWORK AMBON
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/batu_capeu
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044