Media Indonesia, Jumat, 14 Februari 2003
Pemekaran Wilayah Papua Tetap Dilaksanakan
JAKARTA (Media): Mendagri Hari Sabarno menegaskan bahwa semua orang memiliki
hak untuk setuju atau tidak setuju terhadap pemekaran wilayah Papua. Namun, jika
UU mengenai hal itu masih sah, maka kewajiban pemerintah untuk
melaksanakannya.
Pernyataan yang sedikit bernada emosional tersebut disampaikan Sabarno
menanggapi penentangan sebagian masyarakat Papua terhadap terbitnya Inpres
nomor 1/2003 tentang percepatan pelaksanaan UU nomor 45/1999 yang
mengamanatkan pemekaran Provinsi Irian Jaya (sekarang Papua).
''Semua punya hak untuk setuju atau tidak setuju, tapi kalau UU masih sah,
kewajiban kita untuk melaksanakannya,'' tegas Sabarno sesaat sebelum menghadiri
rapat kabinet terbatas yang membahas pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP) di
Istana Negara, kemarin.
Selain Mendagri, pada kesempatan tersebut hadir juga Menko Polkam Susilo
Bambang Yudhoyono, Menko Kesra Jusuf Kalla, Menkeh HAM Yusril Ihza Mahendra,
Menhan Matori Abdul Djalil, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Kapolri
Jenderal Polisi Da'i Bachtiar, serta Kepala BIN AM Hendropriyono.
Ditegaskan Mendagri, UU nomor 45 masih berlaku dan Inpres nomor 1 hanya
menugaskan Mendagri dan gubernur serta beberapa pejabat lain untuk
menindaklanjuti UU tersebut. Lebih jauh, Sabarno mengatakan bahwa baik UU nomor
45 maupun Inpres nomor 1, sama sekali tidak bertentangan dengan UU nomor
21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Sebagai gambaran, dua tahun setelah UU nomor 45 tentang pemekaran Provinsi Irian
Jaya dikeluarkan, terbit UU nomor 21 tentang otonomi khusus yang di dalamnya
termuat ketentuan bahwa pemekaran wilayah Papua harus dengan persetujuan MRP.
Masalahnya, di saat pembentukan MRP masih pada tahap membahas rancangan
peraturan pemerintah (PP), Inpres nomor 1 dikeluarkan.
''(UU nomor 45) tidak bertentangan dengan UU nomor 21. Jadi, otonomi khusus tetap
berlaku di seluruh daerah otonomi Papua. Bertentangan? Di mana bertentangannya,''
ujar Sabarno.
Sementara itu, rapim DPR, kemarin meminta pemerintah menurunkan PP untuk
menindaklanjuti UU Otsus Papua nomor 21/2001. Selain itu, DPR juga meminta
pemerintah dalam mengeluarkan Inpres nomor 1/2003 tentang pemekaran Papua
konsisten mengacu pada UU nomor 21/2001.
Ketua DPR Akbar Tandjung mengatakan dari hasil rapat konsultasi kemarin, DPR
menyepakati untuk segera mengirim surat kepada pemerintah agar menindaklanjuti
UU Otsus Papua nomor 21/2001 melalui PP. ''Khususnya juga pembentukan MRP,"
ujar Akbar. Pembentukan MRP, menurut dia, berdasarkan Diktum UU nomor 21/2001.
Terkait dengan UU tersebut, puluhan mahasiswa Papua yang tergabung dalam
Komite Aksi Mahasiswa dan Rakyat Papua (Kamrap) mengecam keras kebijakan
pemerintahan Megawati yang telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) nomor
1/2003 tentang pemekaran Provinsi Irian Jaya Barat. Pasalnya pemberlakuan inpres
tersebut, bagi rakyat Papua adalah satu bentuk provokasi politik yang dilakukan
rezim Mega-Hamzah.
Melalui aksi yang digelar di bundaran Universitas Gadjah Mada, kemarin, Kamrap
yang merupakan gabungan mahasiswa dari beberapa universitas di Yogyakarta,
menolak pemberlakuan Inpres no.1/ 2003 tersebut. (Has/Dex/Riz/CR-20/EW/AU/X-7)
Copyright © 1999-2002 Media Indonesia. All rights reserved.
|