Kopassus Ditarik Dari Papua: Apa Gantinya?
Hilversum, Senin 03 Maret 2003 08:00 WIB
Panglima TNI, Endriartono Sutarto mengumumkan awal penarikan pasukan Kopassus
dari propinsi Papua. Menurut Jenderal Endriartono, situasi keamanan di Papua sudah
kondusif. Di Papua, satuan Kopassus sering dikait-kaitkan dengan pelbagai peristiwa
berdarah, seperti pembunuhan pemimpin Dewan Presidium Papua Theys Hiyo Eluay
dan penembakan di Timika. Benarkah Tanah Papua sudah tenang dan keamanannya
kondusif? Bagaimana kalangan mahasiswa di Papua menyambut penarikan
Kopassus yang ditakuti itu. Radio Nederland meminta tanggapan Leo Imbiri, dari Pilar
Mahasiswa Dewan Presidium Papua.
Leo Imbiri [LI]: Di berita lokal itu juga ada pemberitaan bahwa Kopassus sudah ditarik
dari Papua. Tetapi dalam realitas yang ada, kami melihat bahwa penjelmaan dari
Kopasus itu sudah banyak ada di lapangan. Ada milisia-milisia yang sudah dibentuk.
Tetapi juga yang saya ketahui sampai sekarang ini, di BIN, Badan Intelegen Negara
itu ada satu meja, khusus yang ditangani oleh Pak Muhdi. Itu adalah salah satu
jenderal menjadi komandan Kopassus.
Dalam pemberitaan itu ada penarikan Kopassus. Tetapi di lapangan itu juga ada
realitas bahwa terus terjadi intimidasi, terus terjadi teror terhadap masyarakat. Saya
mau sampaikan, saya sedang berada di lokasi Sidang Dewan Adat Papua. Dan
tiba-tiba kami dikagetkan dengan kehadiran anggota TNI yang berpakaian lengkap.
Walau pun mereka tidak melakukan teror langsung, kepada masyarakat, tetapi
kehadiran mereka dalam suatu pakaian seragam lengkap itu mengakibatkan
beberapa anggota yang sedang serius menggeluti persoalan adat di tanah Papua itu,
menjadi semacam kaget, ketakutan. Jadi saya rasa ini merupakan bagian dari suatu
operasi yang terjadi di waktu yang lalu, sebab ini pengalaman kami di Indonesia di
waktu lalu, itu belum berakhir. Dan itu masih terus ada sampai sekarang.
Radio Nederland [RN]: Jadi apa yang diberitakan bahwasanya Kopassus ditarik itu
tidak menjamin bahwa di Papua tidak ada lagi kegiatan-kegiatan TNI, begitu?
LI: Selama kami tidak mempunya kebebasan mengeluarkan pendapat, aspirasi kami,
kalau ada tekanan seperti tadi malam yang kami alami, saya melihat bahwa itu bukan
jaminan untuk mengatakan bahwa kami bebas dari tekanan-tekanan.
RN: Apakah Anda juga bisa memberikan pendapat tentang rencana pemerintahan
Megawati, pemekaran provinsi Papua ini menjadi tiga bagian itu?
LI: Ya, sebetulnya saya sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Sekjen
Presidium Dewan Papua bahwa ini menejemen preman. Kalau kita melihat dari strata
hukum di Indonesia, pada waktu masyarakat berteriak "Papua Merdeka", setelah
memutuskan dalam Kongres Rakyat Papua, maka pemerintah pusat mencoba
melalui TAP MPR menurunkan suatu solusi tentang otonomi khusus bagi rakyat
Papua. Undang-undang itu belum dilaksanakan, MMPnya belum dibentuk, kemudian
muncul lagi pemekaran. Sesudah pemerkaran muncul, kemudian Menko Polkam
mengatakan, jangan kita memperdebatkan soal otonomi khusus dan pemekaran.
Dan saya pikir ini hal-hal yang menimbulkan konflik horisontal di tengah-tengah
masyarakat. Kami mangalami hal itu dalam Sidang Dewan Adat ini. Pada waktu kami
memutuskan menggumuli tentang pemekaran dan ada suatu sikap keluar untuk
menolak pemekaran itu. Kalau di suatu daerah, itu teman-teman dari daerah itu
merasa bahwa ini suatu ancaman. Sebab kalau keputusan itu dibuat, sebentar
mereka pulang ke daerah, dan terjadi konflik horisontal di sana, dengan masyarakat
yang ada di sana. Dan saya pikir ini suatu kebijakan yang dapat mengakibatkan
munculnya konflik horisontal yang besar di kalangan masyarakat Papua.
RN: Apakah Anda juga melihat bahwasanya memulai penarikan Kopassus ini ada
kaitannya sebagai ongkos pembayaran untuk memperlancar, ini maksudnya
pemikiran Jakarta, untuk memperlancar proses pemekaran ini.
LI: Saya belum mendapat bukti yang otentik tentang isu ini, tapi kami dapat informasi
bahwa batas antara satu provinsi satu dengan provinsi yang lain akan diadakan satu
daerah yang disebut zona, itu daerah kintal. Dan daerah kintal itu selalu dijaga oleh
pihak keamanan. Itu belum terealisasi, tapi saya belum percaya bahwa penarikan
pasukan itu dapat menghentikan konflik horisontal yang ada di tanah Papua itu.
Saya mau jelaskan bahwa betul Kopassus sudah ditarik, tetapi ada milisi-milisi yang
sudah lama dibangun di tanah Papua. Ada satgas Merah-Putih, ada apa yang kita
sebut Tentara Bantuan Operasi, ada Laskar Jihad dan lain sebagainya yang bisa
merongrong ketenteraman masyarakat.
Jadi kalau besok tentara ditarik sampai habis, tapi kalau masih ada konflik di tanah
Papua apa itu artinya bagi kami. Kami butuh keamanan, kami butuh kesejahteraan,
kami butuh kedamaian di tanah ini. Itu saja yang terpenting. Dan saya bisa
menyetujui bahwa itu sebagai bagian dari skenario pemekaran.
Demikian Leo Imbiri dari Pilar Mahasiswa Presidium Dewan Papua.
© Hak cipta 2001 Radio Nederland Wereldomroep
|