SINAR HARAPAN, Kamis, 13 Februari 2003
DPR Minta Inpres Pemekaran Irian Jaya Dicabut
Jakarta, Sinar Harapan
Pro-kontra menyusul dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2003
tentang Percepatan Pemekaran Provinsi Irja Barat dan Irja Tengah dan Pemekaran
Beberapa Kabupaten/Kota, terus berlanjut. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta
Pemerintah untuk meninjau kembali atau mencabut Inpres tersebut, sebab pegangan
untuk penyelesaian masalah Papua adalah UU nomor 21/2001 mengenai Otonomi
Khusus Papua.
Permintaan DPR tersebut dikemukakan Ketua DPR Akbar Tandjung dalam dialog
dengan sejumlah masyarakat Papua yang tergabung dalam Forum Komunikasi
Generasi Muda Papua (FKG) dan Solidaritas Nasional untuk Papua (SNP) di gedung
DPR, Selasa (11/2) sore.
"Aspirasi yang kami tangkap dari kalangan Dewan dan juga permintaan masyarakat
Papua yang datang ke DPR agar Inpres pemekaran ditinjau dan bila perlu dicabut
agar tidak menimbulkan persoalan baru di Papua," ujar Akbar yang didampingi
anggota DPR asal Papua seperti Ruben Gobay, Simon Patrice Morin, mantan Wakil
Ketua RUU Otsus Papua Ferry Mursidan Baldan, Astrid Susanto, Manase Malo.
Menurut Akbar, UU Otonomi Khusus Papua yang baru berjalan satu tahun lebih harus
menjadi pegangan kita bersama. Sebab UU Otsus itu disepakati sebagai salah satu
jalan bagi penyelesaian masalah Papua yang dari segi sumber daya manusia (SDM)
dan infrastruktur tertinggal dari wilayah lain, sementara ada tuntutan untuk
memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kala itu. Yang
diperlukan saat ini justru bukan pemekaran provinsi melainkan pemekaran kabupaten.
Jika kabupaten itu sudah mapan dan cukup SDM-nya, baru dilakukan pemekaran
provinsi.
Sebelumnya, dalam rapat intern tertutup Fraksi Partai Golkar (FPG) di lantai 12
gedung DPR yang dipimpin Koordinator Polkam FPG, Moh. Hatta, beberapa anggota
FPG asal Papua mendesak agar masalah Inpres ini dimasukkan dalam agenda
pembahasan rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR pada Kamis siang (13/2).
Keinginan anggota FPG asal Papua kata Moh. Hatta, mereka meminta agar Inpres
ditinjau kembali karena tidak sesuai dengan UU Otsus yang kini tengha diterapkan.
Kalaupun Inpres akan dilaksanakan sebaiknya melakukan review atas UU Nomor
45/1999 tentang pemekaran provinsi Irja.
Keinginan Merdeka
Sementara Koordinator FKGMP Andi Manabi dalam dialog dengan pimpinan Dewan
mengatakan, dengan keluarnya Inpres pemekaran provinsi ini, Pemerintah telah
kecolongan, sebab membuat kebijakan yang mendapat reaksi keras dari masyarakat
Papua.
Menurut Andi Manabi, pelaksanaan Inpres pemekaran bukan tidak mungkin
menimbulkan konflik dan persoalan baru di provinsi yang baru saja menata diri karena
diberi kepercayaan untuk mengatur diri sendiri lewat UU Otsus Papua. Pemaksaan
pelaksanaan Inpres akan membuktikan bahwa Pemerintah tidak lagi percaya pada
rakyat Papua.
"Karena ketidakpercayaan Pemerintah itu, akan timbul kembali bibit-bibit keinginan
untuk merdeka. Apakah ini kemauan Pemerintahan Megawati?" tanyanya sambil
meminta Presiden dan menteri kabinet untuk menjelaskan latar belakang
dikeluarkannnya Inpres tersebut.
Pernyataan senada dikemukakan anggota delegasi Serembe. Pemerintah sebenarnya
tidak ingin rakyat Papua tenang dan menata dirinya. Jika ternyata demikian, lebih
baik rakyat Papua memisahkan diri saja dari NKRI, katanya.
Referendum
Dari Jayapura, Papua, dilaporkan Ketua DPRD Provinsi Papua Drs John Ibo
menegaskan seharusnya pemerintah pusat menyerahkan kepada rakyat Papua untuk
memilih sendiri jalan otonomi khusus, pemekaran atau referendum. "Nanti rakyat
yang mau pilih yang mana. Ini disemangati dari dinamika yang berkembang tadi
dalam aksi demo masyarakat ke sini," katanya, Senin (10/2) usai menemui massa
yang berkumpul di halaman kantor DPRD Papua.
Ia mengingatkan bahwa saat ini rakyat Papua memunculkan keinginan mereka, yaitu
kalau pemerintah pusat tidak konsisten dalam menjalankan Otsus maka referendum
adalah jalan untuk memilih pemekaran atau otonomi khusus.
Menurutnya, Otsus adalah keputusan seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan Tap
MPR No IV Tahun 1999 yang memberikan kepercayaan kepada rakyat Papua untuk
melaksanakan Otsus.
"Semangat Otsus ini telah mengubah provinisi ini menjadi Papua. Kalau sekiranya
Inpres No 1 Tahun 2003 itu turun, saya anggap Inpres tu tidak mungkin
mengintimidasi UU No 21 Tahun 2001, sebab dalam hirarki UU itu Inpres sangat kecil
dan tidak berarti untuk memberikan intervensi terhadap UU itu," tegasnya. (sur/ded)
Copyright © Sinar Harapan 2002
|